📌9⃣📌

2.7K 254 29
                                    

"Hm.. Thorn kok perasaanku nggak enak ya."

Yaps, Taufan sekarang sedang melakukan panggilan video dengan Thorn.

"Hm.. Nggak enak gimana?" balas Thorn dengan mata setengah terbuka atau setengah tertutup (?).

"Nggak tau juga, tiba-tiba kepikiran kak Hali."

"Telpon aja.. Siapa tau di angkat."

"Nggak, ah. Ntar aku ganggu kerja dia lagi. Lagian aku masih mau liat kamu."

Thorn memutar malas bola matanya, ia ingin tidur tapi ia juga tak bisa mengabaikan Taufan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah kejadian itu, Halilintar sebisa mungkin tidak bertemu manusia. Kenapa? Karena setiap manusia yang ia temui pasti memperlambatnya untuk pulang ke rumah hari ini.

Jadi, dia memilih jalan memutar dan memilih tempat yang jarang di lalui orang.

Halilintar melihat sekilas jam tangannya yang sekarang menunjukkan pukul 2.50 pagi.

Ya.. Perjalanannya berjalan lancar, benar saja memilih tempat sepi akan mempercepatnya sampai rumah.

"Kakak!"

Suara seorang anak kecil menyapa indra pendengarannya. Dia menoleh dan mendapati tiga anak kecil sekitar belasan tahun menatapnya dengan tatapan aneh.

"Kak, kita mau begal kakak!"

Terkejut Halilintar mendengar ucapan jujur anak itu.

Apa? Yang bener aja...

"Hm.. Adik ini kalo ngomong di pikir dulu ya.. Jang-"

"Kita udah mikirin kok.. Kita liat kakak selalu jalan lewat sana, karena tempatnya rame kita nggak berani, dan kebetulan kakak sekarang lewat sini jadi kami mau begal kakak."

"Iya tuh, kak. Sering banget kita liat kakak bawa makanan enak kadang mainan bagus. Pasti duit kakak banyak kan?"

"Bener banget tuh kak, makanya kita pilih kakak buat kita begal."

Ketiga anak itu mulai mengeluarkan senjata mereka, yang Halilintar liat pasti pisau dan golok.

Mereka mulai melangkah mendekati Halilintar, dan Halilintar perlahan berjalan mundur. Otaknya berpikir bagaimana caranya untuk kabur secara perlahan tapi pasti.

Langkah Halilintar terhenti saat dirinya merasa menginjak sesuatu. Ia melihat kebawah. Dia menginjak kaki seseorang.

Halilintar membalikkan badan dan betapa terkejutnya ia ketika sudah ada tiga anak yang lebih dewasa dari pada anak yang ada di depannya.

"Mending kakak diem, dan.. Mati dengan tenang."

Anak itu mulai mengayunkan sebongkah kayu besar ke arah Halilintar. Untung Halilintar melihat kayu tersebut dan berhasil menghindar.

Tapi, sepertinya Halilintar harus banyak berjuang lagi, karena yang lain mulai menyerangnya juga secara bersamaan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Duh.. Perasaanku kok jadi makin nggak enak gini yah.. Telpon kak Hali nanti dia marah. Tapi, kalo belum dicoba belum tau kan."

Akhirnya, setelah setengah jam berpikir, Taufan memutuskan untuk menelpon Halilintar.

"Angkat dong kak, jangan bikin aku khawatir."

Panggilan pertama tidak terjawab. Taufan memutuskan untuk terus menelpon kakaknya, tidak peduli di seberang sana kakaknya sedang apa, yang penting saat ini dia bisa mendengar suara kakaknya.

Di tempat lain

"Duh.. Kakak, dari tadi ada yang nelpon nih.."

Seorang gadis sekitar 18 tahun mendekati anak yang mengeluh padanya.

Di tangan anak itu terdapat Handphone berwarna merah bertempelkan stiker kilat di belakang.

Gadis itu merebutnya dan melihat nama si penelpon.

"Ciih.. Taufan."

🕸🕸🕸🕸🕸🕸🕸🕸🕸🕸🕸

Siapa kah dia?

Tunggu next chapter..

Vote ⭐ dan komen 💬

15 April 2020

dyrannosaur


A HugWhere stories live. Discover now