%Special Part : Ray's Past%

13 1 0
                                    

Rabu, 8 Juli 1987
Pukul 6 pagi
Suatu tempat
--------------------------

"Haah..."

"Capek..."

"Sepi..."

"Haaahh..."

"Yahh..."

"Lama banget... Kenapa, ya?"

"Ahahahaha... Haah..."

Gadis bersurai hitam pekat itu kembali bersandar di sandaran yang ada pada kursi taman tempat ia duduk.

Taman kota yang sepi.

'Padahal hari ini hari Minggu... Udah jam 6 pulak... Orang sekitar sini malas semua yak??' batin anak itu sembari mengedarkan pandangan.

"Aah!" pandangannya terpaku pada seorang anak laki-laki yang berjalan mendekatinya. Di tangan kiri anak itu terdapat sebungkus sandwich dan segelas susu hangat di tangan kanannya.

"Maaf lama!" seru anak laki-laki itu setelah mendekat kearah si anak perempuan.

"Tak apa! Tempat sarapan itu selalu ramai, dan hermano cukup lelah, kan? Makan saja sandwich nya..." ucap si anak perempuan setelah sosok yang ia panggil hermano itu duduk di sebelahnya.

"Aku sudah makan disana, Rachel"

"Hah?! He-hermano jahat!! Kok aku gak diajak?!"

"Bwahahahaha!! Maaf, maaf, tadi aku kelaparan, jadi, otomatis makan disana, deh! Maaf ya!"

Racheline--anak perempuan itu--menggembungkan kedua pipinya. "Jahat!!" teriaknya seraya menyambar sandwich yang sedari tadi berada ditangan kakaknya.

"Ahahaha!! Jangan marah melulu! Nanti cepat ker--"

"Zacky!!"

"Ugh..."

Racheline menunduk dan mulai mengunyah sandwich nya ketika mendengar panggilan itu. Sedangkan Zacky--hermano--menoleh dengan senyuman yang selalu setia menghiasi wajahnya.

"Oh, ibu! Ada apa?" tanya Zacky kepada wanita yang memanggilnya tadi.

"Jika anak ini sudah selesai makan, suruh dia jalan-jalan sendiri. Terus, kamu ikut ibu ke pasar. Ibu mau membelikanmu pakaian baru" sahut sang ibu dengan nada gembira.

"Eeh... Me-meninggalkan Rachel sendiri...lagi? Tapi, bu, aku--"

"Pergilah, hermano... Aku tak apa" potong Racheline tanpa menatap sang ibu.

"Tuh, kan, anak ini saja mengizinkan. Mau, ya?" bujuk sang ibu. Zacky menatap kearah adiknya yang sedang meminum susu hangat itu dengan wajah khawatir.

Sadar diperhatikan, Racheline segera menyudahi acara minumnya dan memasang tudung jaket hitamnya. Ia kemudian membuang gelas kosong--bekas susu--itu ke tempat sampah dan membalas tatapan kakaknya.

"Aku tak apa" sahutnya dengan senyum sedih. Zacky sedikit menundukkan kepala. Ia enggan melihat wajah kusam sang adik.

Mata Racheline terlihat merah dan agak bengkak. Rambutnya acak-acakan,  sudut bibirnya berdarah, bekas darah di pelipis dan terdapat memar di pipi kirinya. Bukti yang kuat akan sesuatu terjadi semalam.

Ya, Racheline selalu menjadi samsak tinju milik kedua orang tuanya setiap hari. Kemarahan, kekecewaan, kesedihan... Semuanya dilampiaskan kepada Racheline.

Terkadang badannya diinjak, kepalanya dibenturkan ke dinding, rambutnya digunting asal-asalan, dan perlakuan jahat lainnya.

Zacky tak pernah melindungi ataupun membela Racheline. Bukan karena ia takut diperlakukan dengan kasar seperti sang adik, melainkan Racheline sendiri yang melarang.

My Human Friend [♪end♪]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang