¤satu¤

82 11 4
                                    

Aku tidak ingin kehilangan
siapapun, termasuk
kamu~

Aku tidak ingin kehilangansiapapun, termasukkamu~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Sabtu, 15/7/2012]

Doyoung menatap nanar ke arah jendela yang basah terguyur hujan semalaman. Matanya sembab lengkap dengan kantung mata yang semakin tebal. Sudah tiga hari sejak dirinya dipulangkan secara resmi oleh pihak rumah sakit, dia belum juga melakukan banyak interaksi.

Beberapa kali Pak Changmin, sahabat Ayah kandung Doyoung, berusaha mengajaknya berbicara. Setelah dia terkapar di rumah sakit selama lima tahun, kemampuan berbicaranya menjadi sedikit berkurang. Bukan karena terlalu lama sekarat, tapi ada masalah dengan pita suaranya setelah kecelakaan itu.

Pak Changmin resmi menjadi ayah angkat Doyoung sejak lima tahun belakangan ini. Tentu saja hal itu dilakukan karena Doyoung putra satu-satunya dari keluarga Kim yang harus diselamatkan masa depannya.

Beliau adalah sosok ayah yang sangat menyayangi Doyoung. Di tengah kesibukannya mengurus perusahaan, beliau selalu menyempatkan diri untuk hadir di sisi putra angkatnya.

Sekedar memberitahu, sepertinya gue adalah arwah paling konyol yang pernah bergentayangan di dunia. Surat perintah dari Tuhan untuk gue udah turun sejak empat tahun lalu, yang menyatakan bahwa gue harus mencari identitas diri dan kronologi kematian gue.

Kalau gue gagal mendapatkan semua itu dalam kurun waktu lima tahun mendatang, identitas gue akan diubah dan mirisnya kronologis kematiannya akan ditulis bunuh diri.

Empat tahun gue lewati dengan sia-sia. Hanya duduk di samping ranjang pasien, berjalan keluar menggoda dokter, atau paling parahnya gue berantem sama arwah lain karena salah masuk kamar.

Bagaimana mungkin kehidupan gue sebagai seorang arwah bisa sangat monoton?

Gue memang memutuskan untuk menunggu Doyoung sadar, kemudian meminta bantuannya untuk menemukan identitas gue. Tapi bodohnya, gue lupa kalo gue ini arwah. Doyoung mana bisa melihat gue. Sialnya lagi kebodohan ini berlangsung selama empat tahun sejak turunnya surat perintah itu, dan gue baru sadar semuanya zonk setelah Doyoung siuman.

"Doyoung," suara bariton Pak Changmin membuyarkan lamunan gue. Lelaki paruh baya itu duduk di belakang Doyoung yang masih menerawang sisa-sisa air hujan.

"Hesh, kalo dipanggil tuh jawab Doyi!"

Pak Changmin meraih bahu Doyoung, membuat pemiliknya memutar badan dan menatap ke arah lelaki itu.

"Saya berniat mengunjungi pemakaman, kamu mau ikut?" tanya Pak Changmin.

Doyoung memalingkan tatapannya ke lantai untuk beberapa saat. "Kapan, Om?"

"Pekan depan gimana? Saya pengen kamu pulih secara total dulu." Doyoung mengangguk.

"Doy, lo ngomong apa kek gitu biar bokap lo ngga kaya lagi monolog." Gue menyela perbincangan awkward itu. Bodoamat, lagipula hanya ada bau siu saat gue berbicara.

GhostinationshipWhere stories live. Discover now