"Lo tau nama mereka nggak Sha?" tanya Tere kemudian.

"Tau dong!" jawabku. "Yang cowok agak besar itu Arlan, terus yang satunya itu Wendi dan....."

"Hai anak-anak.....!" Tere berteriak lantang tiba-tiba, sebelum aku selesai dengan kalimatku.

Anak-anak menoleh bersamaan.

"Kakak bawa buku loh!" Tere mengangkat tasnya tinggi-tinggi. "Siapa yangmau baca..???"

"Saya mau kak!" Seru mereka bersamaan.

"Kalau mau sini dong!" tanpa menunggu aba-aba sekali lagi, mereka yang awalnya asyik bermain dengan Alexander dan para sahabatnya kini berganti mengerubutiku dan Tere untuk mendapatkan buku yang mereka mau.

*****

"Ini namanya keeerrrbaaau...." Bagas terus menunjuk-nujuk sebuah gambar kerbau di salah satu buku yang dia pegang pada Bagus. Anak paling kecil di antara teman-temannya.

Hanya ada aku, Alexander, Bagas dan beberapa anak yang berkumpul. Selebihnya sedang bermain-main bersama Tere dan Samuel di padang ilalang.

"Sapi kak....!" ralat Bagus.

"Keerrrrbaaaauuu....." Bagas tak mau kalah.

"Sapi kaaaaak!" lagi-lagi Bagus tetap mempertahankan argumennya.

"kerbau Bagus, kerbau. Kalau sapi nggak begini ya ampuun!" Bagas mendesah jengah, dipadanginya Alexander dan aku bergantian, minta pembelaan. Namun kami berdua hanya senyam-senyum saja tidak peduli.

"Ih kakak, kalau punya tanduk itu sapi!"

"Heh, bocah! Keerrrbbaaaau juga punya tanduk tau. Emang siapa sih di sini yang mau jadi dokter hewan?!" Sahut Bagas sengit. "Gue dokternya. Gue tau anatomi semua hewan, termasuk kerbau sama sapi!"

"Yaelah Gas, sama anak kecil aja nggak mau ngalah!" Lerai Alexander. "Udahlah, sama-sama satu spesias kan. Kayak Bagas sama Bagus, juga sama-sama manusia."

"Ho'oh, udah di'iyain aja kalau itu sapi." Imbuhku.

Bagas menggeleng. "Nggak bisa gitu dong! Justru kita harus ngebenerin biar dia nggak salah kaprah sampe gede. Kalau ini nich kerbau. K-E-R-B-A-U. Keeerrrbaauu.....!"

"Kak ini sapi!" Bagus kembali menyela.

"Ini itu......"

"Itu kebo! Bukan sapi atau kerbau!"

Kami semua menoleh. Adit tiba-tiba berdiri lalu menunjuk gambar yang dipegang Bagas dengan polosnya.

Aku dan Alexander tertawa. "Naaaah....bener itu kebo! Bukan kerbau bukan sapi!" kekah Alexander. "Tos dulu dong Adit!" alexander mengangkat tangannya dan disambut Adit dengan cengiran lucu.

Bagas berdecak, menutup bukunya dengan cepat. "seraaaah....dimarahin sama moyangnya kerbau tau rasa kalian!" sungutnya sebal.

****

"Aduuuuh gatel banget ini!" gerutu Tere. Sejak tadi tangannya terus menggaruki kakinya yang tampak memerah.

"siapa suruh pakek rok begituan ke sana. Apalagi kamu main ke tengah padang sama anak-anak." Jawabku, mengambil sebotol minyak kayu putih dari dalam laci dan memberikannya pada Tere.

"Ya kirain nggak sampe kaayak begini." Dia membuka botol minyak kayu putih itu lantas dibalurkannya di kedua kakinya."Owwwh...perih....perih...."

Aku tergelak.

"Lain kali, pakai celana panjang aja. Biar safety!"

Tere hanya mengangguk, tangannya masih sibuk membaluri kakinya dengan minyak.

"Sha...." panggilnya kemudian.

"Hmm...."

"Gue mau minta maaf."

"Buat apa Ter?"

Tere meletakkan botol minyaknya di atas lantai.

"Karena gue berprasangka buruk sama Alexander."

Aku tersenyum. "Gue ngerti kok. Nggak bakalan ada yang percaya kalau dia cowok yang baik sebelum kenal dia lebih dekat. Awalnya kan gue juga benci setengah mati sama dia."

"Tapi sekarang cinta 'kan?"

"He'em." Aku tertawa.

"Okeeee.....mulai sekarang sahabat lo ini." dia menunjuk dirinya sendiri. "Akan mendukung hubungan lo seratus persen sama Alexander!"

Dan aku hanya terkekah.

***** 

iL Legame (tamat)Where stories live. Discover now