4 _ Perasaan

12 0 0
                                    

Mitha terdiam di tempat tidurnya, menatap langit di luar jendela. Merenungkan hubungannya dengan Billy.

Drrrt

Mitha melihat layar handphone-nya, Billy meminta melakukan videocall. Mitha menghapus air matanya dan menerima panggilan Billy.

"Hai, malaikat langit." Sapa Billy saat pertama kali sambungan terhubung.
"Hai, manusia bumi." Balas Mitha.
"Lagi apa?"
"Bil, bisa kita ketemu hari ini? Di kafe Jingga, jam 10?" Ucap Mitha dengan satu nafas.
"Bisa, ada apa? Kayaknya serius banget."
"Disana aja, bye." Mitha mematikan sambungannya. Billy menatap handphone-nya dengan bingung.

Billy tidak ambil pusing, dia bergegas mandi dan bersiap. Memakai baju terbaiknya, berdandan setampan mungkin. Semprot parfum sana, sini dan menyisir rambutnya. Billy melirik kearah jam tangannya, mengambil helm dan kunci motor, kemudian berangkat.

Billy sangat senang, setelah sekian lama, akhirnya dia bisa mengungkapkan perasaannya dan menjadi pacar Mitha. Dia tidak menyangka, Mitha memiliki perasaan yang sama dengannya. Selama bertahun-tahun, Billy hanya bisa memendam perasaannya, harus puas hanya dengan menatap Mitha di kelas.

Billy sampai di kafe Jingga, dia melihat kearah jam tangannya. Billy turun dari motornya dan masuk ke dalam kafe. Mata Billy melihat ke segala arah, mencari keberadaan Mitha. Segaris senyuman terlukis ketika matanya menangkap sosok Mitha dan mendapati seorang laki-laki sedang duduk berhadapan dengan Mitha.

"Hai Mit," Sapa Billy, Billy melihat kearah laki-laki dan terkejut. "Reza?"
"Billy, wah apa kabar Bil?" Billy dan Reza bersalaman.
"Baik, lo sendiri gimana?"
"Sangat baik."

"Kalian saling kenal?" Tanya Mitha yang sedari tadi diam melihat kehangatan Billy dan Reza.
"Dia temen SMP gue, Mit." Jawab Reza.
"Kalian...?" Tanya Billy
"Mitha ini tetangga gue. Tenang aja Bil, gue kesini nganter Mitha doang kok, plus dapet pajak jadian." Jawab Reza lagi. Billy ber-oh-ria.

"Makan sepuas lo," Mitha menyodorkan sebuah kartu kredit kepada Reza.
"Bye Mimi, duluan ya Bil." Reza mengambil kartu kredit itu kemudian pergi.

Billy duduk di kursi yang ditinggalkan Reza, duduk berhadapan dengan Mitha.

"Pesen?"
"Gue udah makan."
"Oh iya kita main jujur-jujuran yuk?" Ucap Mitha.
"Ayo," Ucap Billy menyetujui.
"Gue duluan, nama gue Mitha Linda, anak tunggal dari bapak Bratama, pembisnis dan ibu Karmia, istri pembisnis-" Mitha sisipkan tawa dari kejujurannya. "Bersekolah di SD, SMP dan SMA negeri. Bercita-cita menjadi penerus bisnis keluarga yang sukses. Makanan kesukaan gue cokelat, minuman kesukaan gue susu cokelat, warna kesukaan gue biru langit. Dan gue adalah pacar dari Billy Airlangga."

Mitha mengayunkan tangan kanannya dari kiri ke kanan. Menutup penjelasan singkat tentang dirinya.

"Giliran gue ya, nama Billy Airlangga, tahun ini umur gue 18 tahun. Putra sulung dari bapak Wisnu dan ibu Tia. Gue punya 1 adik, namanya Bima Sadewa.

"Gue bersekolah di SD swasta, SMP dan SMA negeri. Gue ketua dari organisasi penggalangan dana di statiun terbengkalai. Pacar dari Mitha Linda." Billy mengikuti cara Mitha menutup penjelasannya.

"Dan..." Mitha memancing Billy untuk melanjutkan penjelasannya.
"Dan?" Billy bingung dengan kata yang digantung Mitha.
"Dan... Tunangan dari Vivian Nasyila." Seketika air muka Billy berubah, terlihat sangat terkejut.

"Lo tahu?"
"Tadi pagi Vivi telepon gue, gue kira hubungan gue sama dia akan jadi lebih baik, ternyata semakin buruk." Mendengar penjelasan Mitha, Billy dengan cepat meraih tangan Mitha dan memohon-mohon maaf.
"Demi apapun Mit, gue gak bermaksud bohong sama lo, gue minta maaf."

"Jujur saja Bill, hati gue hancur banget, gue kecewa sama lo. Saking kecewanya marah pun gue gak bisa, gue cuman bisa diam. Gue ingin hubungan kita sampai disini." Mitha pergi meninggalkan Billy yang terdiam, penyesalan mulai mencekik leher Billy. Billy mengeluarkan handphone-nya dan menelpon Vivi.

Tutt...
Tutt...
Tutt...

"Suprice!" Itu kata pertama yang didengar Billy. "Akhirnya rencana kita-eh rencana gue, sukses."
"Ini gak ada di perjanjian."
"Yaiyalah gak ada, kalau ada, pasti lo gak mau ikutan. Yaudah lah Bill, terima nasib aja, yang penting lo udah 'pernah' merasakan jadi pacar Mitha selama beberapa jam."

"Dasar j*lang! gue sumpah in lo gak akan pernah bahagia!" Billy mematikan sambungan teleponnya. Billy menyesali segala kesepakatannya dengan Vivi, amarah mulai menjalar ke hatinya. Billy keluar dari kafe dan bergegas pulang.

Semua emosi bercampur, amarah, penyesalan dan kesedihan, bercampur tak karuan. Dalam pikirannya, apa yang akan terjadi antara dia dan Mitha setelah ini? Apa yang akan dia lakukan pada Vivi? Apa dia harus tetap datang nanti malam?

+--+

Mitha berdiri di depan kue ulang tahunnya yang serba cokelat strawbery, lilin di nyalakan, semua bernyanyi lagu yang sangat khas saat akan meniup lilin. Terbersit dalam benaknya, tidak seharusnya dia bersedih, disaat orang lain sedang berbahagia. Setelah lagu selesai, Mitha memejamkan matanya, berdoa. Setetes air mata mengalir, Mitha membuka matanya dan meniup api yang berkibar-kibar di atas sumbu lilin.

Mamah menghapus air mata Mitha dan tersenyum. Mitha membalas tersenyum dan mulai berjalan menemui tamu-tamunya. Semua yang berpapasan dengan Mitha memberikan selamat, ada juga yang memberikan doa dan ada juga yang memeluknya dengan hangat.

Sebuah tangan menahan langkah Mitha, Billy berdiri dibelakang Mitha. Mitha menghembuskan nafasnya kasar, kemudian berbalik dan tersenyum.
"Hai Bill,"
"Mit, kita harus ngobrol soal-"
"Jangan di pesta ulang tahun gue atau memang itu tujuan lo? Menghancurkan kebahagiaan gue?" Mitha mendorong tangan Billy agar terlepas. Kemudian berjalan pergi, kebagian outdoor party. Billy mencoba mengejar, tapi tiba-tiba Reza menghalangi jalan Billy.

"Lo mau kemana?" Tanya Reza.
"Gue harus jelasin soal hubungan gue sama Vivi." Billy berubah merangsek, tapi Reza terus menghalangi.

"Kalau lo ada urusan sama Mitha, lo ngomong sama gue aja." Tegas Reza.
"Tapi gue harus ngomong langsung."

"Sekali lagi lo keras kepala, kita selesaikan diluar, 1 lawan 1."

Byurrr

Dari arah kolam renang terdengar orang-orang histeris memanggil nama Mitha, saat Reza lengah, Billy segera berlari ke kolam renang. Disana Mitha sedang terengah-engah kehabisan nafas, Mitha tenggelam. Tanpa pikir panjang, Billy melompat ke kolam renang dan menyadari sesuatu. Kolam renang itu dangkal, Billy berdiri dan melihat Mitha tertawa dengan puas.

"April mop, Billy." Teriak semua orang yang mengelilingi kolam renang.
"April mop." Ucap Mitha sambil mencubit pipi Billy. Mitha memeluk Billy, kemudian berbisik.
"Ini hanya kenangan terakhir, mulai besok, kita gak lebih dari temen satu kelas." Mitha melepaskan pelukannya, melihat ekspresi Billy yang awalnya tersenyum, sekarang menjadi sedih.

"Let's have a party" teriak mc dari panggung. Lagu mulai mengalun dengan kencang, menggema dengan lampu yang berkelap-kelip.

Mitha dan Billy saling bertatapan, Mitha berkata sesuatu, tapi suaranya tak terdengar, suara musik meredam suara Mitha. Kemudian Mitha berlalu pergi, keluar dari kolam renang. Billy terdiam, di malam yang dingin ini, harusnya dia segera membawa Mitha keluar dari kolam renang, apapun yang terjadi.

Billy melihat kearah Mitha yang sudah diselimuti handuk. Bajunya yang keemasan berkilauan terkena cahaya lampu, wajah Mitha yang biasa dilihatnya, sekarang terasa mahal baginya. Mitha memberikan tos kepada teman-teman yang sudah membantunya.

"Kalaupun hubungan kita berakhir, gak gini caranya." Billy berjalan perlahan kepinggir kolam renang dan pergi meninggalkan gedung itu.

Mitha Linda : Budak CintaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz