Tiga

137 12 0
                                    

"Bibi!" Jeonghan berlari ke arah Bae yang muncul di depan daun pintu tanpa memberi kabar sebelumnya. Biasanya, Bae akan mengirim orang kepercayaannya untuk mengunjungi Jeonghan lebih dulu, memberitahu keponakan tercintanya bahwa dia akan datang berkunjung di sela-sela jadwalnya yang sangat padat sebagai seorang dokter.

"Apa kabar, Sayang?" Bae tertawa pelan, mengusap penuh kasih sayang helaian rambut berwarna pirang milik Jeonghan.

"Amat-sangat baik. Bibi sendiri gimana?"

Bae tersenyum lebih lebar, mengatakan betapa baik dan sehat dan menyenangkannya hidupnya, dan mengatakan bahwa hidupnya akan menjadi semakin baik setelah mengunjungi Jeonghan.

Jeonghan meletakkan secangkir teh bunga chamomile hangat kesukaan Bae dan juga setoples kue kering buatannya sendiri. Bae tersenyum lembut penuh keibuan, mengucapkan terima kasih lalu mulai menyesap minumannya perlahan.

"Kenapa bibi tidak memberi kabar lebih dulu? Setidaknya bibi bisa mengirim Kak Yuna dulu, kan?!"

Bae menggeleng, masih memasang senyum lebar di wajahnya. "Aku ingin memberi kejutan untukmu." Bae meletakkan kembali cangkir tehnya ke atas piring tatakan.

Jeonghan sudah menjadi yatim piatu sejak ia berusia dua belas tahun. Ayahnya, adik ipar Bae, adalah seorang tentara sedangkan ibunya seorang perawat.

Keduanya meninggal dunia saat ditugaskan ke luar kota. Mereka terserang flu saat baru empat bulan menginjakkan kaki di Bristol sementara Jeonghan tinggal di rumah keluarga mereka di Cumbria. Jeonghan masih mengingatnya dengan sangat jelas, bagaimana teriakan pilunya ketika menyambut jenazah kedua orang tuanya. Dia memang masih anak-anak saat itu. Tapi bukan berarti dia tidak mengerti apa yang terjadi, dan hidup seperti apa yang akan ia jalani kemudian. Sejak saat itu Jeonghan diurus oleh Bae dan suaminya, Lee, dan Jeonghan pindah ke Berkshire. Jeonghan menjadi pelayan di sebuah bar kecil di pinggir kota sejak ia lulus sekolah, memutuskan untuk menunda kuliahnya. Kuliah memerlukan banyak biaya, dan Jeonghan tidak ingin membebankan Bae lebih jauh, meskipun sudah ribuan kali Bae mengatakan dia bisa membiayai sekolahnya dan tetap tidak akan kehabisan uang. Bae juga sudah ratusan kali memaksa Jeonghan untuk mendaftar program beasiswa, namun Jeonghan menolaknya. Meskipun nilai-nilainya di sekolah menengah dulu amat-sangat baik, dia berprestasi dan semua guru selalu berkata bahwa Jeonghan bisa mendapatkan beasiswa manapun yang dia inginkan.

"Melamunkan sesuatu?" Suara Bae yang dalam dan lambat membuat Jeonghan sedikit tersentak. Ia mengerjapkan kelopak mata beberapa kali sebelum menggeleng dan memberikan senyuman menenangkan.

"Nope. Apa bibi akan menginap di sini?" Ia bertanya penuh harap.

Bae mendesah, wajahnya nenampilkan raut meminta maaf. "Aku tidak bisa menginap. Ada banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan."

"Oh, 'kay... Tadinya kupikir bibi akan menginap di sini karena besok hari libur. But it's okay. Lagipula memang pekerjaan Bibi tidak bisa ditinggalkan begitu saja, kan?!" Itu terdengar seperti sebuah penghakiman, namun bukan itu tujuan sebenarnya Jeonghan mengucapkannya. Ia tidak akan pernah menghakimi Bae, orang yang sangat menyayanginya semenjak kedua orangtuanya tiada. Salah satu dari sedikit anggota keluarganya yang masih hidup.

"Anak manis," Bae membalas dengan senyuman lebar.

Sepulang Bae dari kunjungan singkatnya, Jeonghan memutuskan untuk pergi berkeliling daerah rumahnya dengan menaiki sepeda. Hal itu sudah menjadi rutinitas favoritnya, terlebih jika ia sedang merasa jenuh dengan kegiatan utamanya---belajar.

Berkeliling Avery Street di sore hari selalu menjadi agenda rutin Jeonghan. Menaiki sepeda, membunyikan lonceng yang ada pada gagang sepeda setiap kali berpapasan dengan penduduk sekitar menjadi kesenangan serta hiburan tersendiri untuknya.

Biasanya, jika sudah merasa lelah, ia akan menghentikan sepedanya di tepi danau buatan yang ada di ujung jalan Avery Street, sekadar untuk melepas lelah dan merendam telapak kakinya ke dalam danau.

Ia tertegun memikirkan tentang banyak hal. Tentang Joshua sahabat setianya, yang sebentar lagi akan masuk sekolah perawat karena kedua orangtuanya lebih dari mampu untuk membiayai kuliahnya di sekolah lanjutan manapun, tentang makanan kesukaannya, tentang Bae juga Lee, tentang pasar malam bulanan yang beberapa waktu lalu dikunjunginya bersama Joshua, tentang bianglala, dan tentang laki-laki penjaga bianglala.

Senyumnya mengembang diluar dugaan mengingat laki-laki itu. Rasanya dia sangat ingin kembali ke Eton hanya untuk melihat sekali lagi si penjaga bianglala.

Kedua kaki Jeonghan yang telanjang kini bermain-main dengan air danau yang dingin. Kepalanya agak menunduk, matanya yang berwarna cokelat madu memandang air danau yang kini berwarna agak keemasan karena terkena pantulan sinar matahari yang sebentar lagi akan kembali ke peraduan, hingga bariton tegas seseorang menyapa gendang telinganya.

"Kembali ke tempat yang sama?" Dengan gerakan yang terlampau cepat Jeonghan membalikkan tubuh hingga membuat tubuhnya kehilangan keseimbangan dan tercebur ke dalam danau.

"Nona!" Pemilik bariton yang menyapanya tadi berteriak memanggil Jeonghan selagi gadis itu berteriak meminta tolong dengan kedua lengan mengibas udara.













*Glosarium :

1. Bristol adalah sebuah kota dan kabupaten di Inggris serta salah satu dari dua pusat administratif Inggris Barat Daya.

2. Cumbria : Cumbria merupakan sebuah county di Inggris yang memiliki luas wilayah 6.768 km² dan populasi 498.800 jiwa

3. Eton : sebuah kota di Berkshire.

FERRIS WHEEL | JEONGCHEOLWhere stories live. Discover now