Prolog

12.6K 1.3K 226
                                    

Reader P.O.V

Tubuhku terasa dingin. Rasanya Aku tidak bisa bernapas dan hanya kegelapan sejauh mata memandang. Tubuhku kaku, tidak bisa bergerak. Aku ingin bicara, tapi mulutku juga tidak dapat digerakkan.

saatnya kau mati. Kembalilah lagi ke dalam ragamu, (Nama)-san."

Cahaya terang lalu muncul, menyilaukan penglihatanku. Dengan cepat cahaya itu melahap diriku. Kini bukan lagi hitam, tapi putih yang nampak di pandanganku.

Apa yang sebenarnya terjadi?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Aku membuka mataku perlahan. Di sini gelap, Aku tidak bisa melihat apapun. Saat Aku meraba-raba sekitarku, Aku merasakan sesuatu semacam plastik yang seperti membungkus diriku.

Aku dengan kasar merobek plastik yang membungkusku, kemudian Aku menyadari akan sesuatu.

Aku melirik ke sekitar. Orang-orang di sekelilingku diam, tidak bergerak. Sepertinya mereka membatu. Apakah ini karena kekuatan Quirk milikku?

Saat Aku menatap plastik yang membungkus diriku, Aku begitu terkejut karena plastik itu ternyata adalah kantung jenazah. Itu membuatku shock dan berkeinginan untuk berteriak, tapi tidak jadi mengingat itu akan terkesan alay.

"Sebenarnya .... Apa yang terjadi?" Gumamku pelan.

Aku segera berdiri dari tempatku dibaringkan sebelumnya. Melihat bentuk ruangan tempatku berada, seperti kini Aku berada di dalam mobil jenazah.

Aku melangkah membuka pintu belakang mobil dan sekali lagi Aku terkejut. Aku terkejut dikala mendapati bahwa seluruh benda yang ada di luar juga berhenti bergerak. Ini sangat aneh. Tidak mungkin ini semua diakibatkan oleh Quirk milikku.

Aku melompat turun dari mobil dan berjalan menyusuri jalan raya dengan santai. Lagipula tidak ada satupun kendaraan yang bergerak, jadi Aku tidak perlu khawatir akan tertabrak lagi.

Aku juga menatap pakaianku yang sedikit sobek dan juga terdapat bercak merah—darah. Jika saja waktu tidak berhenti, Aku yakin orang-orang akan memandangiku sambil berteriak histeris.

Aku melihat pantulan diriku pada kaca sebuah toko furniture yang berada di pinggir jalan. Keadaanku benar-benar berantakan. Bahkan rambutku juga kotor oleh noda darah.

Aku tidak takut dengan darah. Lagipula dulu Aku sering dibully dan karena itupun Aku sering terluka. Rasa sakit memang sudah biasa bagiku, tapi tetap saja Aku merasa takut untuk merasakannya lagi.

Aku kembali melangkah dan cukup jauh, tapi sekelilingku belum juga bergerak. Aku lelah, ingin berhenti berjalan. Namun, instingku berkata Aku harus terus bergerak.

Aku terus berjalan sampai akhirnya bertemu dengan suatu kejadian, bisa dibilang begitu. Di hadapanku sebuah mobil terlihat akan menabrak seorang nenek tua yang sedang menyeberang jalan dan jarak nenek itu dengan mobil bisa dikatakan sudah sangat dekat.

Aku mendekat ke arah nenek itu, kemudian menggendongnya dan membawanya ke pinggir trotoar. Saat Aku hendak menurunkan nenek itu, semua yang berhenti tiba-tiba saja kembali bergerak.

Semua orang berteriak dan mobil tadi mengerem mendadak hingga menabrak pagar pembatas jalan.

Nenek yang Aku gendong nampak shock, tapi tak lama dia menatap wajahku dengan raut ketakutan masih tergambar jelas di wajahnya.

"Kamu .... Kamu yang telah menyelamatkanku, gadis muda?"

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Orang-orang di sekitar menatapku dengan tatapan aneh. Nenek itu tersenyum tipis dan tak lama mengatakan sebuah kalimat, "Terima kasih."

Aku juga membalas senyumannya dengan senyuman tipis. Tak lama kemudian 2 orang berjas hitam datang dan mendekat ke arahku. Tidak, lebih tepatnya mereka mendatangi nenek yang masih Aku gendong.

"Nyonya, anda tidak apa-apa?" Tanya salah satu dari mereka.

"Aku tidak apa-apa. Semua ini berkat dia," jawab sang nenek sambil menatap ke arahku.

Aku segera menurunkannya dari gendongan. Aku lupa kalau berat badan nenek itu lumayan berat. Tanganku kini terasa pegal.

"Gadis kecil, siapa namamu?"

"Etto .... Namaku (Nama)."

"(Nama)? Nama yang bagus. Lalu, bagaimana bisa kau terluka? Apakah kau terluka karena menyelematkan diriku tadi?" Tanya nenek itu sambil memegangi kedua tanganku.

Aku lupa dengan keadaanku sekarang ini. Aku harus menjawab apa?!

"Tidak. Sebelumnya Aku juga mengalami kecelakaan, jadi luka ini bukan diakibatkan oleh anda kok."

"Apa?! Jadi kau benar terluka? Apakah itu parah?"

Tunggu, luka? Aku lupa jika Aku sudah tidak merasakan sakit apapun di sekujur tubuhku. Aku memegangi kepalaku yang seingatku bocor waktu itu, tapi Aku sama sekali tidak merasakan sakit saat memegangnya. Ini aneh. Kenapa Aku baru sadar jika luka-luka di tubuhku telah sembuh?

"Tidak, Nek. Aku baik-baik saja. Luka-lukaku sudah sembuh, kok." Jawabku pelan.

"Bagaimana mungkin? Noda darah di pakaianmu itu begitu banyak."

"Mungkin anda tidak percaya, tapi  luka-lukaku entah bagaimana bisa tiba-tiba saja menghilang."

Nenek dan kedua orang berjas itu nempak membulatkan mata mereka.

"Apakah kau memiliki Quirk penyembuhan?" Tanya Nenek itu lagi.

"Tidak," jawabku sambil menggaruk tengkuk leher.

Nenek itu terus menerus bertanya, Aku hanya menjawab sebagian pertanyaannya yang menurutku boleh diberitahukan.

Dia terus bertanya sampai akhirnya menanyakan pertanyaan yang sangat tidak ingin Aku jawab.

"Kau tinggal di mana? Apakah kau sudah mengabari keluargamu tentang kondisimu saat ini?"

Aku menunduk sambil mengigit bagian bawah bibirku. Sekarang Aku benar-benar bingung harus memberikan jawaban seperti apa.

Aku tidak mungkin bilang bahwa Aku tinggal bersama keluarga Todoroki, lagipula Aku sudah diusir oleh paman Enji.

Kalau Aku bilang bahwa Aku tidak punya keluarga. Apa pandangannya nanti terhadap diriku? Pakaianku kotor, tidak punya keluarga dan juga tempat tinggal. Sepertinya setelah itu dia akan menganggapku sebagai seorang gelandang.

Aku menghela napas pelan, lalu melepas genggaman erat Nenek itu dari tanganku.

"Aku ... Tidak punya rumah. Aku juga tidak punya keluarga."

Nenek itu terdiam dan dua orang berjas di sampingnya menatapku dengan tatapan iba. Aku benci. Kalian tidak seharusnya memberikan tatapan seperti itu kepadaku.

Aku mungkin memiliki nasib yang kurang baik, bahkan bisa dibilang buruk. Namun, tidak seharusnya kalian memberikan pandangan seperti itu. Itu malah membuatku berpikir bahwa kalian menganggapku lemah.

"(Nama)-san, apakah kamu mau ikut pulang bersama Nenek?"

Deg!

Mataku membulat sempurna. Aku tak menyangka jika nenek di hadapanku mau mengajakku tinggal bersamanya.

Aku menggeleng pelan, takut malah akan menyusahkan dirinya. Sekarang Aku malah berpikir apakah nenek ini memberikan tempat tinggal hanya karena demi berterima kasih kepadaku karena sudah menolongnya?

"Maaf, Aku tidak ingin menyusahkan anda."

"Tidak apa, lagipula Aku harus berterima kasih karena kau telah menolong diriku."

Aku sudah tahu itu. Kalau Aku tidak menyelamatkan nenek ini tadi, Aku yakin nenek ini tidak akan mau menerima diriku.

"Bukan hanya itu, Aku ingin kamu ikut denganku dan menjadi anak angkatku."

""Eh?!"" Teriakku bersama dengan kedua orang berjas di samping sang Nenek.








Sequel dari cerita : Don't Leave Me

[13-2-2020]

I am Sorry [Todoroki X Reader] (End)Kde žijí příběhy. Začni objevovat