Chapter 1

220 24 7
                                    

Aku berjalan kaki untuk pergi ke sekolah. Hal itu disebabkan karena jarak antar rumah dengan sekolahku tidak terlalu jauh. Hanya menghabiskan waktu kurang lebih sepuluh menit berjalan. Hari ini, aku berangkat dengan wajah yang ceria. Aku selalu melakukan kebiasaan ini setiap pagi. Mencoba untuk menjadi seorang yang positif. Dan aku juga berharap hal itu akan berdampak baik dalam menjalani hari. Keberuntungan mungkin?

Udara disini masih sangat segar dan sejuk. Pagi hari, burung burung berkicauan menunjukkan kebolehannya. Para pedagang menyiapkan barang dan benda yang akan dijualnya. Hari yang begitu sibuk, dipenuhi aktivitas karena matahari menunjukan eksistensinya terang terangan.

Beberapa menit melintasi jalanan desa, aku terpaut dalam lamunan yang kubuat.

Apa tempat ini akan selalu sama, jika tidak ada roh yang datang ke dunia ini? Batinku.

"Hei," sapa seseorang menepuk pundakku. Aku terkejut sampai hampir tersandung. Aku menengok ke arah orang yang menyapaku, berbalik badan. Ternyata dia adalah Ray, teman sekelas. Mungkin bisa dibilang sahabat dekatku, karena aku mengenalnya sejak memasuki SMA.

"Kau melamunkan apa? Sejak tadi kulihat kau hanya asik sendiri dengan duniamu. Oh, jangan bilang, untuk pertama kalinya kau merasakan rasanya jatuh cinta," ujarnya terkekeh sambil menatapku penuh penasaran akan jawabanku.

Aku menatapnya kesal. Ayolah, ini masih pagi. Seharusnya aku masih berjalan dengan senyum diwajahku. Namun Ray malah merusaknya. "Peduli setan dengan cinta Ray, seharusnya aku memikirkan pelajaranku. Tidak lama lagi kita akan melakukan ujian akhir bukan?" Dia hanya mendengar penjelasanku sembari tertawa. Aku tidak tahu dimana letak kelucuannya.

Ah, aku lupa mengatakannya, Ray adalah anak dari keluarga yang sangat kaya raya. Setiap hari dia berangkat ke sekolah dengan menunggangi seekor kuda. Ya, seekor kuda. Orang waras mana yang akan menunggangi kuda hanya untuk pergi ke sekolah. Entahlah, dia memang gila. Tapi bagaimana mungkin aku tidak mendengar suara langkah kaki kuda ketika dia kemari.

Ray turun dari kudanya, dia berjalan menuntun kuda itu dan mensejajarkan langkahnya denganku agar tidak tertinggal. Ternyata dia masih penasaran, mencoba untuk menanyakan lagi pertanyaan itu kepadaku. Aku menghembuskan nafasku, menatap Ray. "Baiklah baiklah akan kuberitahu. Sebenarnya aku hanya penasaran. Bagaimana jadinya jika desa ini, negara ini, mungkin juga dunia ini tidak ada makhluk aneh dengan kekuatan yang dibanggakan (roh penjaga) itu." Aku lugas kepadanya.

"Sudahlah, Kau tidak perlu memikirkan sampai sejauh itu. Kau bukanlah seorang ilmuwan yang harus mencari tahu apa, bagaimana, dimana, dan kapan. Kau sendiri yang mengatakannya bukan, kalau kita hanyalah pelajar biasa yang harus belajar agar naik kelas?" Ucap Ray. Biasanya dia tidak seperti ini. Tapi terserahlah, lagipula apa yang dia ucapkan itu benar. Aku terlalu memikirkan semua tentang hal ini.

Berbicara tentang roh, sebenarnya Ray sudah mengetahui fakta bahwa aku tidak mempunyai roh penjaga. Seluruh sekolah juga sepertinya sudah tahu. Aku berpikir jika dia hanya mencoba menghiburku atau apa. Aku tidak peduli. Nasibku berbanding terbalik dengan dirinya. Ray memiliki roh penjaga yang kuat. Mungkin dia bisa mengalahkan roh roh lain yang dimiliki teman sekelas kami.

***

Langkah kaki kami telah sampai ke ujung. Menyentuh gerbang sekolah yang terbuat dari besi. Kami berpisah. Aku segera menaiki tangga kemudian masuk kedalam ruang kelasku yang berada di lantai dua. Berbeda dengan Ray yang harus memasukan kudanya kedalam kandang terlebih dahulu. Kuda itu memiliki kandang pribadi yang dibuat sendiri oleh keluarganya. Tidak heran, jika Ray diizinkan membuat kandang pribadi di sekolah. Hal itu karena orang tuanya mendanai hampir enam puluh persen dana sekolah. Bayangkan seberapa banyak harta yang dimiliki oleh keluarganya.

The Last Hero (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang