Bonus Chapter: Prahara Idola (1)

9.7K 737 67
                                    

Based on my fav movie.

.
.
.
.

Idola.

Adalah seseorang yang sangat kita sukai bahkan kita cenderung meniru apa yang ia lakukan.
Semua itu karena mungkin bakatnya atau kelebihan yang ia punya di dalam dirinya.

Seperti saat ini.

Kalian tahu bahwa desa yang dulunya penuh dengan peperangan dan pertumpahan darah, terorisme, bahkan kudeta serta sengketa antar pemimpin.

Ya, semua desa pasti pernah seperti itu, tak terkecuali Konohagakure. Namun, perlu kita garis bawahi bahwa desa ini bukan lagi desa yang sering mengalami peperangan. Desa ini menjadi desa yang aman, tentram dan damai. Orang-orang tak lagi fokus dengan yang namanya militer atau pun kekuatan desa, mereka justru fokus di bidang lain seperti perkembangan informasi dan komunikasi, dan bidang industri hiburan.

Seperti kondisi saat ini.

Konohagakure baru saja dibikin gempar oleh film layar lebar yang tayang beberapa hari lalu. Film yang bertemakan kasih dan cinta, yang membuat remaja konoha jadi terbawa oleh perasaan. Di mana-mana sepertinya film ini sangat beken dan keren.

Ninja seperti Ino saja... bisa dialihkan perhatian nya.

Sakura pun sampai geleng-geleng kepala. Ia sudah mencoba untuk menepuk kepala sahabatnya itu sekuat mungkin agar kembali normal. Semua itu karena film butterfly kemarin. Konoha jadi penuh dengan rona sipu malu.

"Aguto memang keren, deh! aktingnya yang berperan sebagai Ichiro memang tidak diragukan lagi," Ucap  Ino sembari membersihkan kaca di jendela tokonya yang masih belum buka. Sekarang masih jam 8 pagi, dan ini adalah jadwal yang biasanya Ino pakai untuk membersihkan jendela dan menata toko. Sakura di sampingnya juga terlihat telaten. Rambutnya ia ikat, lalu tangannya bergerak lincah membersihkan noda dengan lap hitam itu.

Sakura mendelik. Lagi-lagi Aguto. Aktor papan atas yang namanya melejit setelah perang dunia ke-empat kemarin. Konoha memang luar biasa. Sangat damai dan bahkan ninja-ninja seperti Ino saja sempat dalam mengidolakan seorang aktor.

Sakura meniup poninya, "Kau terlalu santai."

"Tidak, tidak,.. kau yang terlalu kaku! Kau bahkan belum nonton filmnya!" Bela Ino. Ia menghentakkan kemoceng, dan berkacak pinggang.

"Tidak sempat," Balas Sakura datar. Ya, memangnya sempat? Sebenarnya sempat saja. Namun, Sakura terlalu malas untuk duduk di depan layar lebar sambil memakan jagung di dalam kresek, dan mungkin mendengarkan jeritan histeris penonton lainnya.

"Dasar jidat! Aguto itu tampan! Dia masih 19 tahun saja sudah semahir itu."

Sakura menggulirkan bola matanya, berusaha tetap tenang, "Dan kau adalah seorang kunoichi  yang berusia 20 tahun, kau sudah ikut di perang dunia dalam aliansi Shinobi kemarin. Silahkan bangga sendiri Ino, kau terlalu berlebihan."

"Dasar kaku! Bagaimanapun juga kau tetap kaku, kau harus menonton filmnya sebelum mengomentari. Aguto itu sangat tampan!"

Sakura mengedikkan bahu, tidak peduli. Lagi-lagi seperti itu. Di mata Sakura tidak ada yang namanya cowok tampan. Hanya ada dua. Yang pertama adalah ayahnya, dan yang kedua adalah...

Seven Days (End)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora