18. Duka

2.4K 631 307
                                    

Cafe yang dikelola oleh ibunda Chan ini masih belum terlalu ramai ketika masih pagi, karena kebanyakan pelanggan masih berada di sekolah atau di tempat kerja mereka, seharusnya Chan juga berada di kantornya tetapi hari itu dia lebih memilih untuk ...

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Cafe yang dikelola oleh ibunda Chan ini masih belum terlalu ramai ketika masih pagi, karena kebanyakan pelanggan masih berada di sekolah atau di tempat kerja mereka, seharusnya Chan juga berada di kantornya tetapi hari itu dia lebih memilih untuk melarikan diri sebentar dari urusan kantor.

Ada sekretaris yang sudah senior di bidangnya yang bisa Chan andalkan, Chan hanya perlu bekerja dari cafe sembari bermanja dengan ibunya, berusaha mengabaikan tentang kegundahan hatinya sebentar.

Lonceng kecil berdenting, dari pintu masuk yang terbuka seorang pemuda dengan balutan kaus hitam yang sudah kusut berlari kecil menuju kasir.

"Nyonya, apa Christopher Bangchan ada di sini?" Dia bertanya dengan suara serak, sekilas pandang saja orang akan langsung tahu kalau dia sedang berusaha menahan tangis, duka yang begitu besar tergambar di matanya yang tidak lagi sejernih biasanya.

Dengan jari telunjuk Nyonya Bang menunjuk ke salah satu titik di dalam cafe, mengarah ke tempat Chan yang sedang duduk dengan laptop yang masih menyala.

"Terimakasih.." Pemuda itu undur diri, dengan tergesa-gesa dia berjalan menghampiri Chan, sudah sejak semalam dia mencari Bangchan, setelah mengunjungi banyak tempat dan bertanya kesana kemari, akhirnya dia sampai ke hadapan Bangchan.

Dia langsung duduk dihadapan Chan, sosok di depannya langsung mendongak dan dalam sekejap sorot matanya langsung berubah, tetapi dia tidak mengucapkan apapun, seolah menunggu untuk diajak bicara terlebih dahulu.

"Anda yang bertanggung jawab atas kecelakaan Hyunjin kan?"

Chan tidak menjawab ya atau tidak, sementara sosok di depannya mulai menangis.

"Apa anda juga yang menyelesaikan urusan administrasinya atas nama kakak saya?"

Bangchan menarik nafas panjang, "iya," Hanya itu yang bisa dia ucapkan.

Felix menggigit bibirnya, air mata yang meleleh di pipi cepat-cepat dia seka dengan lengan baju yang bahkan bukan miliknya.

"Kalau begitu seharusnya anda juga tahu kalau Hyunjin kehilangan fungsi matanya kan?"

Chan mengangguk, di sisi lain Felix bersusah payah menahan tangisan nya lagi, dia sekarang tidak punya wali, tidak punya uang dan tempat tinggal yang memadai apalagi teman yang bisa diandalkan.

Saat dia mendapat pemberitahuan kalau biaya pengobatan Hyunjin sudah dilunasi oleh Chan, Felix langsung berlari mencari orang itu, hanya untuk meminta satu pertolongan padanya.

"Tolong ikut saya ke rumah sakit"

Hanya ada keheningan yang tidak nyaman setelah itu, karena tidak sabar menunggu akhirnya Felix menjatuhkan tubuhnya ke bawah, bersimpuh di bawah kaki Chan kemudian memohon padanya.

Sekarang Felix tidak mengharapkan apapun, tidak kebahagiaan tidak juga masa depan cerah, dia hanya ingin lenyap dari dunia.

Kedua lengannya yang kurus melingkari pinggang sang kakak dengan penuh kasih, luka serius telah menghilangkan penglihatannya, hatinya sakit, dia terkejut dan tidak bisa menerima takdir tetapi pelukan hangat dari kakaknya membuatnya lebih tenang

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Kedua lengannya yang kurus melingkari pinggang sang kakak dengan penuh kasih, luka serius telah menghilangkan penglihatannya, hatinya sakit, dia terkejut dan tidak bisa menerima takdir tetapi pelukan hangat dari kakaknya membuatnya lebih tenang.

