08. Titik Terang

2K 383 150
                                    

Kerja lagi, sibuk lagi.

Pukul 6 lewat 27 menit, Lee Taeyong menguap lebar seolah akan menyedot 2 satpam yang berjaga di tempat parkir. Mereka nyengir padanya, sudah tahu jadwal seorang room boy. Sampai-sampai di hotel ada istilah, "Wajar room boy makan banyak" karena padatnya pekerjaan mereka. Jadi tiap kali pekerja housekeeping makan bersama orang dari departemen lain, akan terlihat jelas bedanya; nasi para pengurus kamar selalu lebih menggunung.

Taeyong melangkah malas-malasan ke office, menubruk Kim Doyoung yang juga hendak masuk. Keduanya saling dorong, hampir terjungkal bersamaan.

"Minggir, bego!"

"Nggak mau ngalah ini tokek cebol!"

Moon Taeil yang tiba lebih dulu dan sedang makan mie instan kemasan cup segera menyingkir, takut jadi korban.

Merk mie instannya yang sama dengan yang di makan Winwin kemarin menarik perhatian Taeyong, menggerakkan kakinya mendekat dan duduk tepat di bawah tulisan "3 MAGIC WORDS : THANK YOU, EXCUSE ME & SORRY" yang di print sang order taker saat ia bosan.

Sikunya menyikut lengan Taeil pelan, matanya mengedip-ngedip ke arah Oreo di pangkuan Taeil yang belum di buka. "Eh, Kak Taeil, makan apa nih? Nggak mau bagi-bagi?"

Seakan terhubung telepati, Doyoung mengikuti jejak Taeyong, mengepit Taeil dari sisi kiri hingga ia terjepit dan tidak bisa berkutik. "Berbagi ke orang lapar ntar dapet berkah lho, bener kan?"

Partner in crime Doyoung mengangguk menyetujuinya, mengulurkan tangan untuk tos. "Bener dong. Sharing is caring!"

Merasa terjebak oleh duo Tom & Jerry, Taeil tersenyum kaku, mendekap Oreo miliknya seprotektif seorang ibu yang mendekap bayinya. "Nggak usah sharing-sharing-an, nunggu habis meeting kalo mau jajan."

Meeting. Begitu kata itu di sebut, Taeyong dan Doyoung kompak menoleh pada Wendy, yang duduk di kursinya sementara mereka hanya bersila di lantai. "Ada meeting, Wen?"

Wendy, gadis 26 tahun berambut pendek yang tengah serius mengerjakan job sheet di komputernya mengangguk tanpa menoleh. Suara klik berulang kali terdengar saat ia memencet mouse dengan jari telunjuk berlapis kuteks warna pink. "Nanti jam 1. Kumpulan arsitek gitu, mau diskusi soal pembangunan mall atau apalah bingung."

Taeyong mengangguk-angguk, sebenarnya tidak mengerti. Mengambil kesempatan ketika Taeil melongo menatap gadis pujaannya, ia dengan lihai merebut Oreo dan merobek bungkusnya sepelan mungkin. "Tapi nggak nginep kan?"

Kali ini Wendy menggeleng. Rambut kecokelatannya berayun samar terkena hembusan pendingin ruangan. Menebarkan hawa dingin di pagi yang sudah dingin, tapi karena ketiga room boy sudah kebal, mereka nyaris tidak merasakannya. "Nggak kok. Sekarang nggak terlalu rame."

"Kamarku berapa?" Taeil bertanya basa-basi, tidak sadar bahwa 2 temannya melakukan transaksi ilegal Oreo di belakang punggungnya.

Tapi Wendy yang tidak peka malah memberi jawaban berupa papan job sheet padanya, lalu menyeruput teh yang ia bawa dari rumah. "Lihat sendiri."

Taeyong dan Doyoung kontan tertawa merespon itu, cekikikan hingga remah-remah Oreo yang mereka curi tersembur di karpet.

Terlambat sadar, Taeil langsung mengamuk, memukul kepala mereka masing-masing menggunakan job sheet yang sudah terdapat 2 kertas berisi status kamar. "Anjir, siapa yang ngasih izin!"

Satu persatu room boy lain pun datang; sebagian besar berwajah mengantuk. Ada yang duduk dan bengong. Ada yang mengisi waktu dengan bermain game. Sisanya lanjut tidur lagi.

Determination ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang