Bab 4 | Do'a Di Sepertiga Malam

3.9K 192 7
                                    

'Do'a dari seorang anak shalihah biasanya mudah didengar dan diijabah oleh Allah.'

*  *  *

Malam yang hening dan terasa dingin karena di luar langit tengah menyiramkan air hujan hingga membuat tanah basah dan berlumpur, meskipun hawa dingin menyeruak memasuki rumah namun tak menghentikan niat Nasywa untuk bangun sebelum subuh menjelang seperti yang biasanya perempuan itu lakukan. Nasywa beranjak dari tempat tidurnya, membuka pintu kamarnya dengan perlahan dan berjalan menuju dapur lebih tepatnya ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Dinginnya air ditambah cuaca yang sedang hujan tak membuat Nasywa mengurungkan niatnya untuk membasuh kedua telapak tangannya dan membaca basmalah sebelum ia mengambil air wudhu.

Nasywa kembali ke kamarnya, menggelar sajadah dan memakai mukenanya. Perempuan itu melaksanakan shalat malam yang berjumlah dua rakaat dengan khusyuk, Nasywa beristighfar berbanyak-banyak kali dan menghitung dzikirannya menggunakan jarinya. Setelah selesai dengan berdzikir, Nasywa menengadahkan tangannya untuk berdo'a kepada Allah maha pencipta seluruh alam.

"Allah jadikanlah aku anak yang berbakti kepada Ibu dan Kakak tiriku, berilah mereka hidayah agar mau merubah sikapnya kepadaku. Aku selalu memimpikan memiliki keluarga yang bahagia dan sangat menyayangiku, namun nyatanya kau memberiku cobaan yang sebisa mungkin harus aku lewati. Allah aku tau engkau maha mendengar semua doaku, berilah kelak aku dan keluargaku kebahagiaan di dunia maupun akhirat-Mu. Pertemukanlah aku kepada Ayah dan Ibu nanti di surga-Mu ya Allah...."

Nasywa mengambil sebuah al-qur'an diatas meja kecil yang terletak di sebelah tempat tidurnya, perempuan itu membaca ayat per ayat dari tulisan-tulisan arab yang ada di al-qur'an dengan lirih. Bukannya ia tidak mau membaca dengan suara yang keras, namun ia takut Ibu dan Kakaknya akan terganggu mendengar suaranya yang berakibat ia akan disiksa lagi seperti yang terdahulu. Ibu dan Widya jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali menghadapkan diri kepada Allah, berkali-kali Nasywa mencoba memasehati mereka namun yang ia dapat adalah cambukan sebanyak lima kali. Alhasil ia tidak berani lagi menegur kedua keluarganya itu.

Setelah selesai dengan qiraahnya, Nasywa menaruh kembali al-qur'an dan melipat mukenanya ditempat semula. Nasywa menuju dapur dan seperti biasa ia akan memasak dan berberes-beres rumah sebelum ia berangkat sekolah, Nasywa lebih memilih memasak oseng tempe dengan beberapa irisan cabai. Masakan yang terlihat sederhana namun jika orang mencobanya mereka pasti akan memuji masakan Nasywa yang memang sangat enak.

Nasywa menghela nafasnya lelah ketika melihat setumpuk pakaian yang ia yakini adalah milik Ibu dan Widya tertumpuk didalam ember besar yang berada didekat bak mandi, perempuan itu dengan telaten mencuci dan mengucek semua pakaian itu kemudian membilasnya. Nasywa mengangkat ember berat penuh dengan tumpukan baju basah yang terasa sangat berat untuk ukuran tubuh dan tangan mungilnya, ia membawa semua pakaian itu ke belakang rumah untuk menjemurnya.

Nasywa bernafas penuh kelegaan ketika semua pekerjaannya telah selesai, ia pun kembali memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Nasywa melaksanakan shalat subuhnya dan membaca sedikit do'a untuk kedua orangtuanya.

Ia memakai seragam dan hijabnya dan setelah selesai ia memasukan buku-buku pelajaran kedalam tas berwarna abu-abu lusuhnya. Ia mengeluarkan sepedanya dan mengayuhnya menyusuri jalanan yang masih sepi mengingat ini masih pukul 6 pagi. Nasywa melihat ada seorang anak kecil kira-kira berumuran 5 tahun berjalan menjajakan koran kepada para pengendara yang tengah berhenti karena lampu sedang merah, ia meraih uang disakunya yang hanya ada lima ribu rupiah dan kembali mengayuh sepedanya menghampiri adik penjual koran itu.

"Dek korannya berapaan? Kakak mau beli nih." Laki-laki kecil itu menatap Nasywa yang tengah tersenyum.

"Lima libu aja Kak, mau beli belapa?" Tanya anak laki-laki itu dengan suara cadelnya.

"Kakak beli satu aja, nih uangnya." Anak kecil itu menerima uang dari Nasywa kemudian memberikan satu buah koran.

"Makasih Kak." Anak laki-laki penjual koran itu tersenyum kearah Nasywa membuat Nasywa tersenyum pula.

"Ya udah Kakak pergi dulu ya, kamu jualannya hati-hati." Peringat Nasywa ke anak jalanan itu.

"Oke Kak." Nasywa mengayuh kembali sepedanya menjauhi anak itu.

Seakan teringat sesuatu Nasywa menggelengkan kepalanya, ah ia lupa bertanya siapa nama anak jalanan itu. Wajahnya terlihat sangat menggemaskan, sepertinya kulit anak laki-laki itu berwarna putih dengan sedikit aura kebulean yang tidak terlalu terlihat mengingat kulit anak itu selalu terkena panas hingga warna kulitnya berubah agak sedikit kecoklatan.

Nasywa sebentar lagi sampai ke sekolahnya, ia melajukan sepedanya dengan kuat. Nasywa menghentikan kayuhannya ketika melihat Jessy dan seorang laki-laki dewasa bernama Richard tengah berdiri didepan gerbang sekolah mereka, Richard memakai kacamata hitam yang membingkai hidung mancungnya. Hati Nasywa terasa resah, ia bimbang antara ingin menyapa atau hanya melewati saja.

Jika ia melewati saja tanpa menyapa, Jessy kan sahabatnya pasti perempuan itu akan tersinggung dengan sikapnya. Namun jika ia menyapa ia juga harus bertemu dan menyapa Richard Abangnya Jessy, jujur saja ia merasa sedikit risih dengan keberadaan Richard mengingat perkenalan singkat mereka Richard memperhatikannya sebegitu intensnya membuat dirinya merasa gugup dam ketakutan secara bersamaan.

Nasywa belum menentukan pilihan antara menyapa dan melewati ketika Jessy berteriak memanggil namanya sambil melambaikan tangannya, Nasywa pun mau tak mau akhirnya menghampiri Jessy dan Richard.

"Assalamualaikum." Sapa Nasywa sambil memberhentikan laju sepedanya.

"Waalaikumsalam." Jawab Jessy dan Richard bersamaan.

"Nasywa tumben banget akhir-akhir ini lo gak pernah telat lagi, gue seneng deh akhirnya sahabat gue ini jadi murid yang bener-bene teladan." Senang Jessy membuat Nasywa tersenyum.

Richard memperhatikan interaksi antara Jessy dan Nasywa, seketika ia tertegun melihat Nasywa tertawa kecil mendengar guyonan tak berfaedah yang Jessy lontarkan. Tawa dan senyumnya benar-benar sangat manis, ditambah mata teduh berwarna hitam pekat membuat Richard rasanya ingin berlama-lama menatap mata iu dengan dalam. Mencoba menyusuri setiap rahasia yang tersimpan rapat melewati mata teduh Nasywa, Nasywa menghentikan tawanya dan tanpa sadar ia menatap Richard yang sedari tadi menatapnya. Pandangan mereka bertemu namun hanya beberapa saat karena Nasywa langsung menundukan wajahnya, Richard berdehem mencoba menghilangkan kecanggungan yang ada sekaligus mencoba menarik perhatian kedua perempuan itu.

"Abang balik ke kantor dulu, assalamualaikum." Tanpa menunggu jawaban dari Jessy dan Nasywa, Richard memasuki mobil mewahnya.

"Waalaikumsalam."

"ABANG!! NANTI JANGAN LUPA JEMPUT JESSY YA?!!" Teriak Jessy ketika Richard akan menarik tuas.

"Iya nanti Abang jemput, bawel deh!!" Ucap Richard membuat Jessy tersenyum senang.

Nasywa memperhatikan kedua Kakak beradik itu dengan senyumnya, ia jadi merasa ingin memiliki seorang Kakak yang dapat melindungi adiknya. Sedangkan di dalam mobil, Richard menghentikan mobilnya sejenak dipinghir jalan dan meraih ponsel disakunya kemudian mendial nomor seseorang. Wajahnya terlihat serius, dengan rahang tegas yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang menghiasi janggut dan kumis tipisnya yang belum sempat ia cukur.

"Cari tau latar belakang Nasywa sahabat Jessy." Ucapnya kepada seseorang disebrang sana.

Richard meletakkan ponselnya di atas dashboard kemudian kembali mengemudikannya dengan kecepatan sedang menuju kantornya.










Assalamualaikum....

Vote coment jangan lupa ya....

Follow ig juga...

@Simiftahul_jannah

@Story_sjvirgo

Cinta Dalam SujudWhere stories live. Discover now