Djendela 5

349 23 3
                                    

Nyaris empat tahun. Ternyata lama sekali aku tak pernah menulis lagi. Maaf ya.

Baik, mari mencoba lagi :)

_____________________________________________________________________


Jengkel. Kesal. Marah. Beragam rasa bercampur jadi satu. Ini sudah seminggu, tapi masih saja ada reporter yang belum mengumpulkan berita hasil liputannya. Memang hanya dua orang yang belum mengumpulkan, tetapi tetap saja mengambat proses naik cetak buletin yang sudah dijadwalkan.

Beberapa berita yang sudah kuedit, baik tanda baca ataupun cara penulisannya, sudah kukembalikan kepada reporter yang bersangkutan. Mereka pun juga sudah menyerahkan hasil revisiannya kepadaku. Hanya tinggal dua orang saja. Padahal, nanti sore akan ada rapat redaksi lagi.

"Udah siap?" Kepala Ayyu menyembul di tengah pintu. Sahabatku yang hari ini mengenakan blus biru cerah tersenyum manis. Tangan kirinya memegang kunci motor, sedang tangan kanannya menenteng sepatu. Dia selalu lebih siap dariku.

Aku mengangguk, kemudian mematut diri sekali lagi di depan cermin. "Udah. Yuk berangkat!"

Ayyu berbalik. Aku melewati pintu kamar lalu menguncinya. Tak lupa kuambil sepasang sepatu berhak sedang di rak sepatu dan menentengnya hingga ke lantai bawah.

"Ayy, masih ada dua reporter yang belum ngumpul berita. Tegur tuh anak buahnya." Disela-sela memasang sepatu, aku membagi sedikit kekesalanku pada sahabatku yang menjabat sebagai pemimpin redaksi buletin. Sebagai pimred, sudah tugasnya untuk mengingatkan anak buahnya terkait masalah deadline.

"Iya, ntar gue sms lagi anak-anaknya." Ayyu beranjak dari kursi lalu membuka pintu gerbang untuk mengeluarkan sepeda motornya dari garasi. Tak berselang lama, kami berdua sudah berada di jalan, siap menuju kampus tercinta untuk menuntut ilmu.

Aku mendengarkan baik-baik penjelasan dosenku yang sedang menjelaskan mengenai gaya bahasa pengarang dalam sebuah karya. Aku memang selalu seperti ini kalau sedang mengikuti mata kuliah stilistika. Entah karena dosennya yang menjelaskan terlalu cepat atau aku yang lambat menangkap, intinya aku agak sulit mengerti dengan apa yang sedang dosenku dongengkan di depan kelas. Oleh karena itu, aku harus menambah fokus.

Stilistika berasal dari bahasa Inggris yaitu style yang berarti gaya dan dari bahasa serapan linguistic yang berarti tata bahasa. Stilistika menurut kamus bahasa Indonesia yaitu ilmu kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa.

"Jadi, kiasan yang dimaksud memiliki tujuan untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih subyektif dalam bahasa puisi. Pada puisi Goenawan Mohammad, kiasan yang banyak digunakan adalah metafora yakni kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan langsung itu tidak disebutkan. Ungkapan itu langsung berupa kiasan. Dalam 'Kwatrin Tentang Sebuah Poci' Goenawan Mohammad, wajah manusia dikiaskan sebagai sebuah keramik tanpa nama."

Saat ini kami tengah membahas bahasa kias yang digunakan pengarang. Sejak tadi sudah ada beberapa bahasa kias atau majas yang diterangkan oleh dosenku. Terlalu banyak majas yang kujejalkan ke dalam otak dan sekarang aku ingin muntah.

"Jadi, sekarang kita mau ngambil novel apa untuk dianalisis?" Penjelasan dosen sudah berakhir lima menit yang lalu. Giliran kami untuk berdiskusi sekarang. Membahas novel apa yang akan kami analisis nantinya dan menganalisis majas yang ditemukan dalam novel itu.

"Gimana kalo novelnya Tere-Liye aja, yang judulnya Aku, Kau, dan Sepucuk Angpao Merah? Kan di novel itu banyak majasnya?"

Aku, Ayyu, dan Viani mengangguk bersamaan setelah mendengar usulan dari Sella. Sudah diputuskan kalau kami akan menganalisis majas dalam novel Aku, Kau, dan Sepucuk Angpao Merah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kopi di DjendelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang