1

580 14 2
                                    

berdasarkan sebuah kisah nyata perjuangan cinta yang penuh tetesan air mata....

Sore hari yang gelap dan dingin ketika aku menatap keluar jendela dan melihat benda-benda putih lembut turun dari langit. Sore ini turun salju lagi. Seakan berempati dan ikut merasakan sesaknya kesedihan yang sedang ku alami. Aku menghela napas panjang dan perlahan. Dadaku sesak sehingga rasa sakit tersebut membawa bulir-bulir halus di pipiku. Kutatap pantulan diriku di  sebuah cermin tua di sudut ruangan. “Mengapa aku memakai baju terbuka…” Aku menatap diriku yang ringkih dan kurus. Tubuh yang makin hari semakin hilang isinya. Terbawa harapan yang pupus sudah. Aku mendekat kearah cermin dan menatapnya dalam-dalam. Pantulan di cermin terebut seolah-olah ingin mengatakan bahwa ini bukan aku yang sebenarnya. Ini bukan alysa. Alysa bukan perempuan lemah yang kurus seperti ini. Namun sekali lagi aku hembuskan napas dalam-dalam dan mencoba mengulas senyum. Mata yang kuyu dengan tatapan kosong seolah olah membuat hatiku berontak berkata ‘ini bukan alysa!’. Semilir angin dingin membuatku sadar. Dan tatapan mataku tak sengaja mengenai sebuah jam dinding di atas perapian. “Aku tidak mau telat,” lalu dengan langkah yang terseok-seok aku menuju keluar ruangan sambil mengenakan jaket dan syal tebal. Aku tidak ingin terlambat namun badanku sangat lemah. Aku lupa aku belum menyentuh makan siangku hari ini. Namun aku tidak peduli. Terbayang di benakku sosok laki-laki tersebut mencium keningku dan memelukku hangat. Setidaknya aku masih mempunyai sebuah semangat hidup. Semangat hidup yang menyakitkan. Semangat hidup yang akan mengantarkan ku pada lika liku kehidupan yang panjang, tanpa akhir penderitaan. Aku menunduk. Dengan tangan gemetar aku menyeret sebuah koper besar. Aku masih ingin tetap di sini. Bersama laki laki yang ku cintai. Namun hari ini aku harus pulang. Tanganku mencoba merogoh saku baju, menggapai sebuah tiket penerbangan ke Indonesia. Tepat dua jam lagi. Cepat cepat aku memakai sepatu ketsku dan turun ke lantai bawah sambil menyeret koper dengan terburu buru. Kenichi pasti sudah menunggu di bawah. Memikirkan itu langkahku semakin cepat meski kakiku tidak kuat.

“Alysa!” Tiba-tiba sebuah suara memanggil namaku ketika aku sedang kebingungan mencari seseorang. “Ah kenichi… ternyata kau di sini. Aku kau kira kau belum datang,” Aku tersenyum ketika sosok laki-laki itu datang mendekat dan menggenggam tanganku erat. “Tentu saja aku sudah menunggumu sejak tadi. Mengapa kau lama sekali? Kau sudah cantik meskipun kau tidak memakai lipstick,”dia tertawa. “Aku tadi tidak sedang berhias, aku sedih kenichi…” Aku menunduk . Rasanya air mataku ingin keluar lagi, namun sekuat tenga, aku coba menahan itu semua di hadapannya. “Aku juga…” Dia mengeratkan genggaman tangannya. “Tapi kita tidak boleh telat, ayo,” Tangan kenichi membimbingku masuk ke dalam mobilnya. Setelah dia memasukkan koperku ke bagasi, dia lalu mengantarku ke bandara yang jaraknya lumayan jauh juga dari apartemenku. Selama perjalanan aku hanya memandang keluar jendela. Memikirkan semua masalah yang dapat aku tangkap. Kenichi terus melihatku dan dengan kesal dia berkata,”Mengapa kau selalu melihat jendela? Apa jendela itu lebih tampan dariku?” Aku terkekeh. “Tentu saja kau lebih tampan kenichi,” Aku tersenyum. Lalu aku menatap lagi ke luar jendela. Hanya ada salju putih sepanjang perjalanan. Tidak ada yang menarik. “Tatap aku, jangan jendela itu,” Ucap kenichi. Aku bergeming. “Tatap aku alysa…” Tangan kenichi menyentuh daguku dan memaksaku untuk menatap matanya dalam-dalam. Aku bisa menangkap pancaran cinta yang sangat dalam dari matanya yang sipit itu. Dia sangat mencintaiku. Aku tahu itu. Dia memperlambat laju mobilnya lalu mendekat ke arahku dan mencium keningku. Tidak ada perempuan yang menolak tindakan romantis seperti itu dan kenichi melakukan itu pada diriku. Saat itu juga aku merasa seperti perempuan yang paling beruntung. “aku mencintaimu alysa. Tolong jangan pergi dari sisiku. Aku mencintaimu. Tolong jangan pergi dariku.” Mendadak perkataan Kenichi menjadi serius. Aku tertegun. Mencoba menyerap perkataan yang keluar langsung dari mulut kenichi. Sekali lagi aku bergeming. Aku bingung akan menjawab apa. Sejujurnya aku tidak bisa berjanji padanya. Masa depanku belum jelas. Dan juga Kenyataan berkata lain. Aku terdiam.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 05, 2014 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kenyataan dan perbedaan kamiWhere stories live. Discover now