Enam

139 12 0
                                    

Minggu demi minggu berlalu. Jeonghan menghabiskan waktunya seperti biasa. Membaca buku-buku medis yang diberikan oleh Bae, menjawab latihan soal yang ada di buku, mencoba membuat kudapan ringan, bertemu Bae, bermain dengan Yuna--keponakan Lee sekaligus orang kepercayaan Bae, pergi keluar bersama Joshua, bermain sepeda mengelilingi Avery Street, dan bertemu Choi Seungcheol.

Seungcheol semakin menyenangkan dan menjadi lebih banyak bicara dari sebelumnya. Dia bercerita banyak hal. Tentang perang, tentang wabah penyakit, tentang cita-cita, tentang keluarga, tentang bulan dan rasi bintang.

Malam itu malam pertama yang benar-benar cerah setelah beberapa hari terakhir diguyur hujan dan angin kencang. Malam itu terasa seperti malam musim panas sebelumnya, dengan banyak sekali bintang di angkasa. Jeonghan merebahkan diri diatas lantai teras yang terasa dingin, menyangga kepala dengan kedua tangan. Seungcheol berada di sebelahnya. Angin malam itu berhembus cukup kencang.

"Apa yang kau tahu tentang Aquarius?" Seungcheol menoleh sekilas untuk mengajukan pertanyaan yang membuat Jeonghan mengerutkan kening seketika.

"Aquarius?!" Seungcheol mengangguk dan tertawa pelan. "Hanya sebatas zodiak. Tidak lebih," tawa Seungcheol berlanjut. "Kalau begitu apa yang kau tahu tentang Aquarius?!" Balas Jeonghan dengan suara menantang.

Seungcheol berdeham. Dia menggeser posisinya sedikit hingga sikunya bersentuhan dengan siku Jeonghan. "Aquarius itu rasi bintang paling besar, tertua, dan terkenal di antara rasi bintang lainnya. Pamanku pernah bercerita, bahwa Ganymede adalah sosok Aquarius itu sendiri. Zeus mengundang Ganymede ke Gunung Olympus karena ketampanannya dan memberinya umur yang panjang," mereka kembali menatap langit malam. "Dan apa kau lihat yang di sana itu?!" Seungcheol menunjuk kumpulan bintang yang ada tepat diatas mereka. "Kurasa itu Aquarius..."

Jeonghan harus menyipitkan kedua mata agar bisa melihat dengan jelas kumpulan bintang yang ditunjuk oleh Seungcheol. "Apa kau yakin itu benar-benar Aquarius?"

"Sepertinya..."

"Bagiku itu tampak seperti penari balet..." Dan Seungcheol meledak tertawa.

Mereka terus memandang langit malam yang dipenuhi bintang hingga pukul sebelas malam. Seungcheol melompat dari posisi tidurnya, mengibaskan debu dan juga kotoran yang ada di celana jinsnya. Jeonghan melakukan hal serupa. "Aku benar-benar harus pulang. Kalau tidak ayah mungkin akan marah..."

Jeonghan menganggukkan kepala. Dia mengantar Seungcheol mengambil sepedanya dan menunggunya naik ke atas sepeda. Tangan Seungcheol terjulur, meminta Jeonghan mendekat, dan Jeonghan menuruti permintaannya. Tanpa diduga Seungcheol memberinya kecupan di kedua pipi membuat wajah Jeonghan merona. Jeonghan menutup mata selama beberapa saat. Ia bisa merasakan dinginnya bibir Seungcheol yang beberapa detik lalu berada di kedua pipinya. Didengarnya Seungcheol tertawa pelan.

Seungcheol melambaikan tangan keluar dari pekarangan rumah Jeonghan, menaiki sepeda dan mengayuhnya pelan. Jeonghan mengawasinya hingga sosoknya menghilang di tikungan depan sebelum ia sendiri kembali ke dalam rumah untuk membersihkan diri sebelum pergi tidur.








Matahari bersinar terik sekali keesokan paginya. Joshua datang berkunjung tepat pukul sembilan. Dia memakai celana pendek dengan atasan berwarna salem. Setitik keringat mengalir dari keningnya yang mulus.

"Aku berhasil membujuk Mum dan Dad dan mereka setuju untuk tetap tinggal di sini sebelum aku berumur dua puluh tahun..." Joshua melemparkan sebungkus besar keripik kentang yang ia bawa dari rumah kepada Jeonghan yang menerimanya dengan gesit. "Maksudku, aku tidak mau pergi jauh dari tempat ini. Dan aku ingin melihat Seokmin dengan seragamnya lebih dulu sebelum kami akhirnya pindah..."

Jeonghan yang sedang berusaha membuka bungkus keripik kentang mengangkat wajah. Lee Seokmin, kekasih Joshua... Jeonghan hampir lupa bahwa Seokmin juga akan mengikuti program wajib militer. Seokmin berusia dua tahun dibawah mereka, dan dia dilahirkan dari keluarga militer. Ayahnya seorang tentara dan ibunya seorang perawat yang bekerja di rumah sakit pusat. Mendengar nama Seokmin disebut, seketika muncul sosok Seungcheol dalam pikiran Jeonghan. Seungcheol dan obsesinya untuk terjun langsung dalam medan perang.

"Apa sudah ada kabar kapan pendaftaran wajib militer itu dibuka?"

Joshua mengerutkan kening. "Kurasa sebentar lagi. Kurang dari dua bulan lagi..." Melihat raut wajah Jeonghan yang tiba-tiba saja berubah, membuat Joshua menatapnya bingung. "Ada apa?!"

"Tidak..." Jeonghan menggeleng sambil berusaha menampilkan senyuman meyakinkan.

Joshua dan Jeonghan memutuskan untuk membuat pai daging cincang, salah satu cemilan favorit Seokmin. Jeonghan lebih banyak bicara daripada bekerja, dan sesekali Joshua menanggapinya dengan bercerita tentang Seokmin dan keluarganya, tentang apa saja yang ia sukai dari Seokmin, tentang wajahnya yang diabadikan dalam bentuk lukisan oleh Seokmin, tentang kencan-kencan yang mereka sering lakukan, dan seribu satu alasan lainnya mengapa ia sangat jatuh cinta pada Lee Seokmin.

Jeonghan mendengarkan seribu satu alasan itu sambil berkonsentrasi terhadap kulit dan adonan painya. Sesekali dia mengangkat wajah, sesekali tertawa, sesekali menanggapinya dengan kalimat ringan.

Joshua pamit pulang menjelang pukul tiga siang sambil mengangkat kotak bekal berisi pai daging cincang yang berhasil mereka buat. Dia melambai penuh semangat, sebelum berlalu melewati pintu depan rumah Jeonghan.

Jeonghan baru akan menutup pintu depan rumahnya saat suara Seungcheol dan tawa pelannya yang khas menyapa pendengaran. Dengan cepat Jeonghan berbalik, tersenyum lebar mendapati Seungcheol berdiri di halaman depan rumahnya, memakai kemeja polos berwarna biru gelap dan juga celana jins panjang.

"Hei... kau ada waktu? Mau berjalan-jalan bersamaku sebentar?!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 05, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

FERRIS WHEEL | JEONGCHEOLWhere stories live. Discover now