"Panas begini, sebenarnya malas sih buat ke kampus."

"Sama." Jawabku. "Enakan di kamar sambil...."

"Sambil pacaran!" potong Tere cepat.

Aku melirik Alexander kemudian tertawa.

"Yaudah....yok masuk." Tere menarik lenganku."Gue pinjem Alisha dulu ya Al, lo nggak apa-apa kan?" godanya.

Alexander mengangguk. "Bawa aja....."

"Tenang, dia bakal kembali utuh nggak kurang suatu apapun."

"Iya dong Ter, itu harus!" Alexander mengelus rambutku. "gue tunggu di cafe ya?"

Aku mengangguk.

Alexander mengedik pada Tere yang dibalas gadis itu dengan lambaian kecil.

"Gimana cowok gue?" tanyaku setelah Alexander pergi..

Tere mengangkat bahu.

"I feel, he's perfect boyfriend!" jawabnya. "Coba bayangin, secara cowok gue aja males parah waktu gue suruh nganterin ke kampus. Cowok lo? Dengan sukarela begitu!"

"Ya....karena dianya aja yang lagi nganggur." Jawabku sambil membuang wadah ice creamku ke tempat sampah.

Tere menggeleng.

"Dia nggak lagi nganggur."

"So?"

"Dia punya kerjaan kok!"

"Apa?!"

"Nyenengin lo."

Kami berdua tertawa bersamaan.

"Yaudah yok masuk. Kalau telat bisa-bisa kita nggak dibolehin masuk lagi. Profesor Anton kan nyeremin-nyeremin gimana gitu." Kata Tere kemudian.

Aku mengangguk. membenarkan kalimatnya.

****

"Akh.....aku cari kemana-mana juga ternyata di sini." Aku menjatuhkan bokongku di bangku panjang pinggir lapangan basket.

Alexander menoleh.

"Sorry....udah lama nich nggak main ini." ia menunjukkan bola basket yang dipegangnya, lantas mendrebel bola itu dan memasukkannya ke dalam ring.

Aku melongo. "Waaaah....hebat....hebat..." tepuk tanganku menggema tiba-tiba. "Kalau dilihat kayaknya enak banget ya mainnya...?"

"Kenapa?" dia berjalan ke arahku.

"Nggak bisa....." cengirku.

"Oh....nggak bisa?"

Aku mengangguk.

"Sini aku ajarin." Dia menarik tanganku dan membawaku ke tengah lapangan.

"Tangan kamu harus lemes Sha....jangan kaku gitu dong, nanti bolanya nggak bisa masuk." Dalam sekejap saja, Alexander sudah berubah menjadi guru olahragaku. Dia berdiri di belakangku, sedang tangannya terulur membenarkan letak jari-jariku.

Aku tersenyum. Kali ini fokusku tidak berada pada ring basket di depanku, atau bola bundar yang berada di tangaku. Justru aku sedang menikmati moment ini bersamanya, sambil diam-diam menciumi bau tubuhnya yang khas.

"Masukkan ke dalam ring pelang-pelan Sha...." suaranya mengaburkan lamunanku.

"Hah....ah...?" Aku tergagap, setengah menoleh padanya saat lengannya membantuku menyentakkan bola dengan lembut. Bola itu melayang seketika dan masuk begitu saja ke dalam ring dengan mudahnya.

"Masuk!" Alexander tertawa. "Kamu hebat Sha!"

Aku berganti pandang ke arah ring, dan bola itu sudah memantuk-mantul di lantai lapangan.

Kapan masuknya?

"Masuk?" aku membulatkan mata tak percaya. Dari sekian banyak percobaanku selama ini, baru kali ini aku bisa memasukkan bola itu ke dalam ring.

Alexander mengangguk, ia membuka kedua tangannya, bersiap memberikan pelukan padaku.

"Tentu saja! Pacarku sebenarnya berbakat."

Aku berdecak tidak yakin. Kalau saja dia tidak membantuku, aku yakin bola itu juga tidak bakalan masuk ke dalam ring semudah itu.

"Ayo dong peluuuk."

Tawaku berderai, seketika menghambur dan memeluknya.

"Alisha Hebaaat!" ia mengangkat tubuhku dan kami berputar-putar di lapangan.

"Berlatihlah lebih sering, pasti kamu akan mahir," katanya setelah ia melepaskan pelukan kami, dan tentu saja sebuah ciuman hangat mendarat di keningku.

***** 

iL Legame (tamat)Where stories live. Discover now