🍭 Part 2 🍭

61 18 13
                                    

Keesokan harinya Marisa tidak masuk ke kampus. Hatinya masih hancur karena Davin. Maka dari itu ia memilih untuk tidak masuk kuliah.

Kring!

Kring!

Ponsel Marisa berdering, menandakan bahwa ada seseorang yang meneleponnya. Saat Marisa melihat layar ponselnya, ternyata yang meneleponnya adalah Hanna lalu jari manis Marisa pun menekan gambar warna hijau.

"Halo. Kenapa, Han?"

"Lo ke mana? Gak kuliah?"

"Lagi gak mood kuliah."

"Emang ada gitu? Dengerin ya, nilai lo pas-pas'an masa mau kuliah aja nunggu mood balik. Kalau mood lu baliknya tahun depan gimana? Mau jadi mahasiswa abadi, Lo?"

"Berisik, Lo. Kalau mau tau kenapa, lo ke rumah gue aja."

"Ish. Ya udah nanti dari kampus gue ke rumah lo."

"Hmm iya."

Tut.

Marisa pun memutuskan sambungan teleponnya dengan Hanna. Bagi Marisa, Hanna adalah salah satu teman yang selalu ngerti kondisinya dan selalu memberikan solusi ketika ia tidak bisa berpikir secara jernih lagi.

☕☕☕

Saat di kampus Davin menghampiri pacarnya di kantin yang sedang makan berdua dengan temannya. Kini pacarnya bernama Jeslyn Margaretha. Sebenarnya Davin berpacaran dengan Jeslyn hanya untuk bersenang-senang, bukan atas dasar kata 'cinta' dari hati.

"Baby, hey! Makan terus lo. Nanti gemuk, loh."

Jeslyn tersenyum dan berkata, "Iya enggak kok. Lagian aku rajin olahraga juga. Gimana tadi?"

"Apanya?"

"Belajarnya."

"Ohh ... bagus dong. Tapi kali ini dosennya bikin bosen."

"Kenapa?"

"Udah tua hahaha ...."

"Dih. Gak boleh gitu."

"Bercanda baby."

Mereka berdua pun berbincang-bincang hingga teman Jeslyn yang di sebelahnya merasa sangat jenuh. Sehingga ia lebih memilih untuk pulang dari ada ia terus-terusan menjadi nyamuk.

Jeslyn sangat sayang dengan Davin. Ia selalu berharap bahwa Davin adalah pasangan yang terbaik untuknya.

"Nanti malam lo sibuk gak? Kalau enggak, kita jalan yuk!" ajak Jeslyn.

"Jalan? Kayaknya gak bisa. Gue ada urusan."

"Ngapain?"

Davin terdiam sejenak memikirkan alasan yang tepat supaya Jeslyn percaya. "Gue harus jemput nyokap di bandara."

"Memang nyokap lo dari mana?"

"Dari Eropa." Jeslyn mengangguk percaya.

"Ya udah gue duluan ya," kata Davin lalu pergi.

"Eh, kan ...." Jeslyn menghela napasnya.

Jeslyn mengajak Davin jalan karena sudah cukup lama ia tidak jalan dengan Davin. Ia pun merasa bahwa akhir-akhir ini sikap Davin dengannya berubah. Berbeda dengan dulu saat ia kenal.

☕☕☕

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.35 AM. Hanna memasukkan buku-buku ke dalam tas berwarna cokelatnya. Setelah dari kampus, ia pergi ke toko kue sebelum ia ke rumah Marisa.

Setelah dari toko kue, Hanna pun langsung pergi ke rumah Marisa. Hanna tahu betul jika Marisa adalah orang yang sangat suka makan.

Tok!

Tok!

Pintu itu pun terbuka dan keluarlah seorang wanita paruh baya yang diketahui itu adalah asisten rumah tangga Marisa.

"Eh, Non Hanna. Ada apa?"

"Ada Marisa, kan, Bi?"

"Iya ada, Non. Dari tadi pagi Non Marisa gak keluar kamar."

"Lagi patah hati kali, Bi. Ya udah kalau gitu, saya ke kamar Marisa dulu ya, Bi." Bi Surti pun mengangguk.

Suasana rumah Marissa pada saat itu sangat sepi. Hanna tahu pasti kedua orang tua Marisa ke luar kota untuk mengurus pekerjaannya.

Ceklek.

Hanna terbelalak melihat kamar Marisa yang sangat berantakan. Ia sangat kesal melihat kamar seperti kapal pecah seperti kondisi kamar Marisa pada saat ini.

"Ya ampun, Marisa ... lo, tuh cewek. Bisa gak, sih rapi dikit?" omel Hanna sambil mengambil guling Marisa yang terjatuh.

"Argh! Nanti gue beresin kalau udah mood gue balik."

Hanna menghampiri Marisa. "Memang lo ada masalah apa, sih?"

"Gue putus sama Davin."

"Putus? Kenapa bisa?"

"Ya bisalah. Gimana, sih lo?"

Hanna melempar bantal karena kesal dengan Marisa. "Gue nanya serius. Lo putus sama Davin karena apa?"

"Gara-gara gue lambat datang aja. Awalnya, kan gue ngerjain skripsi di kafe lestari-"

"Terus?"

TBC ....
Jangan lupa vote ya❤

Senang dan Duka [ On going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang