26. Tentang dia (3)

7.5K 636 13
                                    

"Aku tuh sebenarnya dapet tiket undangan khusus ke pameran itu dari kenalan aku. Coba lihat." Putri menunjukkan layar hpnya ke Dwina, terpampang email dari sebuah perusahaan yang mendirikan pameran tersebut.

"Banyak orang yang dapet?"

"Kayaknya dikit deh. Waktu aku cek akun Instagramnya nggak ada tuh yang komentar tentang undangan khusus begini." Sekali lagi Putri beruntung, gumam Dwina dalam hati.

"Aku kemaren lihat review acara tahun lalu tentang pameran itu. Katanya lumayan bagus sih." Geleri Golden Art dikenal menyungguhkan kesan mewah dan mempunyai kerja sama baik lebih dari 20 seniman ternama. Dwina tentu antusias akan hal tersebut.

"Ngomong-ngomong kenalan akukan kerja di sana sebagai planner organizer, sumpah gajinya mantep banget. Salah satu investornya aku denger itu dari Australia, terus dia juga ngadain pameran lukisan Indonesia ke sana." Putri tampak terharu sekali akan bangsanya. "Nama ketua investornya adalah Satria Harrison."

"Orang Indonesia?" Jelas sekali nama khas sansekerta tersebut cerminan Indonesia.

"Dia blasteran." Sontak keduanya tertawa. Lucu saja mendengar nama tersebut.

Butuh tiga puluh lima menit agar mereka sampai di Galeri Golden Art karena macet parah lagi-lagi oleh perbaikan jalan. Dwina memarkir rapih mobil di basemen kemudian mereka turun. Keduanya berjalan cepat menuju pameran besar tersebut. Untuk ukuran jam kerja, galeri lukisan tersebut cukup banyak pengunjung.

Putri menunjukkan nomor id undangan ke bagian panitia dan mendapatkan paper bag berisi aksesoris pin lucu, blosur-blosur acara serta snack. Dwinapun juga menerima hal yang sama.

Galeri yang megah tanpa tanggung-tanggung menunjukkan kehebatan arsitektur indah hanya untuk sebuah pameran. Banyak sekali orang-orang dari kelas menengah atas datang berkunjung,. Lalu ada sejumlah lukisan di perkenankan untuk dijual dan dilelangkan dengan harga fantastik bertujuan untuk acara amal.

Dwina berhenti cukup lama di sebuah lukisan menggambarkan anak remaja laki-laki sedang tersenyum lebar. Sekilas kesan itu mengingatkan dia pada Joshua meski dia tidak punya maksud lain. Dulu Joshua bertekad melamar dan menikahinya walaupun usia mereka sangat muda untuk mengambil langkah besar. Kala itu dia terlalu tergesa-gesa, bahkan sikapnya menjadi kasar juga berantakan ketika ayah Dwina menolak lamaran dia atas Dwina. Mereka berdebat lama lalu Joshua pergi tanpa kabar, dia berhenti dari universitas kedokteran.

Dari situ Dwina bisa melihat kedewasaan seseorang diukur oleh pilihan yang dia ambil. Joshua benar-benar tidak tepat untuknya. Jujur Dwina jadi sedikit trauma dengan laki-laki.

"Mirip Joshua sih." Seru Putri berdiri di samping Dwina. Tanpa pikir panjang Putri memotret momen Dwina sedang memperhatikan serius lukisan tersebut. "Kangen ya sama dia?" Putri sedikit meledek.

"Nggak sama sekali ye.." Dwina menyikut lengan Putri. Dulu ketika Dwina bercerita pada Putri kalau Joshua melamar dia, Putri langsung memberi penolakan sebagai saran terbaik untuk Dwina namun dia tidak memaksa karena keputusan ada di tangan Dwina sendiri. Joshua memang terkenal baik tetapi keegoisannya yang diam-diam dia simpan sangat menjengkelkan banyak orang, maka dari itu Putri enggan bergaul dengan Joshua ketika SMA.

"Kangen juga nggak papa. Aku denger dia pindah kampus ke Singapura. Katanya dia agak berubah. Tapi suka-suka dia sih." Putri menutupi topik kalau Joshua jadi sering main wanita serta bebas. Syukur jika Dwina tidak berhubungan dengan cowok brengsek kayak gitu.

Trust Your Heart [END]Where stories live. Discover now