<< 1 ] Keluarga Lee

20 2 23
                                    

Orang bilang keluargaku adalah keluarga yang paling sempurna. Ada Papa yang memiliki pekerjaan yang mapan dengan statusnya sebagai wakil kepala perusahaan, ada Mama yang menjadi ibu rumah tangga tetapi aktif dalam berorganisasi layaknya wanita karir, dan ada dua anak yang masing-masing memiliki prestasinya masing-masing di sekolah. Ralat. Ada satu anak yang berprestasi dalam bidang akademik dan ada satu anak yang layak mendapatkan predikat anak paling usil dan malas sedunia.

Tidak ada yang tahu tentang Nathan. Mereka hanya tahu ia adalah orang yang menyenangkan diajak bicara. Kalau saja mereka berada dalam posisiku, mereka pasti akan mencabut perkataannya. Bahkan sebagai adik yang tinggal serumah dengannya, masih merupakan misteri bagiku mengenai kemampuan yang Nathan miliki.

Meskipun begitu, Papa dan Mama tidak pernah membeda-bedakan kami. Mereka memberikan porsi kasih sayang yang sama. Itulah hal yang tidak pernah membuat baik aku maupun Nathan iri satu sama lain.

Namun dalam setiap keluarga yang paling harmonis sekalipun pasti ada hal yang membuat kesal. Di dalam keluargaku bukan mengenai perselisihan antar anggota keluarga, tetapi didikan yang cukup keras sedari kecil diberikan kepada aku dan Nathan. Bagaimana tidak kesal jika sejak SMP kami sudah dilatih memasak untuk satu keluarga? Ada jadwal tetap untuk kami melakukannya.

"Ma, aku skip masak dong hari ini," pintaku dengan tubuh terasa lemas. Kepalaku bersandar pada meja makan dan mataku memandang Mama dengan harapan agar permintaanku dikabulkan.

"Kalau nanti kamu punya keluargaㅡ"

"Kamu harus bisa masak dalam kondisi sakit sekalipun," aku menyahut dengan jawaban yang selalu menjadi andalan Mama untuk menolak permintaan tidak memasak. "Mama ih. Kalau aku sakit beneran apa Mama bakalan maksa aku gini juga?"

"Kamu sekarang sakit beneran?"

Raut mukaku yang lemas berubah menjadi kesal seketika. Aku tahu Mama tidak akan membiarkanku begitu saja jika aku hanya merasa malas memasak.

"Masak yang gampang aja, nggak perlu yang ribet. Ini untuk pembelajaran kamu ke depan. Suatu kali kamu punya anak-anak kecil dan suamimu lagi di kantor, tapi anak-anakmu kelaparan minta makan, kamu harus bisa tetep masak. Bukanya kamu tahu Mama dulu juga gitu?" Mama panjang lebar memberi wejangan yang sudah kuhafal di luar kepala.

Mengerti bahwa aku tidak bisa memenangkan pertandingan ini, aku bangkit dari kursi dan menuju ke kulkas. Kuambil semua bahan makanan yang ingin kumasak untuk makan malam dan meletakkannya di counter dapur.

"Kamu emangnya hari ini ngerjain apa di sekolah sampai capek? Bukannya jadwal masak udah disesuaikan sama jadwal ekstramu?" Mama bertanya menyelidik, tetapi matanya masih berpaut pada sebuah buku catatan keuangan bulanan yang selalu diisinya secara berkala.

Dalam hal mengurus finansial keluarga, Mama memang sangat disiplin dan bisa diandalkan. Tidak heran Papa selalu membangga-banggakannya di depan keluarga besarnya. Bahkan mungkin juga bisa dibilang Mama menjadi menantu kesayangan di keluarga Papa.

"Enggak ada ekstra, Ma. Cuma Bu Rika aja tuh, guru Matematika kasih tugas banyak banget. Nggak cuma aku yang ngeluh tentang ini. Anak-anak sekelas semua juga," aku menjawab Mama sambil mengupas bawang merah dan bawang putih.

"Baru sekali ini atau udah berkali-kali?"

"Ini udah kesekian kali. Males banget beneran deh, Ma."

"Sebagai murid kamu kan berhak protes. Apa kamu nggak protes?"

Aku berpaling pada Mama menunjukkan ekspresi datar. "Ma, aku nggak bisa protes karena tugas itu dikasi di jam pelajaran. Itu masih dalam batas kewenangan guru," ucapku memberitahu mengenai kemustahilan ini.

How I Found YouWhere stories live. Discover now