Chapter 2 : Mengenang Masa Lalu

40 21 0
                                    

Shena Wijaya POV

Aku dan Dean masuk ke restoran favorit kami dan kami diantar oleh host ke table kami.

Dean terlihat sangat tampan seperti biasa. Namun ketampanannya akan menghilang bila dia sedang posesif dan marah-marah tidak jelas.

Setelah memesan makanan dan minuman, Sean memegang tangan kiriku dan mencium punggung tanganku.

"Sayang, semenjak kamu kerja part-time, kita jadi jarang untuk berduaan. Aku merindukanmu." kata Dean manis padaku.

Itu benar, karena aku dan Dean jadi jarang bertemu bahkan Dean mengeluh setiap hari karena kurangnya quality time berdua.

"Iya sayang, aku ingin merasakan bagaimana rasanya berbelanja dengan uangku sendiri. Aku tidak mau merepotkan mama dan papa." jawabku sambil tersenyum.

"Aku bisa membelikanmu apapun yang kamu mau, sayang. Kamu kerja part-time selain sibuk, kita kurang waktu untuk berdua dan aku ingin kita seperti dulu. Mama dan papaku sudah sering bertanya tentang kamu. Mereka ingin kamu datang ke rumahku lagi, sayang." Dean mencoba membujukku.

Aku mendesah. Aku tahu Paman Samuel dan bibi Natasya akan menanyaiku lagi.

Biasanya aku bisa seminggu 3-4 kali datang ke rumah Dean dan mereka tak pernah mempermasalahkan, bahkan senang karena mereka tidak ada anak perempuan. Dean memilki 2 adik laki-laki dan bisa dipastikan betapa ributnya rumah bila laki-laki bertengkar. Ribut di sini adalah ribut adegan baku hantam tentunya.

"Mama dan papa sudah merindukanmu, sayang. Aku apalagi." kata Dean sambil mengusap pipiku.

Aku tersenyum. Aku hanya takut aku terjebak dengan Dean. Rasa cintaku memudar karena seringnya pertengkaran yang terjadi.

Dean melihat wajahku yang tersenyum tipis.

"Apa yang membuatmu ragu padaku, sayang?" tanyanya lembut. Dean menatapku intens dan lembut.

Aku tak mampu menjawab. Dean sangat manis bila tak membuatku marah dan tidak berdebat konyol.

"Maaf tuan dan nona, ini makanan dan minuman yang Anda pesan." ucap pelayan restoran pada kami dan makanan segera di sajikan di table kami.

Kami pun makan dengan tenang dan tidak bersuara. Hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar.

Aku agak risih, Dean menatapku secara mendalam dan intens.

Tatapannya berbeda dengan yang biasanya. Apa karena aku yang sudah terbiasa bertengkar dengannya jadi ketika dia berusaha membujukku atau melakukan hal romantis, aku jadi merasa aneh? tanyaku dalam hati.

"Shena sayang." kata Dean sambil menggenggam erat jemari kiriku.

"Ya, Dean?" tanyaku padanya. Aku berusaha tersenyum walaupun aku merasa ada yang aneh.

"Kamu ingat saat kita bertemu di sini dan dikenalkan oleh Sasha? Saat itu ada Nicolo juga jadi kita seperti double date." jawab Dean padaku.

Aku tersenyum. Aku tentu tidak lupa, pikirku.

"Ya, aku ingat itu, Dean sayang." sahutku. Betapa beratnya aku mengatakan sayang padamu, Dean, keluhku dalam hati.

Apakah aku sudah mulai mati rasa? Bagaimana sebaiknya aku kepada Dean?

"Kamu tidak apa-apa, sayang?" tanyanya cemas.

Apakah wajahku berubah pucat sehingga Dean bertanya khawatir padaku? tanyaku dalam hati.

"Tidak, sayang. Aku baik-baik saja." jawabku.

Aku memang baik-baik tapi hubungan kita ini yang tidak baik, timpalku dalam hati.

Pria Dingin Mengejar Gadis CuekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang