Sepuluh

36.8K 5.9K 697
                                    

"Kamu gak mau dibeliin baju, jadinya si Bram beliin kamu iPhone 11 ini? Kok bisa? Kenapa gak ditolak aja Nel?"

"Ya.... aku gak tau kalo dia mau beliin iPhone. Dia cuma maksa buat sesekali ngasih hadiah untuk aku. Tau gak Di, dia terus genggam tangan aku erat banget, kalo aku gak iya-in, dia tetep gak mau lepasin tangan aku. Lah, ternyata besoknya dia langsung kasih kotak kado warna biru—sama kayak warna hp aku itu. Aku gak nyangka isinya iPhone 11. Walaupun aku seneng sih, tapi kan itu mahal banget! Aku gak enak buat nolaknya."

Nela ngos-ngosan setelah bercerita panjang kali lebar mengenai Bram kepada Diandra. Sahabatnya itu segera memberikan air minum kepadanya. Tanpa ragu-ragu, Nela meminumnya sampai ludes.

"Ohhhhh I see. I see. Menurut aku nih ya, sifat Bram sama kayak Mas Guntur deh." Diandra memeluk bantal sofa di pangkuannya, "dia royal duit, terus bucin juga."

"Hem, bener sih. Makanya aku gak mau kalau berakting jadi cewek matrek buat morotin duit Bram. Dia pasti dengan senang hati beliin apapun yang aku mau," kata Nela.

"Padahal dulu itu ide kamu lho," kata Diandra mengenang masa-masa awal pendekatannya dengan suami. Nela yang mencetuskan untuk berakting menjadi gold digger, namun sayang, rencana mereka gagal total.

"Wkwk iya juga sih. Tapi kalo sifatnya yang playboy kan beda banget sama Om Guntur. Om Guntur setia abis, dia nunggu kamu sebelas tahun. Ugh, pengen aku kayak kamu, Di," ujar Nela sambil melirik ponselnya di atas sofa—terdapat banyak notifikasi di sana, ada dari aplikasi Wattpad dan ada pula pesan WhatsApp dari Bram.

Nela tak tahu mau marah atau jengah terhadap sikap Bram yang berlebihan. Dia selalu menelepon, mengirimkan pesan sepanjang puisi, hingga senantiasa memberikan Nela sesuatu yang lain, misalnya pulsa, saldo OVO, atau Gopay. Duh, kalau dipikir-pikir, Bram persis seperti suami gak sih?

"Uhm aku setuju soal itu," sahut Diandra menganggukkan kepalanya, "but, mungkin aja setelah sama kamu, dia jadi tobat main cewek. Kalo beneran kayak gitu, banyak lho pahala kamu, Nel."

Nela tertawa mengejek, "Alhamdulillah kalo memang beneran, tapi aku tetep gak percaya kalo dia bisa tobat. Waktu itu aja tiga kali lihat dia, tiga kali juga gandeng cewek yang berbeda."

"Itukan dulu. Mas Guntur bilang, semenjak acara yasinan pas Tiana meninggal, Bram gak pernah lagi gandeng cewek."

"Huh, kalo inget dulu aku kesel banget sama Om Guntur yang sembarangan ngasih nomor aku ke dia. Kalo aku gak takut sama suami kamu, aku pasti sudah demo di rumah kamu ini."

Diandra lantas tertawa mendengar keluhan Nela. Dia juga merasa bersalah karena hal itu. Secara tak langsung, baik dia maupun suaminya ikut andil dalam pendekatan hubungan Bram dan Nela. Walaupun Diandra tak suka kalau Bram si playboy mendekati sahabatnya itu, namun bagaimana jika mereka benar-benar berjodoh? Pasti menyenangkan  kalau Nela menjadi keluarganya juga.

Ah, sekalian saja dia menjadi mak comblang mereka. Hehehehehe pasti seru nih.

"Ngapain kamu senyum-senyum jahil gitu?" tanya Nela curiga melihat Diandra yang mendadak cingingisan.

"Eh iya, kok Bima dan Bimo belum pulang ya?" Diandra langsung mengalihkan pembicaraan. Ia tak mau ketahuan Nela karena sempat memikirkan 'jadi mak comblang Bram dan Nela'. Namun setelah melihat jam yang ternyata sudah pukul dua belas siang, Diandra menjadi panik.

"Bentar Nel, aku mau nelpon sopir dulu. Kok si kembar belum pulang sih. Sudah telat sejam nih," kata Diandra dengan panik, berjalan cepat menuju kamarnya.

Selang dua menit kemudian, suara deru mobil dan pagar dibuka terdengar dari dalam rumah. Nela beranjak dari sofa dan berjalan menuju depan seraya berteriak, "Di, mereka udah pulang tuh!"

Playboy Insaf [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang