Bagas

10 4 0
                                    

Bagas Tampune, anak sulung dari keluarga terpandang di sebuah desa kecil di Medan. Berasal dari keluarga keluarga sederhana, pintar dan tampan. Namun tetap saja belum mencapai pendidikan yang diinginkannya, ia hanya tamat SMA karena biaya yang kekurangan, hingga ketika sudah menginjak umur 28 tahun, pria ini masih lajang dan hanya membantu kedua orang tuanya di rumah mencambuk jagung untuk dijadikan tepung, tak banyak yang dihasilkan, namun cukup untuk membiayai kebutuhan keluarga.

Ayah Bagas adalah seorang pekerja keras, tak mau anaknya menjadi seorang laki-laki biasa, di usia Bagas yang sudah cukup dewasa ini, ayahnya selalu mendesak Bagas untuk mencari pekerjaan dan berumah tangga mandiri layaknya pemuda seusianya. Bosan dengan perkataan ayah yang selalu berkali-kali mendesaknya, Bagas pun memutuskan untuk mencari kerja. Bagas herfikir jika seandainya bekerja di kota Medan, akan mudah sekali untung pulang ke kampung halaman, dan ia tidak mau, karena ia berniat akan menjadi anak yang mandiri. Akhirnya merantau lah ia ke seberang pulang di Jawa, kota dimana pusat dari negeri ini, yaitu Jakarta.

Tak sedikit beberapa pabrik perusahaan yang masih menerima anggota pegawai, tak banyak pula yang mudah menerima Bagas menjadi pegawai, kebanyakan dari pabrik yang menerima itu hanya pabrik-pabrik yang baru buka saja dan belum terlalu laku produknya, maka kemungkinan besar gaji nya pun tidak terlalu besar. Setelah diterima sebagai pegawai di suatu pabrik gula, Bagas sangat rajin dan ulet dalam bekerja, tak hanya itu ia juga pandai dalam bekerja, selalu tepat waktu, dan tidak pernah lupa meninggalkan solat 5 waktu. Tak heran jika dalam waktu beberapa bulan Bagas sudah naik jabatan, tapi tak sedikit pula para pegawai yang iri padanya dan membuat Bagas sedikit risih dengan usikan para pegawai lain. Tapi ia tetap sabar akan usikan itu. Bagas merupakan anak yang sederhana, gajinya lebih sering ia tabung dibanding dipakai untuk kebutuhan yang kurang penting.

Bagas tinggal di sebuah kontrakan yang lumayan jauh dengan pabrik dimana tempat ia kerja. Setelah 1 tahun berlalu, dan ia masih bekerja di pabrik yang sama, ketika perjalanannya menuju tempat bekerja menaiki bus, ia bertemu seorang wanita cantik rupawan nan anggun memakai jilbab berwarna merah salem dengan pakaian tertutup. Tenang sekali hatinya ketika melihat wanita itu, bagai bidadari yang begitu elok.

Keesokan harinya ia bertemu lagi dengan wanita itu, takut tak akan bertemu lagi, dengan keberanian dan keyakinan yang penuh, akhirnya Bagas mulai menyapa dan bertanya kepada wanita itu. Wanita itu bernama Rianti Nurajizah, berasal dari keluarga sederhana di Cianjur Jawa Barat, rupanya ia mengajar disuatu lembaga pendidikan swasta di dekat sini, namun tak banyak penghasilan yang Rianti peroleh dari hasil mengajarnya. Sudah sering sekali bertemu di bus dengan Rianti, Bagas tak mau berlama-lama, ia ingin segera menikahi wanita bernama Rianti itu, rupanya Rianti juga sudah didesak untuk menikah dan sudah menginjak usia yang cukup untuk menikah. Akhirnya merekapun menikah, setelah menikah mereka hanya hidup sederhana.

Tiba-tiba ayah Bagas dari Medan menelfon nya dan berpesan kepadanya untuk tinggal di Medan dan meneruskan usaha tepung nya yang sederhana itu, tapi Bagas masih mempertimbangkannya. Sesuai dengan janjinya dulu, ia tak ingin hidup di Medan karena terlalu dekat untung pulang dan takut merepotkan kedua orangtuanya. Akhirnya ia memutuskan untuk meneruskan usaha tepungnya di Jakarta, ia akan mendirikan usaha tepung sendiri dan berhenti bekerja di pabrik gula. Tak mudah membuat usaha sendiri, banyak rintangan yang ia dapat, namun usahanya tak pernah padam, ia sangat bersungguh-sungguh membangun usaha tepung yang dirikan oleh dirinya dan istrinya di Jakarta, akhirnya sang istri selalu setia menemani dan bahkan ikut peran dalam mendirikan dan menjalankan usaha itu, namun tak sedikit pula rintangan dan tantangan yang ia dan istrinya hadapi.

Setelah beberapa tahun kemudian sempat ia merasa gagal dan tidak laku, sejak itu ia merasa bingung dan prustasi. Di tengah pekerjaannya, ia juga harus menemani istrinya yang sedang mengandung anak pertama mereka. Tapi Bagas selalu sabar dan yakin bahwa sesuatu yang ia tanam itu lah yang ia tuai. Di tambah istrinya Rianti ini sangat rajin sekali beribadah dan mengaji, ketika ia mengandung anak pertamanya, ia selalu mengisi hari-harinya dengan mengaji dan beribadah. Bagas bersyukur karena telah diberikan seorang istri yang baik dan Sholeh

Karena menurut Bagas, menjadi istri yang sholehah itu memang mudah, namun tak mudah untuk menemukannya.

Setelah waktunya tiba, akhirnya lahirlah anak pertama mereka yang diberi nama Rian Tan Tampune, ketika sang istri ikut membantunya dalam usaha itu, tak sempat anak nya ia urus dengan baik. Ingin menyewa baby sister tapi Bagas tidak mengizinkannya, namun Bagas juga tak ingin anaknya terbengkalai dan tidak terurus, ia ingin anaknya lebih berprestasi jauh darinya. Akhirnya ia putuskan untuk menitipkan anaknya ke Medan dan diurus ibunya.

Kembali BersinarWhere stories live. Discover now