Lucky Me ... 17

1 1 0
                                    

Gedung tempat diadakannya prosesi wisuda telah dipenuhi oleh lautan manusia yang menunggu selesainya prosesi. Ini adalah kesempatan dimana keluarga dan sanak saudara berkumpul saling membanggakan kesuksesan dan keberhasilan anak, saudara mereka setelah menempuh pendidikan selama 4 tahun.

Aku datang kesini seorang diri. Iya sendirian. Seharusnya bersama Viola, tetapi ia memilih mendekam di kosan daripada melihatku dan Kak Leo bermesraan. Sudah berulang kali aku membujuknya dan tak mempan. Viola tetap pada pendiriannya. Jadilah, aku benar-benar sendiri.

Aku memilih berteduh di bawah pohon sebelah gedung sambil sesekali melihat sekeliling. Keadaan di sekitar yang ramai berbanding terbalik dengan diriku. Berbondong-bondong orang berkumpul dan bergerombol, aku malah menyendiri di sini. Anehnya, aku menyukai kesendirianku ini.

Tak lama para rektor, dekan dan beberapa staff kampus ini keluar dari gedung prosesi wisuda. Para mahasiswa atau lebih tepatnya para alumni mahasiswa yang sekarang menjadi sarjana satu persatu keluar menghampiri keluarga, saudara, teman, sahabat ataupun kekasihnya.

Dan aku? masih bersembunyi dibalik pohon untuk berteduh, sekaligus menutupi diriku.

Satu persatu wisudawan keluar, hingga aku melihatnya yang kini berbalut toga berjalan menghampiri orang tuanya dan juga yang kutahu sepupunya. Senyum ceria terlukis dibibirnya dan senyum bangga dari kedua orang tuanya mengiringinya. Dari jarak sejauh ini, mustahil aku dapat melihat binar bahagia dari matanya. Tetapi nyatanya, senyumnya memang sampai pada mata tersebut. Dia bergantian memeluk ayah, ibu dan juga kedua sepupunya.

Kenapa aku tidak ada diantara mereka?

Ada rasa tak nyaman dan sedikit kurang percaya diri saat aku harus bergabung dengannya sekarang. Dengan ayah, ibu, dan saudara kak Leo. Terlebih lagi, aku sama sekali tak mengenal mereka. Jangankan mengenal, tahu kehidupan mereka saja tidak. Aku hanya tau Kak Leo, tanpa keluarga ataupun saudaranya. Aku benar-benar buta akan kehidupan keluarganya.

Lucu saja jika tiba-tiba aku menghampiri mereka dan memperkenalkan diri sebagai kekasihnya. Aduh, sama sekali tak pernah terlintas dipikiranku.

Tak apa aku bersembunyi di sini dulu, nanti jika kak Leo menghubungiku dan memintaku mendekat, maka dengan percaya diri aku akan menghampiri keluarganya dan mengenalkan diriku sebagai kekasihnya. Kekasih anak mereka, Kak Leo.

Walaupun saat ini kakiku sudah gatal ingin berlari kearahnya, merengkuhnya, mengucapkan selamat padanya dan juga menunjukkan betapa aku bangga memilikinya. Tetapi aku masih menahannya. Sabar, sabar, sebentar lagi.

Berkali-kali aku melirik ponsel yang ada di genggamanku. Belum berbunyi, kak Leo belum menghubungiku. Sabar, sabar.

Namun, saat aku kembali melihatnya dari kejauhan, aku melihat seorang wanita dewasa yang berpenampilan cukup molek berlari menghampirinya. Semua mata tertuju pada wanita itu, iya memang dia terlihat sangat berbeda, bagaikan putih ditumpukkan hitam.

Wanita itu berlari dan kemudian memeluknya, mencium dengan cepat kedua pipi kak Leo. Ada raut terkejut dari kekasihku. Bukan hanya kak Leo, akupun juga terkejut melihat tindakan wanita dewasa itu.

Cuaca yang amat panas, ditambah pemandangan di depan sana perpaduan yang pas membuat hatiku panas dan nyeri, namun lebih tertohok lagi saat melihat ibunya tertawa bersama sang wanita dan seperti membisikkan sesuatu yang entah apa. Air mataku, turun. Cengeng.

Lama memperhatikan mereka, kulihat kak Leo berjalan -kearahku- menjauh dari kerumunan keluarganya, aku segera bersembunyi dibalik dedaunan lebih dalam lagi agar tak terlihat. Bersamaan dengan itu, ponselku berbunyi

Kak Arleo is calling ...

Segera kuhapus air mataku dengan punggung tanganku, menetralkan napasku sejenak sebelum mengangkatnya.

Lucky Me ...Where stories live. Discover now