Part 41

5.1K 351 22
                                    


"Pembunuh!" teriak Dokter Adit tiba-tiba, membuat kami semua terkejut dengan ucapannya.

Pembunuh? Apa jangan-jangan, orang yang dimaksud Dokter Adit itu paman? Yang sudah membunuh ayah Dokter Adit itu paman? Astaga, kenapa aku baru menyadarinya sekarang?

"Hahahaha. Adit, Adit... Kamu itu belum berubah, ya? Bisanya hanya teriak tapi tidak melakukan apa-apa. Oh ya, maafkan aku, semua gara-gara ayahmu juga. Kalau saja ayahmu langsung memberikan uang itu padaku, pasti tidak akan ada pertumpahan darah. Iya, kan? Ayahmu yang cari masalah, sih. mau bagaimana lagi? Orang dia sudah mati juga."

"Bajingaann!!" Dokter Adit berusaha menyerang paman, tapi Sam dan Jack menahannya dengan sekuat tenaga.

"Jadi, anda juga yang sudah membunuh ayah Dokter Adit?! Apa anda tidak puas sudah membunuh ayah dan ibuku, hingga masih membunuh ayah orang lain, hah?!"

Karena geram, aku mendekatkan jarum suntik tepat dilehernya. Jujur aku ingin segera menyuntikkan cairan itu dikulit paman, tapi aku harus bersabar.

"Kamu mau apa, Aini? Apa kamu yakin mau membunuh pamanmu ini? Ahahaha, aku ini kakak dari ayahmu loh. Masih termasuk orang tuamu. Berani kamu?!" paman tertawa sinis seakan-akan mengejek nyaliku.

Kutatap Dokter Adit, dia menggeleng-gelengkan kepalanya berharap aku tidak melakukan tindakan apapun pada paman.

"Aini, jangan lakukan apapun! Biarkan polisi menangkap penjahat ini!" Ucap Dokter Adit setengah berteriak.

"Ahahaha, kalian lihat, kan? Adit ini pengecut, penakut. Bahkan dia diam saja saat ayahnya meregang nyawa ditanganku. Hahahaha."

"Tutup mulut anda!!" kali ini Dokter Adit tidak bisa mengendalikan dirinya dan langsung menuju kearah paman.

BUGG!!

Kepalan tangannya mendarat tepat dirahang paman, membuatku sedikit bergeser dan menghindar agar cairan yang kupegang tidak mengenai Dokter Adit.

Paman tertawa sinis setelah Dokter Adit menonjok rahangnya, sepertinya paman sengaja memanas-manasi Dokter Adit.

Saat Dokter Adit hendak melayangkan tinjunya kearah paman untuk kedua kalinya, aku memberi kode pada Jack dan Sam agar membawa Dokter Adit menjauh dari paman. Aku khawatir, paman akan mengasut dan memprovokasi Dokter Adit.

Jack dan Sam bergegas menahan dan menarik Dokter Adit  menjauh dari paman, calon suamiku itu sangat marah. jujur aku belum pernah melihatnya seperti ini sebelumnya, hah! Semua gara-gara paman.

Tiba-tiba saja anak buah paman ikut menyerang Nufan, Vanes, dan Pandri dengan membabi buta. Untung saja anak buahku itu lebih gesit dan bisa menghindari pukulan demi pukulan orang-orang suruhan paman. Aku serahkan urusan itu pada mereka, urusanku hanya dangan paman!

Seketika aku tersadar dan melihat paman berusaha kabur lewat pintu belakang bangunan ini, tanpa aba-aba aku berlari dan menendang punggungnya. Membuat pembunuh itu jatuh menimpa tembok.

"Maaf, paman! Kali ini anda tidak bisa lari dari saya, kita tuntaskan semuanya hari ini juga!" aku langsung menarik kerak kemeja yang dikenakan paman, dan tidak menyadari sebilah pisau sudah mendarat dan menyayat lenganku seketika.

"Aakhh!" dengan cepat kututupi luka sayatan dilenganku dengan telapak tangan, darah segar mulai merembes disela-sela jari dan menodai kaus oblong yang kukenakan. Sungguh, rasanya sangat perih dan sakitnya luar biasa.

Secepat mungkin aku memukul pergelangan tangan paman, membuat pisau digenggamannya melayang entah kemana.

Tanpa rasa takut aku mencekik leher paman dan merobek lengan kemejanya dengan paksa, setelah itu ku lilitkan pada lenganku yang terluka.

Salahku Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang