Mati sudah, dia yang hanya bisa berpura-pura jadi Rangga, sekarang tidak akan pernah bisa menjadi Billy di depan Mitha. Billy merapihkan pecahan gelas yang berserakan. Dalam benaknya, dia terpikir tentang keadaan Mitha. Hati yang sudah dia hancurkan berkeping-keping, sekarang dia hancurkan sampai menjadi abu.

+--+

"Mi... Buka pintunya, gue minta maaf." Reza mengetuk-ngetuk pintu kamar Mitha dengan penuh rasa bersalah. Dia yang berencana mempermalukan Billy di depan Mitha, malah membuat Mitha membencinya.

"Pergi Za, sekarang gue sadar lo gak punya hati." Ucap Mitha dari balik pintu.
"Tolong Mi, buka pintunya, kita bicara."
"Masih ada besok, pergi!"


Reza menyerah dan kemudian pulang ke rumahnya. Mitha terdiam di balik pintunya, air matanya jatuh. Dia tidak sanggup berkata-kata, kemudian sebuah panggilan terlintas di kepalanya.
"Bidadari? Bidadari apanya."

Mitha mendengar suara motor, tiba-tiba suara petir terdengar, hujan turun dengan derasnya. Apa mungkin hanya perasaannya saja?

+--+

Mitha keluar dari rumahnya, menghirup aroma tanah basah yang menyeruak.
"Mi, gue antar ya." Suara Reza tertangkap di telinga Mitha, tepat di samping Mitha.
"Gue sama Tante Lia aja." Mitha masuk ke dalam mobil dan menguncinya.

Mobil hitam hadiah ulang tahun Mitha itu melaju. Reza tahu artinya, Mitha belum memaafkannya.  Seandainya dia satu sekolah dengan Mitha, dia ingin sekali menjaga Mitha dengan ketat.

Tidak ada pembicaraan di mobil itu, hanya ada suara lagu tahun 2010 yang mengalun memenuhi mobil. Lia melihat keponakannya yang cengeng berusaha tegar. Bertahun-tahun dia bekerja untuk keluarga Mitha, dia merasa masa SMA Mitha sangat berat.

"Mitha belum baikkan ya sama Reza?" Tanya Lia saat mobil berhenti di depan sekolah.
"Belum, Mitha gak tahu harus mulai darimana."
"Gunakan waktu yang Mitha butuhkan sebaik-baiknya. Mitha semakin dewasa, berusahalah menghadapi masalah sendiri."

Klak

Lia keluar dari mobil, di luar mobil, Dhita sudah menunggu di depan gerbang sekolah. Dhita membantu Mitha keluar dari mobil, kemudian membantu Mitha masuk ke kelas.
"Maaf ya Dhit, acara makan kemarin jadi hancur gara-gara gue."
"Gak apa-apa, gue masih bisa pergi kesitu kapan saja bareng Reza."

Tak lama Billy datang, wajahnya penuh lebam. Dia juga terlihat sangat lemas,
"Muka lo kenapa Bil?" Tanya Dhita.
"Biasa, anak cowok." Ucap Billy dengan percaya diri.
"Lo dipukulin Reza?" Tanya Dhita lagi.
"Iya, gue pantas kok dapat ini." Ucap Billy. Dhita merasa ini bukan saatnya mencampuri urusan Mitha dan Billy.

"Gue duluan ya Mit, Bil," Dhita pergi dari kelas Mitha. Karena sudah terlanjur bicara, Billy memilih untuk duduk di kursinya di belakang.

"Bil, bisa lo duduk di kursinya Rangga sebentar? Sampai Rangga datang." Ucap Mitha, entah kenapa, rasanya Billy sudah tidak memiliki kuasa dengan tubuhnya. Billy menurut saja dan duduk di kursi Rangga.

"Soal kemarin-"
"Gue gak tau siapa yang harus gue terima maafnya." Mitha memotong pembicaraan Billy.
"Gue mau lakuin apa aja biar lo mau maafin gue Mit." Billy berlutut di depan Mitha, walaupun dia tahu Mitha tidak akan melihatnya.
"Omong kosong."

"Gue serius Mit, gue mau lakuin apa aja yang lo suruh." Tegas Billy sambil menatap wajah Mitha.
"Gue jahat loh kalau nyuruh orang." Mitha berusaha membuat Billy berhenti bercanda.

"Lo baik, apapun yang terjadi, lo orang baik dimata gue." Mitha merasakan nada keseriusan dari suara Billy.
"Kalau gue minta lo jauhin gue, emang lo mau?" Mitha masih berusaha membuat Billy berhenti bercanda.

"Apapun selain itu, boleh?" Ucap Billy, suaranya sangat sendu.
"Jujur gue gak bisa milih antara lo sama Reza. Gue gak mau lo jauhin gue, tapi gue juga gak bisa liat lo sama Reza berantem karena gue." Mitha merogoh saku bajunya, mengeluarkan selembar kertas yang sudah di tanda tangani.

Mitha meraba-raba, mencoba meraih tangan Billy dan Mitha baru menyadari Billy sedang berlutut dihadapannya. Mitha menarik tangan Billy dan memberikan kertas itu.

"Ini apa?" Tanya Billy.
"Itu cek, udah gue tanda tanganin. Lo tulis aja nominal uang yang lo butuhin, pakai uangnya buat pengobatan adik lo dan gue harap lo gak perlu kerja paruh waktu lagi." Ucap Mitha.

"Kenapa malaikat kayak lo harus kenal dan suka sama gue Mit? Gue gak punya harta, tapi gue punya tenaga. Jadi tolong Mit, jangan tolak permintaan gue. Lo boleh permaluin gue, lo boleh nyuruh gue apa aja, apapun selain jauhin lo Mit." Billy menggenggam tangan Mitha dengan erat, sambil mencium tangan Mitha.

"Gue gak butuh balas budi lo Bill, gue ikhlas bantu lo dan gue bukan pembenci, gue udah maafin lo." Mitha mengelus kepala Billy.

"Lo mau gue mati karena rasa bersalah?"
"Ok..." Mitha sudah tidak tahan berdebat, dia hanya bisa mengiyakan.
"Lo bisa ngandelin gue 24 jam, kapan pun." Mitha mengangkat kepalanya dan sesekali mencium tangan Mitha.

"Bangun, jangan kayak gini." Billy berdiri dan duduk di kursi Rangga.

Hari itu Billy benar-benar menepati perkataannya. Dia berlari kesana kemari membantu Mitha, beli makanan ke kantin, menuliskan catatan untuk Mitha, membereskan buku-buku Mitha dan dia melakukannya sebagai 2 orang, Billy dan Rangga.

Handphone Mitha bergetar, Mitha mengeluarkan handphone-nya.
"Ga, bisa tolong bacain gak?" Mitha memberikan handphone-nya kepada Billy. Sebuah pesan suara masuk dari Reza, Billy memutar pesan suara itu dengan volume tinggi.

"Mi, gue udah di depan gerbang sekolah lo, kita pulang bareng ya."

"Dari Reza ya, pacarnya Dhita. Anterin gue ya Ga, sekalian gue mau kenalin Reza sama lo." Ajak Mitha. Billy gelagapan, kalau Mitha mempertemukannya dengan Reza, semua penyamarannya akan terbongkar. Billy menarik tangan Mitha dan menuliskan kata-kata.
"Gak usah, gue harus pulang cepat."

"Sebentar aja kok, kalau perlu nih ya gue suruh Reza antar lo pulang." Bukan itu yang membuatnya tidak ingin menemui Reza.

"Ta-" Mitha menepis tangan Billy, tidak ingin mendengar penolakan.
"Gak ada alasan." Billy memutar otak dan akhirnya terpikir sebuah ide. Billy mundur beberapa langkah ke meja belakang.

"Gue aja yang antar." Ucap Billy seakan-akan dia dari tadi sedang menunggu Mitha.
"Lo masih disini Bill?" Tanya Mitha, Billy berjalan mendekati Mitha.

"Iya, gue pengen pastiin lo sampai rumah dengan selamat." Jawab Billy.
"Gue gak mau lo ketemu Reza, nanti lo dipukulin lagi gimana?"

"Gak apa-apa, Reza pasti gak mau malu-maluin lo dan buat lo marah, itu gak akan terjadi." Ucap Billy dengan percaya diri.
"Yaudah deh, kita duluan ya Ga."

Mitha dan Billy berjalan menuju gerbang. Disana Reza terlihat sedang mengobrol dengan pak satpam. Reza melihat kearah Mitha yang sedang di gandeng Billy. Sampai di gerbang Reza menarik tangan Mitha agar menjauhi Billy.
"Lo ngapain deket-deket Mitha!"
"Udah Za, katanya mau pulang bareng." Mitha menarik Reza sekuat tenaganya. Reza menunjuk wajah Billy kemudian naik ke motornya dan membawa Mitha pergi meninggalkan sekolah.

Mitha Linda : Budak CintaWhere stories live. Discover now