"Hmm enak, ternyata cewek ini punya kelebihan juga ya."

Lain lagi dengan Rafael yang tak terbiasa dengan keheningan, ia mulai memutar otak untuk mencari topik pembicaraan. Lantas ia pun menatap Irina dan Syila yang sedang melahap nasi goreng mereka.

"Rin, apa ada kendala selama memeriksa gejala penyakit pasien?"

Irina pun menghentikan suapannya untuk menjawab pertanyaan mentornya itu, "Gak ada Dok, kami hampir selesai mencatat simtom-simtom gangguan yang diderita oleh pasien dan mempelajari pengobatan serta terapi yang pasien terima selama dirawat di rumah sakit ini."

Rafael pun mengangguk, lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah Syila.

"Kalau kamu bagaimana, Syila?" tanya Rafael pada Syila, yang kini pipinya mendadak merah merona, dia memang seperti itu jika berinteraksi langsung dengan pria yang dia suka.

"Tidak ada Dok, semuanya berjalan lancar, kami juga sudah memeriksa rekam medis pasien dan memilih pasien mana yang akan kami analisa lebih detail untuk laporan kami," jawabnya dengan suara yang lembut. Tak lupa senyuman manis yang selalu menghiasi wajahnya, membuat Hiro yang berada di depannya semakin terpana.

Laporan yang dimaksud oleh Syila adalah laporan yang wajib dibuat sebagai rangkaian akhir dari tugas coass selama bertugas di stase jiwa, mereka akan diminta untuk membuat laporan mengenai gejala penyakit yang diderita oleh salah satu pasien secara lebih rinci, nantinya mereka akan diuji secara individu oleh beberapa psikiater senior di rumah sakit tersebut untuk menentukan apakah mereka sudah dinyatakan lulus dari masa praktek di stase jiwa atau belum.

Rafael pun mengangguk puas dengan jawaban mereka berdua, ia lalu mengalihkan pandangan pada Hiro yang masih asik memakan bekalnya.

"Vin, besok bilangin gebetan lo dong, kalau mau buatin bekal sekalian buat dua porsi gitu, liat lo bikin gue jadi pengen juga dimasakin kaya gitu," godanya sambil menyeringai.

Mendengar perkataan tersebut seketika membuat Kiara tersedak, ia langsung mengambil segelas air putih yang ada di atas meja dan meneguknya sampai habis. Hal itu lantas membuat seluruh perhatian terpusat kembali padanya.

"Pelan-pelan aja Ra makannya." Irina mengambil tissue dan memberikannya pada Kiara.

"Iya, makasih Kak," ucap Kiara sambil menunduk dan kembali menyantap makanannya.

Sedangkan Hiro yang tengah mengunyah chicken cordon bleunya hanya menghela nafas jengah, ia sudah terbiasa dengan tingkah Rafael yang sangat usil.

"Gebetan apaan sih? Ini tuh buatan bibi yang kerja di rumah gue, lagian kalau lo mau tinggal minta masakin Kak Yura kan bisa." Mendengar ucapan Hiro tanpa sadar Kiara mengeratkan cengkramannya pada sendoknya.

"Kurang ajar, gak tau terima kasih, masih untung gue masakin, gak menghargai banget" gerutunya dalam hati.

Rafael pun hanya mengendikkan bahu, lalu ia kembali melahap burgernya sambil sesekali asik mengobrol dengan Bianca, mereka memang terlihat akrab sejak kejadian di toko roti kemarin. Namun sayangnya hal itu tidak luput dari perhatian Syila.

Melihat orang yang dia suka asik berbicara dengan wanita lain seketika membuat nafsu makannya hilang tak bersisa, ia pun izin untuk kembali ke ruang co-ass terlebih dahulu dengan alasan ingin melanjutkan tugasnya. Irina yang dapat merasakan perubahan mood adik tingkatnya itu pun segera menyusulnya.

Sedangkan Hiro yang mengetahui alasan sesungguhnya dibalik kepergian Syila secara tiba-tiba hanya bisa menahan kekesalannya.

"Seandainya orang yang kamu suka itu saya, gak akan sekalipun saya buat kamu sedih," ratapnya sambil kembali menghabiskan sisa makanannya.

Gone With The WindWhere stories live. Discover now