Teman

4 4 0
                                    

Hari-hariku kuhabiskan dengan bermain bersama teman. Temanku ini banyak sekali, aku suka bergaul bersama teman seusiaku, lebih tua dariku dan bahkan aku berteman dengan anak-anak jalanan yang tidak bersekolah. Pernah diajak mereka mengamen di lampu merah, asyik sekali rasanya. Ketika aku pulang kerumah kudapati wajah bapak dan ibu yang cemas, rupanya mereka tahu aku tadi mengamen, mereka memarahiku dengan nasihat-nasiahat panjang, setelah hari itu aku tidak diizininkan untuk main dan keluar rumah. Tapi tak pernah jera aku untung mengulanginya lagi.

Di sekolah aku terkenal nakal dan hobiku adalah berkelahi. Aku sendiri pun tak mengerti, sifatku ini mudah marah, tapi sejujurnya aku adalah anak yang penyayang, aku mudah menangis layaknya anak perempuan. Aku lebih bangga pandai berkelahi dibanding pandai belajar, karena menurutku kekalahan itu ketika seseorang jatuh kesakitan karena dipukuli, bukan karena kalah ranking di kelas. Pernah waktu itu ketika seseorang teman sekelasku mengejekku karena nilai ulanganku lebih rendah darinya, dan tak terima aku diejeknya seperti itu, ingin diam saja tapi aku ini anak laki-laki, akhirnya ku hajar saja bagian wajahnya itu.

Pernah suatu waktu, anak kelas sebelah bernama Tio mengolok-olokku di kantin, tentu saja aku malu dan sangat marah. Tak sadar ku ayunkan gempalan tanganku ke arah mukanya dengan keras, seketika suasana kantin begitu ramai, kedua temanku Adi dan Rizki memisahkan aku dan Tio. Tapi sepertinya Tio tak terima dengan pukulanku, ia mengajakku berkelahi sepulang sekolah, 'siapa takut? kau jual ku beli'

Ucapku dalam hati.

Sepulang sekolah, ketemui Tio di belakang sekolah. Sesuai dengan janji ia berdiri sendiri tanpa mengajak temannya, aku pun begitu. Ia sudah siap dengan kuda-kudanya, Tio adalah atlit karate sejak lama tapi aku tidak takut, ia tendang kakinya ke arah mukaku tepat sekali terkena bagian bibirku, aku tersenyum sengit, walaupun badanku tidak terlalu tinggi tapi tenagaku ini cukup kuat, ku putar tangannya hingga ia kesakitan dan ku balikan badannya hingga menatap tanah berbatu lalu ku injak badannya, dan aku yang memenangkan nya!! Sudah kubilang, aku ini pandai berkelahi.Tio meminta ampun padaku dan aku hanya mengangguk santai. Tapi ku lihat wajah Tio terluka parah, bagian kening nya berdarah dan giginya copot, tak tega aku melihatnya. Aku bilang aku akan tanggung jawab, tapi ia menolaknya karena dia yang mengajakku berkelahi.

Ketika aku di rumah, ibu menanyakan kabar sekolahku

"Bagaimana sekolahmu, lancar?"

"Lancar buu, amann" ucapku semangat. "Baik-baiklah kau di sekolah jangan kau cari masalah lagi Dame, bawa nama baik keluarga bapa mu itu" tutur ibu kepadaku. Andai saja ibu tahu aku hari ini berkelahi di sekolah, tak terbayang amarah ibuku.

Kembali BersinarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang