Chapter 6 - Kelas Lingkungan Hidup

31 8 13
                                    

Benarkah ini tempatnya? Leon cek sekali lagi. Pandangannya diedarkan ke seluruh penjuru lapangan serba guna—sekitar asrama. Hanya terlihat tim sepak bola yang berkerumun mendiskusikan strategi. Mana tak ada orang yang ke sini lagi.

Namun bila pandangan Leon diedarkan ke seluruh lorong, berbagai jenis tanaman di lorong ini cukup meyakinkan, seolah menyambut Leon menuju dunia fantasi. Menurut brosur yang ia dapat dari Ketua Kelas, lokasi kelas lingkungan hidup memang di sini.

"Ikuti aja denahnya." Begitu katanya.

Apa tak masalah kalau masuk terlebih dahulu? Ketuk pintu mungkin tak apa. Supaya tak gugup, ia menelan saliva dan membiarkan peluh membasahi area kening.

Sudah saatnya.

Tangan Leon terulur, bergetar bak baru tercelup lautan antartika. Pikirannya dihujani berbagai persepsi negatif. Bagaimana kalau di dalamnya para penderita penyakit psikopat? Bagaimana kalau mereka membunuh Leon akibat baca berita tentang EPHS? Ia merasakan aura hitam yang begitu pekat di dalam sana. Tidak, tepat di balik pintu!

Ingin rasanya Leon lari dan pura-pura sakit, tapi terlambat menyadari. Begitu buku-buku jari nyaris terantuk badan pintu, seseorang membukanya dengan cepat. Tak ragu Leon melindungi kepalanya.

"Punten, Mang! Saya cuma mau ikut kelas doang, Mang! Maafin Leon, hapunten pisan!" Saking takutnya, Leon berkata menggunakan bahasa daerah asal Indonesia: Sunda. Leon tak kuasa melihat sosok di depannya. Otaknya diterori berbagai ancaman. Namun entah kenapa aura hitam itu menghilang bagai asap lembut lilin. Masa bodoh, Leon memilih berkomat-kamit tanpa suara.

"Hei, aku tak paham bahasamu." Dia cakap demikian, kah? Kalimat itu menyita ketakutan Leon, bahkan hati dan pikirannya tenang berkat aroma mawar. Leon ingat tangannya sempat dibaluri minyak angin aroma bunga mawar karena kebas. Lantas, ia mendongak melepaskan perlindungan kepala, mendapati puluhan kepala yang menyembul di sisi pintu, menghiasi sosok pemuda bersurai ikal pirang yang berdiri di depannya.

Senyumnya tampak menawan saat berkata, "Kamu mau ikut kelas lingkungan hidup?"

Dia bicara baik-baik padanya, tanpa ada kekerasan secara fisik maupun mental. Buat apa ia takut? Leon hanya mengangguk cepat sebagai jawaban.

"Iya," jawab Leon menyokong anggukannya sendiri, berdiri mengatur napas. Iris ambar Leon menyala ceria. Tubuhnya sengaja ditegapkan, entah untuk apa, hanya keinginan Leon sendiri.

Dia bukan pembunuh, atau mungkin patut dicurigai. Terlihat seperti pelajar populer yang sering Leon lihat di TV. Banyak sekali manik-manik di rambut ikalnya. Tampalan di beberapa titik wajah menambah poin ketampanannya. Jas resmi pun dipakai menjadi rok belakang, dengan lengan jas diikat di pinggang.

"Aku ketua kelas lingkungan hidup," katanya tersenyum lebar. "Kau bisa panggil aku Gemy."

Gemy.... Nama Kakak ini cukup unik. "Mohon bantuan dan kerja samanya!" kata Leon dengan nada tinggi layaknya tentara.

"Ah, silakan masuk." Gemy merangkul leher Leon, membawanya masuk ke dalam ruangan yang serba hijau. Seketika mata Leon membulat kagum.

"Selamat datang di kelas lingkungan hidup!"

Dalam benak Leon, tanaman apa saja yang mampu mempercantik ruangan ini? Dibanding sebutan rumah hutan, ini pantas dijuluki dunia kecil fantasi karena banyak sekali bunga cantik yang mekar di antara hamparan hijau. Itu baru tanaman merambat.

Tak sedikit tanaman yang menghiasi jendela layaknya gorden kamar, bahkan tanaman gantung ada di sepanjang mata memandang. Cukup hebat kala Leon tak mencium bau tanah akibat tetesan di pot gantung.

Unknown Person✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن