PROLOG

22K 1.5K 29
                                    

I'd never lost it all till I lost you

But I was much too reckless and I broke your heart in two

A million bits of hope, now you'll never know the truth

(Secondhand Serenade - Lost)

*****

Februari 2015

Matanya berkaca-kaca menatap sosok cuek di sebrangnya. Nakula juga tampak memandanginya dengan sorot yang sulit dibaca. Mata mereka berserobok di udara. Nisaka sendiri ingin menyimpan rapat-rapat kenangan akan sahabatnya ini sepanjang malam. Tidak sampai dua puluh empat jam tersisa, mereka harus berpisah jalan demi meraih cita-cita. Diyakinkan dirinya sendiri bahwa dia tidak kehilangan siapa pun, hanya tak lagi bisa menyentuh pria itu ataupun melihat langsung raganya.

"Sa, jangan ngelihatin gue terus," ucap Nakula, tapi sahabatnya itu juga masih menatapnya dengan lekat. "Nanti lo naksir."

Seketika Nisaka melotot mendengarnya. Terkejut dengan kesimpulan konyol yang sangat tepat sasaran dari Nakula. Ini adalah rahasianya seorang diri, bahwa dia menyukai sang sahabat sejak lama. Mungkin sejak pria itu memilih duduk bersamanya di sudut kelas. Mungkin juga saat Nakula yang selalu membelanya di depan teman-teman mereka yang bersikap jahat padanya. Atau karena mereka pelan-pelan berbagai kisah dan obrolan yang tak pernah putus.

"Impian lo sebenarnya apa sih, La?" bisik Nisaka memecahkan keheningan sekaligus mengalihkan pernyataan yang Nakula ucapan beberapa saat lalu. Dia tidak ingin sahabatnya tahu betapa gugupnya dia sekarang. Terlebih karena keinginannya untuk menahan pria itu di rumah ini agar tidak pergi besok sore.

Mendengar pertanyaan itu Nakula mendengus, seolah pertanyaan yang diajukan sangatlah konyol. Masalah impian satu sama lain, mereka sudah saling mengetahui. Hanya saja Nisaka ingin kembali diyakinkan, bahwa pilihannya untuk melepaskan sahabatnya pergi jauh melintasi benua bukanlah kesalahan.

"Dengar baik-baik ya Nisaka Pramesti, karena gue nggak mau mengulangi ini untuk kesekian kalinya." Nisaka mengangguk pelan. Tahu-tahu saja Nakula menerawang jauh. Sorot mata yang berkobar menunjukan betapa kuat keinginannya ini. Mengabaikan rintangan yang akan menghadangnya di masa depan. Berani, tapi juga gila karena memilih menghadapi misteri takdir seorang diri. "Kuliah di luar negeri, Sa. Beasiswa lebih tepatnya. Gue mau belajar mandiri, jauh dari orang tua gue. Lulus dengan nilai bagus. Kerja di sana. Pas gue balik ke Indonesia, ortu gue bangga karena gue pulang bawa gelar dan kerjaan yang menjanjikan. Itu keinginan gue dan nggak muluk sama sekali."

Nisaka mengangguk cepat. Impian yang masih sama seperti yang Nakula katakan padanya setahun lalu. "Lo udah maju selangkah, La. Besok ... lo berangkat."

"Ya ...." Nakula memamerkan senyum cemeralangnya saat matanya lagi-lagi mengunci tatapan Nisaka. "Lo sendiri, impian lo masih sama, Sa?"

"Masih," ucap Nisaka sembari terkekeh kecil. Impiannya tidak sebesar Nakula, tapi menurutnya cukup. "Punya keluarga kecil yang utuh, gue-suami gue, anak-anak kami. Menurut lo, konyol nggak sih?"

"Nggak, Sa." Nakula menggeleng.

Impian Nisaka memang terdengar aneh, tapi baginya adalah hal luar biasa jika itu menjadi nyata. Sejak usianya tujuh tahun, dia tak lagi mengenal orang tuanya. Ibu-Bapaknya meninggal karena kecelakaan tragis. Dia dan sang Kakak berakhir diasuh oleh Kakek-Nenek yang sejak Nisaka sekolah menengah sudah tiada. Masalah materi memang tidak pernah kekurangan, tapi kasih sayang keluargalah yang dia butuhkan. Terlebih saat Manika, kakaknya yang berusia tujuh tahun lebih tua itu terasa semakin jauh karena bekerja banting tulang.

Kalau bukan karena Nakula, mungkin Nisaka sama sekali tidak punya teman. Atau bertemu dengan Papa-Mama sahabatnya yang sangat menyayanginya juga. Berkat Nakula pula, keinginannya memiliki keluarga semakin kuat. Dia tidak mungkin meminta orang tuanya bangkit dari kematian untuk merasakan sebuah keluarga hangat dan utuh. Dialah yang harus mengusahakan diri untuk membuat keluarga versinya.

Dirty Friendzone (CABACA.ID)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang