3

7.3K 434 93
                                    

"Bagaimana perasaanmu?" Tanya Hendra ketika melihat Tiara sudah siuman. Tiara mengerjapkan matanya menetralisir cahaya lampu yang masuk ke mata.

"Dimana aku?" tanyanya serak.

"Kamu pasti kecapean ya sampai pingsan di depan pintu rumah," sahut Hendra sambil membelai kening istrinya.

"Aku pingsan di depan pintu rumah?"

"Iya. Untung saja ada Bu Tini tetangga kita yang menemukanmu. Dia langsung menelfonku untuk segera pulang. Sekarang istirahatlah, aku akan pergi sebentar untuk membeli makanan."

Tiara menggenggam erat jemari Hendra. Hendra menatap istrinya dengan pandangan seakan bertanya. Tiara tersenyum manis lalu melepaskan tangan pria itu dengan lembut.

"Cepat kembali Mas! Aku tidak ingin ditinggalkan lama-lama, maafkan aku hari ini tidak bisa menyediakan hidangan kesukaanmu. Padahal hari ini kan hari spesialmu," sahut Tiara. Hendra tersenyum lalu ia membelai puncak kepala Tiara sebelum beranjak keluar kamar.

Tiara tersenyum melihat kepergian Hendra. Lihatlah, suaminya semakin perhatian padanya. Dulu, jika bukan karena Kinanti, suaminya pasti sudah dari dulu bersikap begini. Sungguh keberadaan gadis itu memang penghalang rumah tangganya.

Memikirkan kondisinya ini. Tiara mengernyit heran. Ia yakin sekali, bahwa kejadian setelah ia pulang dari sekolah bukanlah mimpi atau halusinasinya. Ia melihat anak itu. Nabila, gadis kecil yang dulu ia bunuh karena menyaksikan pembunuhan yang ia lakukan terhadap salah satu guru .

Jantung Tiara berdegup kencang. Tidak mungkin. Ia tidak percaya keberadaan hantu. Jika memang Nabila berubah menjadi sosok hantu seperti yang dipercaya kebanyakan orang, gadis cilik itu pasti akan menghantuinya dari pertama kali ia membuang jasadnya ke jurang.

Benar kata suaminya. Ia pasti terlalu kecapean. Karena itu ia bermimpi seperti itu. Buktinya ia saja ditemukan pingsan di depan pintu rumahnya.

Menenangkan hatinya, Tiara menghela nafas lega. Namun, hanya sebentar ketika Tiara tertegun saat tangannya menyentuh rok. Ada bercak noda merah kehitaman yang membentuk cap telapak tangan seorang anak. Hati Tiara mencelos dan ketika ia melihat ke sudut ranjangnya. Gadis kecil dengan seluruh bola mata hitam itu duduk memperhatikan sambil menyeringai.

"Ibu, ayo kita main!"

Tiara berteriak histeris sambil menutup mata dan telinganya.

***

Sinta masih tidak bisa mempercayai keadaannya saat ini. Dokter yang memeriksanya mengatakan ia tengah mengandung. Usia kandungannya sudah menginjak minggu ke-10.

Bahagiakah dia? Tidak. Ia bahkan merasa heran. Mungkin sebagian orang akan berkata wajar ia hamil karena telah bersuami. Namun, hanya dia yang tahu pasti bahwa selama ini ia melakukan kecurangan setiap kali akan berhubungan badan dengan Juragan Tomo. Ia bahkan berani mengeluarkan ratusan juta demi membeli obat sterilisasi sperma untuk Juragan Tomo. Itu karena ia tidak ingin mengandung anak dari suaminya saat ini.

Sinta tidak mencintai Juragan Tomo itu sudah pasti. Ia menikahi tua bangka itu karena hartanya. Dan ia tidak bertujuan untuk melahirkan anak si Tua Bangka itu. Ia membunuh Kinanti karena ingin menyingkirkan pewaris sah harta Juragan Tomo. Sehingga ketika suaminya meninggal seluruh harta Juragan Tomo akan menjadi milik Sinta seutuhnya. Ia hanya ingin melahirkan anak dari Danu, pria satu-satunya yang ia cintai.

"Yanto, sebarkan undangan ke seluruh warga desa. Bahwa saya akan menyelenggarakan pesta syukuran kehamilan Juragan Istri tiga hari tiga malam. Ayo, kau berangkat sana! Ahh ... lalu kau Lastri dan Damini cepat ke kamar si Fatimah, bawa dan kurung Fatimah di gudang belakang. Aku tidak ingin pesta kebahagiaan ini direcoki teriakan-teriakan gilanya." Terdengar suara Juragan Tomo memerintah para pelayan.

SESAT : Dendam Ribuan TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang