Apartemen

23.5K 3.1K 294
                                    

Berbukalah dengan yang... ganteng uwu uwu

 ganteng uwu uwu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

==

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

==

Aku harusnya menerima kartu kredit yang diberikan Kenta padaku seminggu lalu saat kami check in untuk kesekian kalinya setelah hubungan FWB ini berjalan selama sebulan lebih. Sayangnya, harga diriku menolak. Enggan disamakan dengan Debby. Entah kenapa, aku bisa membayangkan kebersamaan keduanya dulu. Bahwa Kenta pernah bersikap seperti Hartadi, memberikan Debby segalanya.

Jiwa sugar mommy-ku berontak!

"Ra," mama menepuk pundakku pelan. Sudah tiga hari ini dia aktif di rumah. Menyiapkan sarapan pagi bersama si Mbok dan pulang on time setiap malam. tak ada lembur kegiatan partai, tak ada berangkat pagi untuk rapat bersama para petinggi. Ya, mamaku tercinta adalah anggota salah satu partai ternama di Indonesia. "Gimana kerjaan?" tanyanya.

"Lancar." Aku masih fokus pada kalkulator di ponselku. Menghitung jumlah pengeluaran bulan ini yang 50 persennya lari untuk sewa kamar hotel. Tentu saja selama menyewa kamar, aku memakai uangku pribadi. Bisa runyam kalau pakai kartu kredit pemberian mama. Dia punya kebebasan mengakses laporan transaksi yang sebulan terakhir hanya berisi bayar sewa kamar hotel.

"Nggak ada masalah kan? Kamu seneng nggak akhir-akhir ini?" pertanyaan itu menghentikan aktifitasku. Aku menoleh pada mama yang seketika terlihat gugup saat memberinya tatapan penuh tanya. Belum juga melontar tanya, Dyra, adik perempuanku muncul dari lantai dua. Ikut bergabung dengan kami yang tengah duduk untuk sarapan.

"Dyr, lo tau sesuatu?" tanyaku saat Dyra duduk di depanku.

"Tunggu papa turun sekalian," jawab adik perempuanku sembari menuang sereal cokelat ke mangkuk. Menu favoritnya sejak ia berusia delapan tahun.

Entah kenapa, kecanggungan yang menguar dari bahasa tubuh mama membuatku merasakan pemikiran negatif. Apa terjadi sesuatu di rumah ini tanpa sepengetahuanku? Sejak SMP aku memang jarang bergabung dengan kegiatan keluarga. Enggan tersorot. Mama sudah terkenal sebagai perempuan yang bergelut di politik sementara papa bukan pengusaha yang bisa dipandang sebelah mata. Perpaduan itu, sering kali mengundang banyak pewarta.

FWBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang