Seseorang dengan pembawaan angkuh mulai melangkah ke atas podium, menyampaikan beberapa kata yang diangguki oleh seluruh tamu yang ada.

"Dia kembali,"

"Siapa, Airlangga?"

"Tentu saja, aku penasaran apa dia hadir malam ini?"

Perempuan yang baru saja Guin layani, dengan menuangkan minuman ke gelasnya, ikut berbicara.

"Tentu saja dia hadir, kalau tidak aku tidak mungkin mau datang kesini. Arah pukul 9, dark grey suit"

Semua perempuan di meja itu menengok ke arah yang dituju, membuat Guin juga ingin melihatnya. Namun urung karena bisa menurunkan profesionalitasnya.

"Diaa... Sangat berbeda. Terlihat sangat berkharisma dan berbahaya". Perempuan bergaun ungu itu terlihat mengamati.

"Allura, kamu serius akan mendapatkan dia kembali?" Perempuan bergaun ungu itu melanjutkan.

Perempuan bernama Allura itu tidak langsung menjawab, ia melirik ke arah Guin, Memberi isyarat melalui jarinya agar Guin mendekat.

"Coba tanyakan pada gadis di sampingku ini? Siapa namamu?"

"Larasati,"
Guin mengabaikan pidato seseorang di atas podium, lalu menjawab dengan ramah pertanyaan tamunya.

"Kenapa kami harus bertanya pada pelayan ini, Ra. Kamu sedang mempermainkan kami ya?" Seorang gadis yang duduk di samping Allura menyorot tajam ke arah Guin.

"Dia yang malam ini akan membantuku mendapatkan pria itu, bukan begitu Larasati?"

"Apa? Maaf nona saya tidak mengerti" Guin mundur selangkah, bermaksud menghindar. Matanya mencari cari pria yang dibicarakan perempuan perempuan di hadapannya.

Arah jam 9.

Guin melihat beberapa pria muda disana, mereka semua sangat mencolok terutama lelaki berjas abu itu. Meski dari belakang Guin bisa merasakan aura yang kuat dari sana. Beberapa pasang mata sesekali melirik ke ara pria itu. Membuat Guin yakin bahwa pria ini adalah incaran para gadis dewasa didepannya.

"Larasati"

Guin mengalihkan perhatian ke Allura.

"Ikut aku sebentar"

Guin mengekori Allura, mereka keluar dari ballroom.

"Pria yang kami bicarakan tadi, aku ingin kamu melakukan sesuatu agar dia bertekuk lutut di hadapanku"

"Jika boleh saya tahu siapa dia?"
Guin tahu dia sudah selangkah menyalahi aturan tetapi ia tetap bertanya untuk mengenyangkan rasa penasarannya.

"Dia pria yang aku inginkan, sebentar lagi dia naik kursi. Kamu akan tahu siapa dia nanti, aku akan memberi apapun yang kamu mau termasuk jabatan manajer di hotel ini. Jika kamu mau bermain dengan aku"

Guin ingin tertawa. Tapi ia tahan demi kesopanan. Pertanyaannya adalah bisakah mahasiswa semester 4 menjadi manager hotel sebesar ini?. Guin seharusnya menolak dengan tegas, ia tidak boleh berkompromi dengan tamu dan melibatkan orang lain seperti ini. Seharusnya.

"Jika saya gagal, apa dipecat?"

"Tidak juga, aku hanya mencoba peruntungan malam ini. Jika kamu gagal tidak masalah, aku masih memiliki banyak cara. Tapi pertimbangan jabatan manager yang aku tawarkan tadi".

"Baiklah, saya bersedia".

------

Guin berjalan ke arah meja pria itu. Semakin mendekat, Guin merasakan dadanya tiba tiba nyeri. Botol kecil pemberian Allura sudah Ia simpan, sedikit saja kesempatan datang Guin sendiri yang akan melakukannya.  Ia meremas rok selututnya untuk menenangkan diri lalu melangkah kembali. Sebuah kebetulan, seorang pemuda berwajah western memanggilnya. Guin langsung mendekat dan menuangkan minuman. Ia kemudian berdiri di belakang pemuda itu.

Kegugupan kembali menyerang Guin, saat lelaki berjas abu itu memintanya mendekat.
Pria itu mendongak, mengisyaratkan kepada Guin agar menunduk.

"Yes. Sir. May I help you?"
Pria itu tersenyum, membuat sebagian jiwa Guin tidak berada pada tempatnya untuk sesaat. Sepersekian detik kemudian pria itu sudah membisikkan sesuatu.

" Guin, mengapa kamu tidak memakai cincin kita?"

Cincin?

Pria itu mendekat, membisikkan sesuatu lagi kepada Guin.

"Guinina Larasati, kamu tidak mengenaliku? Seriously?"

Pria itu tertawa. Jenis tawa yang mengundang, terbukti beberapa meja di dekat mereka langsung menengok ke arah mereka. Guin mulai agak mengerti mengapa perempuan perempuan seperti Allura sangat menginginkan pria ini. Dia memiliki daya tarik yang sangat kuat. Guin bahkan harus berpikir sangat keras untuk menerjemahkan perkataan pria ini. Lututnya agak gemetar, sejujurnya. Tapi Guin diam saja.

"Air, are you Ok?"

Pria bernama Air itu berhenti tertawa, lalu memasang wajah seriusnya kembali.

"It's Ok, Jarren."

"Tidak biasanya seorang Airlangga Lynn Marshall seperti ini".

Guin membeku di tempat. Sekarang bukan hanya lututnya yang gemetar, seluruh tubuhnya terasa menggigil saat ini juga.

Jadi ini dia Airlangga Lynn Marshall. Pria yang selalu digembor-gemborkan oleh sahabat-sahabatnya.
Jadi ini si Airlangga, Pria yang menjadi incaran para perempuan secantik Allura.

Jadi ini dia Airlangga Lynn Marshall.
Tunangannya.
------
Akhirnya Mereka bisa bertemu, hueheheheheheee

The Minister is MineWhere stories live. Discover now