Hyunjin menangis di dalam pelukan nya, kakak nya yang sudah dia nantikan kehadirannya sejak pertama kali dia membuka mata memberinya kebebasan untuk menangis sekeras yang dia mau.

"Kak Minho, gimana ini? Aku gak mau nyusahin kakak"

Pemuda itu menangis lagi, betapa dia merasa kalau pelukan kakaknya adalah tempat yang selalu menjadi tempatnya berlindung saat dia sedih, bosan dan merasa rindu, betapa dia merasa akrab dengan hal sekecil aroma tubuh kakaknya.

Betapa dia tahu kalau aroma kakaknya terasa asing, tetapi Hyunjin tidak ingin bertanya, Hyunjin tidak ingin mendengarkan apapun, dia hanya ingin menangis keras-keras dan mendapatkan belaian di belakang telinganya seperti yang biasa dilakukan kakaknya, tetapi tangan lebar itu justru membelai punggungnya.

Di sudut ruangan Felix menatap pemandangan itu dengan sorot mata penuh rasa terimakasih, Felix tidak tahu berapa banyak lelaki bernama Chan itu mengambil peran dalam setiap kejahatan yang dialami saudaranya, selama dia bisa menenangkan Hyunjin walau hanya sebentar, Felix akan menghargai dia.

Ucapan terimakasih pelan Felix ucapkan untuk Chan yang bersedia ikut dengannya ke rumah sakit untuk sekedar memeluk Hyunjin saat saudaranya itu mulai menanyakan keberadaan kakak mereka.

Felix melangkah keluar dari ruangan, begitu pintu tertutup satu air mata lolos lagi, dia melanjutkan langkah menyusuri koridor, di sepanjang jalan air matanya turun.

Hukuman Woojin sudah ditetapkan, kemarin sore Changbin ditangkap polisi di tempat tinggal nya, Felix patut bersyukur karena kebetulan itu membuat tengkoraknya selamat.

Changbin adalah putra dari mucikari yang mempekerjakan Minho selama bertahun-tahun, dia tidak punya izin mengajar dan baru diketahui baru-baru ini, sebagai seorang putra yang berharga untuk ibunya, Changbin hanya menginginkan Felix hadir di persidangan sebagai seorang saksi.

Sayangnya upayanya tidak berhasil.

Kakaknya terlibat kecelakaan beruntun, begitu banyak orang yang meninggal dalam kecelakaan tersebut, Felix tidak diberi kesempatan untuk pulih dari rasa takut setelah terbebas dari Changbin, dia menghabiskan waktunya di depan pintu kamar mayat, menunggu dokter memanggilnya ke dalam untuk mengidentifikasi jenazah sang kakak.

Bruk

Sebuah cincin menggelinding ke atas lantai, Felix yang baru saja menabrak seseorang hingga terjatuh bersamanya langsung meminta maaf berulang kali.

Kakak mau ngelamar Jisung setelah lulus ujian kesetaraan.

Suara cincin yang menggelinding teredam oleh langkah kaki orang-orang yang berlalu lalang, walaupun demikian benda itu masih mampu membangkitkan kenangan Felix akan tawa kakaknya yang hangat seperti angin di bulan Mei saat dia menunjukkan sebuah cincin dan berkata akan melamar kekasihnya.

"Kakak, hiks Kakak.."

Kakak nya yang baik, yang kehilangan masa mudanya, yang menomor duakan kebahagiaan nya sendiri, kakaknya yang dia sayangi, Felix rindu.

Felix ingin sehari lagi bersama saudara nya, ah tidak satu detik saja dia ingin melihat lagi Minho yang tertawa.

Tubuh yang semakin mengurus itu tersedu-sedu di depan sebuah pintu yang menjadi sumber duka nya.

Pintu kamar mayat. []

 []

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.


[Author's note] sudah mulai mencapai klimaks sayang, ayo bersama-bersama kita berjuang sampai ke kata the end. uwu

(√) Bad Blood (2/2)Onde histórias criam vida. Descubra agora