Old Version - Shello

2.2K 350 2.5K
                                    

Shello memandang cincin bermata berlian di depannya dengan mata berbinar. Cantik sekali. Dia bahkan tak sanggup berkata-kata saat melihat cincin itu diulurkan kepadanya. Dan seakan pemandangan itu belum cukup indah, sekarang Shello kembali dikejutkan dengan pertanyaan yang sama indahnya dengan berlian itu, "Will you marry me, Shell?"

Pelan-pelan, Shello mengangkat pandangannya dari berlian itu. Dia menatap pria yang berlutut di depannya itu. Apa yang baru saja dikatakannya? Apakah dia bersungguh-sungguh? Shello hanya bisa terbata, "A-aku...." Shello membekap mulutnya. "Apa kamu siap? Kita bahkan belum bicarain ini."

​"Is a yes or no question actually," kata pria di depannya itu. "Yang lain, nanti aja dipikirin. Aku cuma mau nunggu jawaban pasti dari kamu saat ini."

​Shello menurunkan tangannya untuk menampilkan senyum tak yakin di wajahnya. "Satya, kamu serius?" tanyanya lagi.

​"Kalau enggak, aku nggak akan bersikap bodoh mempermalukan diriku sendiri berlutut di depan kamu tanpa kamu bilang 'ya'," jawab Satya.

​Shello tak bisa menahan senyumannya yang kini melebar. "Lalu, gimana kerjaan kamu? Kamu tau aku nggak akan mungkin tinggal di Malaka, kan? Dan aku nggak mau kita tinggal terpisah," kata Shello lagi.

​"Aku yang akan pindah ke Jakarta dan kerja di rumah sakitmu," kata Satya membuat mata Shello melebar. Butuh berbulan-bulan mereka berdebat tentang ini dan sekarang... akhirnya Satya mengalah? "Kerja, Shell. Bukan mimpin."

​Shello tertawa. "Tentang itu... aku bisa rayu kamu nantinya."

​"Oke, rayu aku nanti. Tapi, sekarang... boleh aku tau jawaban kamu?" tanya Satya. "Agak capek juga di bawah terus," lanjut Satya membuat Shello teringat bahwa dia belum memberikan jawabannya pada Satya. Meski dia rasa Satya pasti sudah tahu jawabannya, tapi demi memuaskan hati Satya, Shello pun mengangguk.

​"Yes, I will marry you," jawab Shello.

Satya pun memasangkan cincin indah itu di jari manis Shello, lalu mencium tangan gadis itu. Untuk sesaat, Shello hanya membiarkannya. Shello tidak percaya dia akan menikah. Dan secepat ini. Dengan Satya, kekasihnya. Bukankah itu impian semua gadis? Cukup membahagiakan-kah hal ini? Ya, seharusnya ini adalah hari paling bahagia untuknya. Shello tahu itu. Tapi, entah kenapa ada sesuatu di dalam hatinya yang mengganjal. Tentu saja dia ingin menikah. Tentu saja dia mencintai Satya. Tapi, kenapa rasanya tidak semenyenangkan yang dibayangkannya? Atau... ekspetasinya saja yang terlalu tinggi? Namun, mau setinggi apa lagi?

​Satya membawa Shello ke villa mewah miliknya yang merupakan spot sempurna untuk menyaksikan sunset. Dan begitu sunset menghampiri mereka, Satya berlutut di satu kaki dan melamarnya, diiringi alunan musik yang dimainkan oleh pemain saxophone yang disewa Satya. Melamarnya dengan cincin berlian yang Shello tahu harganya pasti menyentuh ratusan juta. Khayalan seperti apa lagi yang Shello harapkan? Ini sudah lebih indah dari sekadar khayalan. Dan ini nyata.

​Ketika Satya melepaskannya dan bangkit berdiri, Shello mengukir kembali senyumannya. "Jadi, kita akan menikah," kata Shello sekali lagi sambil memandangi cincin yang berkilauan di jari manisnya.

​Satya menggenggam kedua tangan Shello. "You are mine now," ujarnya membuat Shello tertawa kecil.

​"Tapi, kamu belum sepenuhnya punyaku," kata Shello dan ketika Satya mengernyit, Shello melanjutkan, "Kamu ikat aku dengan cincin ini. Aku belum ikat kamu dengan apa pun."

​"We'll exchange the rings as soon as we get back and speak to your father," kata Satya.

​Shello mengerutkan hidungnya. "Terlalu lama," ujarnya. "Aku butuh pengikat selama itu biar orang tau kalau kamu juga udah ada yang punya," sahut Shello sambil merogoh ke balik kerah gaunnya.

Bad InfluenceNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