Setelah melihat Melia sudah melangkah agak jauh di depannya Sabrina pun memajukan langkahnya, tanpa basa-basi gadis itu menyambut jabat tangan Brian. Bisa dirasakan jabatan Brian berubah menjadi genggaman lembut pada tangan Sabrina, dengan cepat Sabrina menarik
tangannya dari Brian, sekilas gadis itu menatap lelaki di depannya itu dengan wajah yang tidak mengenakkan lalu pergi begitu saja.

*

Sabrina dan Melia kini sedang berada di kantin perusahaan untuk makan siang, meja yang keduanya tempati tampak begitu sepi tanpa ada satupun pembicaraan diantara kedua perempuan itu. Biasanya ada saja yang menjadi topik pembicaraan mereka, entah itu membicarakan ketua divisi yang galak yang biasa disebut nenek sihir ataupun topik yang lainnya. Tiba-tiba sebuah penampakan seseorang yang mengambil tempat pada kursi kosong yang berhadapan langsung dengan Sabrina, hal itu membuat kedua perempuan yang sibuk dengan makanannya terpaksa mengalihkan pandangannya.

"Kayaknya kita enggak pernah suruh lo duduk di sini deh," ujar Sabrina sinis, lantas Melia menyikut temannya itu mencoba memperingati jika yang menjadi lawan bicaranya saat ini adalah atasan mereka.

"Kenapa sih Mel, ini juga lagi jam istirahat!" kali ini Melia yang mendapat semprot dari Sabrina.

"Kok lo jadi sensi gini sih Bri," ujar si lawan bicara Sabrina yang tak lain adalah Andra.

"Pake nanya lagi, pikirin aja sendiri!" balas Sabrina dengan nada bicara yang tidak enak. Sejenak Andra terdiam mencoba tenggelam bersama pikirannya sendiri, hingga beberapa saat barulah lelaki itu mengerti.

"Oh-- soal itu, sorry Bri itu enggak ada maksut apapun." mendengar ucapan Andra membuat Sabrina berdecak sebal, sementara Melia hanya menyimak karena memang tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh teman serta atasannya itu.

"Setidaknya dari awal lo bilang dong kalau ini tuh kantor punya dia, jadi gue bisa cari kerjaan lain." ujar Sabrina kini sudah tak nafsu untuk melanjutkan makan siangnya.

"Gue gak kepikiran waktu itu soalnya waktu itu juga yang mimpin masih Om Dika, dan-- gue juga enggak menyangka hmm--" Andra berdehem disela ucapannya lalu melanjutkannya.

"Brian nerima tawaran untuk melanjutkan perusahaan Papanya, mungkin dia juga! punya alasan buat ketemu lo." Sabrina seketika memutarkan kedua bola matanya jengah.

"Bri, yang perlu lo tahu Brian tuh masih cinta sama lo!" ucapan Andra membuat Melia yang sedang meminum orange jusnya menjadi tersedak, sontak Sabrina dan Andra menatap Melia dengan wajah khawatir.

"Hmm maaf-maaf," ujar Melia setelah dirasakan nyeri di tenggorokannya mulai berkurang.

"Bri sebenarnya lo sama Pak Brian ada hubungan apa?" tanya Melia penasaran sekaligus takut melihat ekspresi datar wajah Sabrina.

"Lo juga bisa tebak, dia mantan gue!" jawab Sabrina cepat membuat Melia terdiam karena merasakan jika hawanya sudah tidak enak.

"Oh gitu." hanya itu respon singkat yang diberikan Melia lalu setelahnya hening.

"Mel gue ke toilet dulu yah, entar lo nyusul aja gue kayaknya mau duluan ke ruangan." tanpa mendengar respon apapun Sabrina langsung saja berjalan cepat meninggalkan Melia dan juga Andra, sebenarnya lelaki itulah yang ingin Sabrina hindari karena ia merasa kesal dengan lelaki itu.

Sabrina menatap pantulannya pada cermin yang ada di dalam toilet, ekspresinya tak berubah sedikitpun masih saja cemberut. Rasanya gadis itu ingin segera pulang akan tetapi merasa tanggung juga karena sedikit lagi ia bisa menyelesaikan laporan keuangan dari proyek terakhir yang kemarin baru diselesaikan perusahaan, hal itu akan digunakan sebagai bahan sekaligus pandangan untuk pimpinan yang baru kedepannya. Meskipun hari ini semua karyawan dibebaskan dari kerjaan, namun Sabrina memilih untuk menyelesaikan kerjaan yang belum ia kerjakan guna menghemat waktu.

Setelah dirasakan hatinya sedikit tenang Sabrina keluar dari toilet, ketika baru saja melangkah gadis itu merasakan sebuah tangan menggenggam pergelangan tangannya. Sabrina menoleh dan membulatkan kedua matanya melihat objek yang ada di depannya, gadis itu mencoba menarik tangannya mencoba melepaskan dari genggaman orang itu yang tak lain adalah Brian.

"Lepasin!" Sabrina berujar dengan nada yang tak bersahabat.

"Bri bisa bicara sebentar," suara itu masih terdengar halus seperti dulu.

"Enggak bisa, saya masih ada kerjaan Pak." tolak Sabrina mencoba sesopan mungkin mengingat orang yang ada di depannya ini adalah atasannya di kantor. 

 "Bukannya hari ini pekerjaan diliburkan," ujarnya. 

 "Iya tapi saya sibuk." 

"Bri please.." Brian meraih kedua tangan Sabrina dan menggenggamnya. 

 "Pak ini di kantor, tolong anda mengingat batasan antara atasan dan bawahan." Sabrina menarik paksa kedua tangannya dari genggaman Brian lalu berjalan cepat meninggalkan lelaki itu.

 "BRI AKU NGAKU SALAH, TAPI ITU SEMUA ENGGAK SEPERTI YANG KAMU PIKIRIN!" teriakan Brian mampu membuat langkah Sabrina terhenti, seketika memori-memori beberapa tahun yang lalu terngiang di kepalanya. Sabrina kemudian melanjutkan langkahnya dengan perasaan yang tak karuan.

tbc,

 Heyy jangan lupa komentarnya yah dan tap vote juga hehe

KALI KEDUAWhere stories live. Discover now