12. Full Moon 2.0

Start from the beginning
                                    

Dan Jeno menggeram keras.

Donghyuck mengangkat wajahnya menatap Jeno lagi. "You okay?" Jeno tidak merespon, mata keemasannya justru menangkap beberapa moles di wajah Donghyuck dan entah kenapa detak jantungnya melambat. Dadanya yg sedari tadi terasa panas mendadak perlahan tenang. Huh. Mungkin jika fikirannya berfokus pada Donghyuck ia bisa teralihkan dari instingnya. Jadi itulah yg dilakukannya.

"Jadi," Jeno menatap Donghyuck. "Apa yg kau lakukan?" tanya Jeno.

"Hmm, menunggumu hilang kendali dan meliar jadi mungkin aku bisa melihat wujud anehmu setelah ini. Dan bahkan mungkin mengambil foto," jawab Donghyuck lalu terkekeh. Kedua ibu jari Donghyuck masih sibuk pada layar ponselnya. "Bukankah kau sudah bertanya sebanyak hmm... enam kali?"

"Tidak," tukas Jeno, lalu memutar bolamatanya.

"Woah, Jung Jeno memutar bolamatanya! Seharusnya aku tadi merekam!" Donghyuck tertawa lalu berbalik hingga posisinya tengkurap di hadapan Jeno. Jeno sendiri kaget sebenarnya. Banyak hal yg tak dapat ia kendalikan gara-gara full moon idiot sekarang. Ia seolah out of character.

"Maksudku, kenapa kau berada disini?" ulang Jeno. "Kau tahu? Aku capek menjawab pertanyaanmu yg sama berkali-kali. Aku bermain game sambil menunggumu going berserk!" seru Donghyuck lalu menghela nafas kelewat dramatis.

Jeno terkekeh. "Tapi kau masih menjawabnya."

Donghyuck memutar bolamatanya lalu menaruh ponselnya. Ia kemudian mengitari kamar Jeno dan melihat-lihat buku koleksi milik Jeno—yg kebanyakan adalah ensiklopedia. Dasar orang pintar, batin Donghyuck.

"Terima kasih," ujar Jeno, lalu ia terkekeh lagi. Donghyuck melebarkan matanya dan menoleh cepat menatap Jeno. Ia lupa soal bond mereka. Jantungnya mendadak memacu dengan cepat.

"Um... Kau tahu? Jantungmu terdengar sangat cepat," ujar Jeno lagi. Dan saat itu Donghyuck juga lupa soal abilitas lebih yg dimiliki Jeno. Ia menggembungkan pipinya. Membiarkan saja Jeno mendengar jantungnya yg berdetak 'boom-boom-boom-boom-boom'. Donghyuck melanjutkan kegiatannya dalam melihat-lihat koleksi Jeno.

Lalu Donghyuck menarik satu buku—yg merupakan majalah fashion khusus laki-laki—dan kembali duduk ditempatnya semula. Di hadapan Jeno.

"Apa yg kau lakukan?" tanya Jeno yg ke— author capek menghitung.

"Bukankah kita sudah melewati fase ini tadi?" Donghyuck nampaknya juga capek. Jeno menggeleng. "Bukan, maksudku dengan majalah itu. Kau duduk didepanku yg hanya berjarak beberapa jengkal, tidak mencoba untuk menjauhiku yg hampir menjadi monster. Justru kau—"

"Melihat-lihat barangkali ada inspirasi untuk prom," jawab Donghyuck. "Dan tolong jangan berfikir terlalu tinggi tentang dirimu sendiri. Kau bukanlah monster. Kau adalah remaja tujuh belas tahun yg hmm— jatuh kepada nasib yg mengenaskan? Entahlah," Donghyuck mengedikkan bahunya.

"Kau berfikir tentang prom? Kita bahkan baru memulai tahun ajaran," sahut Jeno. Mengabaikan desiran dadanya akibat perkataan Donghyuck. Entah kenapa Donghyuck yg menyangkal bahwa ia adalah monster membuat Jeno senang.

"Alternatifnya aku berfikir tentang prom karena remaja laki-laki berusia tujuh belas tahun di depanku jatuh kepada nasib yang—"

"Okay, I get it," tukas Jeno.

"Mhm." Donghyuck kembali pada majalahnya.

Tiba-tiba Jeno kembali merasakan sekujur tubuhnya dihantam rasa panas. Jeno menoleh ke jendela dan bulan penuh bersinar dengan terang tinggi di angkasa. Seolah mencemooh Jeno untuk tetap bertahan dalam rasionalnya. Ia tidak ingin sesuatu yg feral dalam dirinya mengambil alih fikirannya karena mendadak fikiran Jeno berkabut, dan ia tak bisa mengontrol dirinya.

CANINESWhere stories live. Discover now