Wajahnya seperti penuh akan pertanyaan. Dia mencoba memahami ucapan yang keluar dari mulutku.

Jleb

Tidak, itu bukanlah suara pedang yang ditusuk pada tubuh seorang. Namun itu adalah suara dari ujung pedang yang menancap permukaan tanah. Pedang milik Adgar. Dia melemparnya.

Perlahan Adgar turun dengan kepakan sayapnya yang mulai melambat. "Meskipun tuanku memerintahkan untuk membunuhmu, hal itu tidak akan pernah kulakukan." Ujarnya di depanku persis. Tangan yang sejak tadi kurentangkan mulai lemas dan menggantung pada tubuhnya. Aku membuka mata dengan lebar setelah apa yang kudengar dari ruh di depanku.

"Apa alasanmu?" Tanyaku padanya. Aku menunggu jawaban Adgar. Beberapa detik, sangat sunyi. Lalu dia melangkahkan kakinya. Dia menyentuh kedua pundakku.

"Sejak awal kami diciptakan oleh sebuah harapan. Ketika kami tidak mematuhi tuan kami, maka kami akan kehilangan kepercayaannya," ujar Adgar. Namun, aku merasa bahwa ucapan itu menggantung, kuputuskan untuk bertanya lagi, "lalu?"

"Jika hal itu terus berlanjut, maka kami tidak berhak hidup di dunia ini lagi. Ketika itu terjadi, maka kami menyebut diri kami sebagai roh yang gagal melindungi manusia," sambungnya.

Aku menunduk, tidak tahu harus mengucapkan apa lagi. Namun aku mengetahui sedikit kebenaran mengenai roh. Bahwa mereka sebenarnya memiliki perasaan. Ya, mereka memilikinya. Tapi, karena tidak ingin kehilangan kepercayaan, maka mereka rela melakukan apapun yang diperintahkan oleh tuannya.

Valkyrie yang sejak awal hanya berdiam, kini mulai berjalan mendekatiku. "Semua yang diucapkannya itu benar." Ujarnya menepuk pundakku juga.

Sunyi, beberapa saat hingga Angga terlihat tidak nyaman dengan keharmonisan ini. "Baiklah baiklah, aku menyerah. Ayo Adgar kita kembali ke kelas. Aku perlu menjernihkan pikiranku hari ini. Hei Ray, ngomong-ngomong roh milikmu lumayan juga. Dan untukmu-" Ujarnya sambil menunjukku. Pernyataan itu belum selesai.

"Kau tidak boleh melakukan hal itu lagi. Pikirkan keselamatanmu," lanjutnya disusul melambaikan tangan dan berjalan menuju kelasnya dengan tangan dimasukan ke saku. Adgar hanya menuruti. Dia berbalik meninggalkanku dan melangkahkan kakinya di samping Angga.

Aku merilekskan tubuhku. Meluruskan pandanganku. Kemudian aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Aku berbalik badan menatap Ray dan Gina. "Yo! Kelas belum dimulai kan?" Tanyaku sambil tersenyum. Valkyrie telah menghilang yang diikuti dengan barrier nya.

Tiba-tiba Gina berlari dan memelukku. Dia menangis. "Lain kali, jangan membahayakan diri seperti yang kau lakukan tadi!" Tuturnya. Sedangkan Ray hanya berdiri mematung dari tempat dia berdiri sejak pertarungan dimulai. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang.

Tanpa berpikir panjang, aku tersenyum padanya. Sesaat setelah pelukan itu terlepas, aku segera berjalan ke tempat ia berdiri mematung. Diikuti dengan Gina yang tengah menghapus air matanya sambil berjalan. Ekspresi Ray saat ini sulit ditebak. Bahkan aku tidak tahu emosi apa yang sedang ia rasakan.

Kurangkul Pundak temanku dan berkata, "Terimakasih telah membelaku. Lain kali jangan mudah terbawa emosi. Gunakanlah pikiranmu sebelum bertindak." Setelah mengatakan hal tersebut, kupikir dia sudah mulai tenang. Dapat dilihat dari ekspresi wajahnya yang mulai membaik.

Tangannya mengacak acak rambutku. "Dasar anak nakal." Ujarnya. Kita semua tertawa sembari melangkahkan kaki menuju kelas. Suasana lapangan sudah mulai sepi karena siswa telah memasuki ruang kelas satu persatu.

***

Saat ini, aku tengah duduk di bangku tempatku biasa duduk. Aku melamun, memikirkan kejadian pagi hari ini.

The Last Hero (On Going)Where stories live. Discover now