💐sensitive child

2.8K 341 0
                                    

Seorang dokter perempuan keluar dari ruang gawat darurat bersamaan dengan Renjun yang baru datang dari toilet

"Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya Renjun

"Jisung sudah kami tangani. Dia hampir kehabisan darah dan untungnya kami punya persediaan kantung darah untuknya. Bisa beri tahu kenapa dia bisa sampai seperti ini?"

"Aku kurang tahu, saat aku bangun tidur tiba tiba pipinya sudah tergenang darah diatas karpet. Jadi aku langsung membangunkannya."

"Diatas karpet?"

"Ah, itu. Semalam kami begadang untuk bermain. Kami tidur pukul 8 pagi."

"Itu dia masalahnya. Orang yang begadang rentan sakit. Jisung baru saja sembuh dan dia kelelahan, itu alasan dia mimisan seperti ini."

"Begitukah? Maaf, harusnya kami tidak mengajak Jisung ikut begadang semalam."

Dokter itu tersenyum ramah, "tidak apa apa, sekarang Jisung sedang istirahat. Beberapa jam kedepan dia akan dipindahkan ke kamar rawat intensif dan kau bisa menjenguknya."

"Terima kasih, dokter."

Dokter itu menepuk pelan pundak Renjun lalu pergi dari sana. Tidak lama kemudian terdengar dering ponsel Renjun menggema di koridor sepi rumah sakit. Ia segera mengangkat telepon yang ternyata dari Jaemin

"Halo, Jaemin. Maaf aku dan Jisung pergi tanpa memberitahu tapi keadaannya parah."

"Ini bukan Jaemin, ini Mark."

"Ah, astaga. Hyung, aku pinjam mobilmu. Maaf tidak memberitahu."

"Kalian ada dirumah sakit kan? Aku dan teman teman akan kesana, aku pinjam mobil Jaehyun hyung."

"Sebaiknya nanti saja, aku akan menjemput kalian. Jisung masih belum bisa dijenguk."

"Tidak tidak! Jangan tinggalkan Jisung, dia takut sendirian. Tetap disana, kami yang akan menyusul."

"Baiklah."

Renjun memutuskan sambungannya lalu menatap Jisung dari luar ruangan lewat kaca yang terpasang pada pintu. Jisung tidur dengan tenang disana, dan sebuah kantung darah menggantung diatasnya

Kadang Renjun benci keadaan ini. Setiap kali Jisung datang kerumah sakit, ia harus bertemu kembali dengan darah

Sejujurnya Jisung itu benci darah. Bahkan ia pernah bilang kalau ia ingin hidup tanpa darah saja. Ia juga benci penyakitnya yang terus mengancam akan menghilangkan nyawanya

Sebaliknya, Renjun ingin Jisung sehat selalu. Jangan sampai setetes darah keluar dari tubuhnya karena bisa menjadi aliran air yang panjang dan itu sangat berbahaya

Renjun terus menggumamkan doa setiap kali berada di situasi seperti ini. Ia merogoh sakunya dan mengambil ponselnya lagi. Mencari kontak bernama 'Bunda Jisung' disana

Setelah mendapatkannya, Ia menempelkan ponselnya di daun telinganya sampai terdengar suaranya tersambung

"Halo, bunda. Ini Renjun."

"Halo, sayang. Tumben sekali telepon bunda, ada apa? Jisung baik baik saja kan?"

Renjun menggigit bibirnya, ragu. Mendengar nada bicara bunda Jisung yang terdengar ceria justru membuat hatinya hancur. Ia jadi takut menceritakan soal keadaan Jisung sekarang

"Halo, Renjun? Kenapa diam? Jisung... baik baik saja kan? Apa dia merepotkan kalian?"

Renjun menarik nafas panjang sebelum akhirnya berbicara, "iya, Jisung merepotkan kami hehe."

Hening sebentar sampai akhirnya Renjun bicara lagi, "anak sensitif itu sedang transfusi darah sekarang. Bunda.. maaf, Renjun tidak menjaga Jisung dengan baik. Bunda bisa marahi Renjun dan teman teman."

Helaan nafas terdengar dari seberang sana, menandakan kalau bunda Jisung ikut sedih, "bunda tidak bisa memarahi kalian, bisa bisa bunda dimarahi balik oleh Jisung. Maaf juga bunda tidak bisa menjenguk Jisung, kalian saja yang jaga dia ya? Bunda titip Jisung dulu, maaf merepotkan kalian."

"Sudah biasa. Bunda, Renjun minta maaf lagi ya? Bunda pasti marah dengan Renjun."

Terdengar suara tawa hambar dari ujung telepon, "bunda tidak marah. Terima kasih, Renjun. Anak sensitif bunda memang merepotkan. Bunda tutup dulu ya."

"Iya, bunda."

Telepon diputus sepihak oleh bunda. Renjun tersenyum tipis sambil menjauhkan ponselnya

"Anak sensitif."

Epoch✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang