Delapan Belas

Mulai dari awal
                                    

"Bujang apaan. Bujang playboy cap kodok iya!" Nela berakting seperti ingin muntah mendengar ucapan narsis itu. Dia sempat melupakan kalau Bram sama saja narsisnya dengan Om Guntur. Tidak diragukan lagi memang yang namanya gen keluarga.

"Kan sekarang gak playboy lagi semenjak ada kamu." Bram mencolek hidung Nela.

"Ih apaan!!"

Ngobrol sama Bram itu sering bercandanya ketimbang serius. Namun anehnya, Nela tetap saja meladeni guyonan atau gombalan Bram meski sering terdengar garing dan kuno. Kalau mau tahu yang lebih aneh lagi, Nela tuh suka melihat sisi Bram yang bucin. Rada geli sih, tapi asyik juga lihatnya.

"Jadi mau kemana nih? Kalo gak ada tujuan, aku pulang aja. Cus putar balik di depan," ucap Nela seraya menunjuk persimpangan jalan yang sebentar lagi akan mereka lalui.

Bram sontak menggeleng, "janganlah, Yang. Cepet banget durasi kita ketemu." Energinya yang terkuras setelah bekerja perlu diisi ulang kembali dengan kehadiran Nela. Tetapi, Bram tidak yakin kalau energinya akan full, walaupun dia sudah melihat wajah Nela selama dua puluh empat jam. Mungkin seumur hidup baru bisa penuh.

Memang dasar Bram itu lebay.

"So.. so kemana? Kalo ke mal, aku ogah ah. Bosen." Nela mengalihkan pandangannya ke samping. Dia selalu merasa aneh setiap mendengar ucapan Bram yang tersirat gombal itu. Entah kenapa, jantungnya tiba-tiba berdesir.

"Mal? Aku malah gak kepikiran mau ke sana," kata Bram sambil menggaruk kepalanya. Apa cuma dia yang berpikiran macam-macam di sini?

"Jadi?" tanya Nela. Dia juga masih memutar otak untuk mencari tempat menarik yang akan mereka singgahi nanti.

"Ehem." Bram memantapkan rencananya untuk mengajak Nela main golf, "gimana kalau kita..."

"Ah!! Gimana kalo kita ke kantor kamu aja?" Nela segera memotong ucapan Bram.

Setelah Nela ingat-ingat, kata Diandra, sahabatnya, Bram itu bos di salah satu perusahaan EO terkenal di Jakarta. Kalau Bram beneran bos, berarti dia punya ruangan sendiri dong kayak di novel-novel romantis yang pernah dia baca. Maka dari itu, ia bisa membuat deksripsi bagaimana ruangan CEO dari dunia nyata!

Karena cerita pertama yang Nela buat di Wattpad itu terinspirasi dari kisah hidup Diandra dan Om Guntur, Nela ingin berusaha keras supaya ceritanya terasa hidup. Om Guntur itu CEO di Diamond's Pranaja, dan Nela sadar diri kalau dia gak mungkin bisa melihat langsung bagaimana ruangan Om Guntur di kantornya—bisa sih atas bantuan Diandra, tapi Nela terlalu malu—jadi, ruangan Bram sudah alhamdulillah banget buat Nela lihat-lihat.

"Kantor aku? Mau ngapain?" Bram mengerutkan dahinya bingung.

"Aku pengen tau aja gimana kantor kamu. Memangnya gak boleh ya?" Nela bertanya balik. Ia bersiap memasang wajah lesu kalau Bram tidak menyetujui ajakannya.

"Boleh aja sih. Tapi kamu yakin mau ke kantor aku? Gak ada apa-apa lho," kata Bram seraya tersenyum kecil. Pupus sudah harapannya mau ngajarin Nela main golf sekaligus modus pengen peluk. Meskipun dia ogah ngajak Nela ke kantor, tetapi dia tak bisa menolak permintaan gadis itu.

Nela menaikkan kedua bahu dan matanya secara bersamaan, "yakin sih... lagian, aku juga penasaran pengen lihat tempat kamu kerja kayak apa."

Bram spontan terbelalak mendengarnya. Ditambah lagi, ekspresi Nela yang seolah berkata, 'aku pengen tahu kamu lebih banyak,' itu membuat Bram semakin tak bisa berkata-kata. Jika Nela penasaran padanya, bukankah itu tanda bahwa dia juga punya ketertarikan yang sama?

Perasaan Bram membuncah gembira. Yang awalnya dia malas membawa Nela ke kantor, berubah menjadi semangat '45. Senyum lebar menghiasi wajah tampannya, bahkan ia nyaris tertawa keras.

Playboy Insaf [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang