What Kind of Future : 0.5

253 68 60
                                    

Gangnam-gu, Seoul, Korea Selatan.
25 Desember 1970.

Riuh pusat kota di jam makan siang berpadu dengan sayup-sayup alunan musik klasik yang mengalun di setiap sisi sebuah kafe---tempat paling terkenal bagi kaum remaja. Baik hanya sekedar menghibur diri sembari memuaskan dahaga, menghabiskan waktu bersama belahan jiwa dengan benih-benih cinta yang mengelilingi, ada juga yang sekedar berkumpul bersama kawan-kawannya sembari saling melempar gurau kehidupan darah muda.

Cukup ramai seperti biasanya. Di sudut kanan kafe tepatnya bersebelahan langsung dengan dinding kaca yang membatasi pengunjung kafe dengan dunia luar, kedua insan itu terduduk. Dua gelas teh serta cemilan menghiasi meja yang juga terdapat beberapa buku-buku perkulihan.

Kedua anak muda itu saling bercerita tentang banyak hal seakan baru saja bersua selepas berpisah lama, padahal hampir setiap hari mereka bertatap muka kendati keduanya menempuh pendidikan di universitas yang sama.

Percakapan keduanya sampai pada cerita wanita bersurai gelombang yang dikuncir menggunakan pita berwarna putih yang senada dengan kardigan putih yang ia kenakan. Di sela ia mengunyah, ia terus bercerita tentang kehidupan asmaranya pada sang kawan yang mendengarkan dengan senang hati. Meski hanya dibalas beberapa kata singkat kendati kawannya itu tak terlalu berpangalaman dalam hal percintaan.

"Sekali-kali ikutlah bersamaku, Aleeya-ya. Kau harus berkenalan dengan kekasihku," ujar wanita bersurai ikal. Netranya melirik sebal pada sang kawan yang selalu menolak untuk bepergian dengan alasan tak ingin menjadi penganggu kencan sang kawan."Ingin menolak dengan alasan tak ingin menganggu lagi?"

Wanita Shin terkekeh menanggapinya."Benar sekali."

Terdengar decihan sebal dari wanita Kang yang kini telah mencak-mencak. Wanita yang memang memiliki kepribadian extrovert dan manja pada kawan karibnya itu mendengus kesal. "Kalau begitu, carilah teman kencan, Aleeya-ya. Kau ini tidak pernah tertarik pada pria atau bagaimana?" katanya.

Dibandingkan menanggapi rajukan sang kawannya dengan menyahut, Aleeya memilih menggeleng pelan akan sikap kawannya itu. Cemilannya ia kunya dengan begitu tenang sebelum akhirnya niatannya untuk tidak meladeni topik obrolan sang kawan perihal pria, berubah.  Ia teringat akan hal itu, sesuatu yang sudah ia simpan sendiri beberapa waktu belakangan ini. Juga, sesuatu yang belakangan ini membuatnya bingung.

Lantas ditatapnya wanita Kang yang sibuk memandangi jalanan ramai di luar kafe. Ia awali dengan dehaman sebelum akhirnya berucap, "Sebenarnya ada ...."

Wanita Kang menoleh spontan. "Hm? Apanya?"

"Aku sepertinya tertarik pada seseorang," sahut Aleeya memperjelas. Masih dalam keadaan tenang tatkala meletakan garpu yang semula ia gunakan untuk menyendok cemilannya. Teh yang hampir mendingin tak jauh dari piringnya, ia teguk perlahan-lahan membuat guratan kesal kembali muncul di wajah sang kawan yang menunggu penjelasan. "Ada apa?"

"Jangan bicara setengah-setengah. Siapa pria yang membuatmu tertarik, Shin Aleeya-ssi?"

Netra hitam gelap milik wanita Shin beegulir ke atas. Tampak sedang berpikir-pikir untuk menjawab. "Entahlah, aku tak tahu apa aku hanya tertarik saja atau memang menyukainya. Jelasnya, ia benar-benar pria yang berbeda dan sangat menarik. Tak perlu kau ketahui dulu, nanti saja bila aku yakin."

Permukaan meja kayu dipukul oleh wanita bersurai ombak. Netranya yang besar dan bulat menatap penuh senang hati pada sang kawan yang seakan berbeda kali ini. Ia tahu betul bagaimana wanita Shin yang sedikit membosankan itu sangatlah jarang ingin membicarakan lawan jenisnya. Bahkan selama saling mengenal, Aleeya tak sekalipun datang padanya memperkenalkan gandengan hati, lain dengan dirinya yang bahagia dan tersedu-sedunya disaksikan selalu oleh sang kawan kala ia patah hati.

What Kind of Future √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang