11

127K 11.6K 296
                                    

WISNU

"Lih, oper sini!"

Gue berteriak di tengah cucuran keringat yang membasahi seluruh wajah.

Galih mengoper bolanya, gue kontrol menggunakan dada sebelum gue dribbling, meliuk-liuk di antara kerumunan lawan. Satu tendangan ke arah gawang... tepat sasaran.

"Goolllll..."

Permainan seorang Wisnu sebagai striker tidak pernah padam dari SMA, biarpun pas SMA gue sering dijadikan cadangan karena sahabat gue, Raka lebih jago dalam menyerang dan membobol gawang lawan. Sayang kebersamaan gue sama sahabat gue yang satu itu harus terkendala akibat konflik internal antara Galih dan Raka. Imbasnya, gue sama yang lain jarang berkomunikasi dengan Raka.

Selesai membuat gol keempat, dan berhasil memenangkan pertandingan. Gue melipir ke pinggir lapangan. Duduk di bangku kayu yang memanjang, mengambil handuk untuk mengelap keringat. Lalu, gue ambil botol air mineral dalam kardus yang Erfan bawa untuk stok minum.

"Gila, 4 gol cuma diciptakan Wisnu. Gacor amat permainan lo, Nu." Erfan duduk di sebelah gue, menepuk nepuk bahu gue.

"Gue lagi minum, anjing!" maki gue. Gue hampir keselek. Dia mengganggu kesejukkan tenggorokan gue.

"Gacorlah. Kan habis dapat full service semalam," timpal Galih, duduk berselonjor di lantai.

Gue cuma mendengkus. Padahal mereka gak tahu, kalau semalam itu gue hampir membelot dari kontrak nikah. Hal tersebut menjadikan Keyfa agak canggung tadi pagi. Untungnya gue bisa memanipulasi keadaan, sebisa mungkin gue menghilangkan kecanggungan dia dengan cara meledek dan menggodanya. Dan itu cukup berhasil. Keyfa si macan betina kembali ke habitatnya.

"Mas, duluan!"

"Mas, gue juga balik."

"Iya, hati-hati lo semua."

Buat yang penasaran siapa lawan gue di pertandingan futsal kali ini, mereka adalah karyawan bokap yang sengaja gue ajak dari Minggu lalu.

"Besok kita berangkat ke airport bareng kan?" tanya Erfan sambil merebahkan badannya di lantai lapangan.

"Gue nunggu di airport," sahut Dipo.

"Gue juga," timpal gue.

Obrolan soal holiday bareng besok hampir saja menjadi bahan yang menarik sebelum si kutu kupret Galih memprotesnya.

"Benci gue sama lo semua!"

"Kenapa, woi?" Erfan meninju lengan Galih.

"Maksudnya apa ngambil jadwal liburan bareng pas si curut satu ini nikah? Gue kan jadi gak bisa ikut. Lo pada sih enak, kerja gak pake aturan. Nah gue, gue gak bisa asal minta cuti. Kerjaan gue kan menyehatkan kehidupan bangsa."

Dia mencerocos, ekspresinya sok sedihnya bikin gue pingin nimpuk pakai bola.

"Ya udah nanti liburan bareng lagi. Gitu aja kok repot," dumel Erfan.

"Tapi kan gue gak bisa lihat Wisnu..."

"Apaan lo?" Sontak saja gue langsung melempar botol air mineral yang sudah kosong sebelum Galih menyelesaikan omongannya. Tepat mengenai kepalanya.

"Kagak!" Dia tertawa.

Gue mendengkus. Lebih dari satu dekade bersahabat sama curut-curut ini, gue sampai hafal apa yang sedang mereka pikirkan. Otak-otak mereka nih gak pernah berubah dari zaman ngorek upil pake jari telunjuk.

"Nanti gue live instagram biar lo pada puas. Biar gue masuk akun gosip."

Dan curut-curut ini mengejek gue dengan tawa yang terbahak-bahak.

Pasutri KampretWo Geschichten leben. Entdecke jetzt