BAB XIX: Permulaan Garis Masa Lalu

1.8K 409 218
                                    

°

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

°

_______________

SENANDUNG
USANG.     |

BAB XIX:

Pemulaan 
Garis Masa
Lalu

|                 

______________

Saat pintu terbuka, Tiara langsung menghamburkan diri memeluk Rena. Tak sampai satu sekon, terdengar suara pukulan kencang. Gadis itu spontan berlari masuk dan ketika matanya mendapati Bima tengah di atas Dirgantara, dua lengannya menarik Bima dengan sekuat tenaga.

"Bima, berhenti!"

Rena menjerit tertahan. Dia bahkan tidak merencanakan ini semua. Tidak pernah terpikirkan olehnya kalau dia bakal berada di posisi begini, menengahi Wijaya bersaudara.

"Minggir, Mbak!" Bima masih mengamuk dalam emosi. Di lantai, tersungkurlah Kak Tara yang wajahnya agak lebam. Pria yang sudut bibirnya berdarah itu diam saja, tidak terlihat ingin melawan.

"Bima! Malu dilihat Ara!" Kristal menganak sungai di sudut mata Ara sudah turun deras sejak tadi. Tangis Rena juga barangkali akan meluruh jika tidak ditahan susah payah.

Takut? Tentu saja.

"Yang harusnya malu itu Bang Tara!" Dia menunjuk-nunjuk kakaknya. Matanya masih menukik tajam pada manusia di hadapannya yang bahkan tidak terlihat ingin membalas atau bergeser satu inci pun. "Setidaknya kalau lo nggak bisa balas perbuatan brengsek mereka ke lo, lo balas pukul gue balik! Bodoh!"

"Nggak paham gua ada manusia sebegininya. Lo sabar apa tolol?!" Bima menarik kerah kaos Tara, saat Bima berteriak lagi Kak Tara membuang muka dengan tatapan kosong. "Sadar, Kak! Lupain semuanya! Mereka semua manusia brengsek yang udah bikin hidup kita susah!"

"Lo nggak tahu betapa sakitnya gue lihat lo diperlakuin kayak gitu! Kalau dijahatin orang tuh, balas!" Satu pukulan Bima melayang lagi ke wajah Kak Tara. Darah merah menetes di ubin.

"MBIM! JANGAN PUKUL PAPA ARA LAGI!" Ara menyeruak dalam tangis yang lebih kencang saat cairan merah itu tidak berhenti turun. Anak itu nyaris kehilangan suara.

Di lain sisi, Rena masih berusaha menarik Bima sekuat tenaga. Sedangkan Tiara mengenggam ujung kemeja Rena dengan tangan mungil yang bergetar.

"Ara... Jangan nangis, Sayang." Dirgantara tersenyum tipis di sana, berkata lirih. Kelembutan itu perlahan berganti tatkala mata elangnya kilat menatap Bima.

Dengan tenaga tersisa Rena mencoba menyingkirkan Bima yang napasnya memburu. Tapi apa daya, anak ini bahkan lebih besar dari Kak Tara. Kali ini dia juga menyerang Dirgantara tanpa mempedulikan Rena yang jatuh tersungkur di keramik karena ditepis kasar olehnya.

✔ Senandung Usang | salicelee.Where stories live. Discover now