[1]: Pembagian 'Kelas'

1K 119 8
                                    

"Rin, ini, aku udah ambilin kertas pendaftaran ekskul cheers,"

Di siang hari yang panas ini, lebih enak adalah bersantai sambil meminum segelas es buah yang super dingin. Tetapi, bayangan Rintik Widuri Senjani itu tampaknya harus buyar ketika selembar kertas berwarna pink terang mendarat dengan mulusnya di atas meja kantin. Kening cewek itu berkerut, lantas mengangkat benda itu menunjukkannya pada sosok laki-laki yang membuat suasana makin memanas.

"Aku kan nggak bilang mau di cheers, Bar,"

"Rintik, kita udah bicarain itu dari kemarin loh," cowok berambut ikal berwarna cokelat itu menuangkan sedikit sambal ke mangkuk bakso miliknya. "Kamu juga udah setuju,"

"Aku nggak bilang kalau aku setuju. Aku minta waktu ke kamu untuk mikirin semuanya,"

"And yes, i did," tekan cowok itu menutup sambal. "Aku udah kasih kamu waktu selama liburan dan sekarang saatnya kamu menentukan," dia menunjuk kertas di genggaman Rin. "Write it."

Rintik menggelengkan kepalanya. "No!"

"What do you mean? No?" alisnya terangkat menatap Rintik tidak suka.

"Aku mau masuk ekskul panahan,"

"Aku nggak setuju,"

"But, I want it!"

"But, I'm not," menggeser mangkuk ke samping, cowok itu meraih tangan Rintik dan mengenggamnya kuat. "Rin, listen to me. Kalau kamu di panahan kulitmu bakalan kebakar dan wajah yang udah kamu rawat susah payah itu pasti jadi rusak,"

"Lalu apa bedanya kalau aku di cheers? Mereka juga akan membakar kulitku karena latihan diluar lapangan!"

"Nggak, itu nggak akan terjadi,"

"Apa maksud kamu?" tanya Rintik heran.

Cowok itu mengulas senyuman senang. "Pokoknya kamu tenang aja, kegiatan cheers nggak ada yang diluar ruangan semuanya dilakukan di lapangan indoor," dia melepaskan tangan Rintik kemudian mulai beralih pada baksonya lagi. "Aku udah bicara dengan ketua cheers dan mereka setuju untuk diadakan di dalam ruangan,"

"Hah?" mata Rintik tampaknya sudah siap keluar. "Kamu minta mereka buat begitu?" mendapat anggukan singkat dari kekasihnya membuat Rintik menghela napas kesal. "Bara, itu melanggar kebijakan sekolah! Gimana pun juga cheers harus ada di lapangan baik itu indoor maupun outdoor! Saat ada lomba antar sekolah dan bukan sekolah kita tuan rumahnya pasti sekolah lain yang nggak punya lapangan indoor akan melakukannya diluar kan?"

"Kalau begitu kamu nggak usah ikut saat lomba dengan sekolah yang nggak punya lapangan indoor,"

"Berarti aku nggak professional dong? Percuma aku masuk cheers kalau nggak ikut kegiatan penting!"

Cowok itu menarik napas panjang. "Kamu hanya nggak ikut ketika kegiatannya yang langsung ketemu sama matahari kalau nggak ya kamu ikut, Rintik,"

"Ta—"

"Just for your information," cowok itu memotong ucapan Rintik. "Aku udah kasih tau Mama kamu dan dia senang banget karena kamu ikut kegiatan yang positif,"

"Kamu bahkan udah kasih tahu Mama tanpa bicara dulu sama aku!"

"Kamu kan tahu kalau mamamu memang suka menanyakan kabarmu ke aku," jawabnya santai. "Lagipula kalau kamu ada di cheers, kamu bakalan makin terkenal, Rintik. Coba bayangin kamu itu pacar aku, Melintang Bara Lindidjawa, siapa sih yang nggak kenal Bara? Siapa juga yang nggak tahu kalau kita berdua itu pacaran? Nggak seimbang dong kalau cuma aku yang famous dan kamunya nggak," ucapnya mulai mencerahami Rintik dengan kalimat yang sama seperti dulu. "Anak cheers itu semuanya terkenal dan kamu harus masuk! Aku nggak mau punya pacar yang kuper dan bau matahari lalu berteman dengan orang bar-bar,"

Being Popular When We Were A TeenWhere stories live. Discover now