Ketika Si Kembar Berkelahi

Mulai dari awal
                                    

"Selesai,"

Petugas UKS itu berdiri dan merapikan peralatan yang tadi dia pakai. Albern menahan tangan petugas itu dan menariknya mendekat. Albern menyandarkan kepala di perutnya.

"Kenapa? Apa sakit sekali?"

Albern menggeleng kecil.

"Disini sebentar. Jangan kemana-mana!"

"Aku harus kembali ke kelas,"

"Nanti saja,"

Merasa tidak bisa menang, petugas UKS itu mengangguk dan membiarkan Albern menyandar padanya. Lumayan lama. Bahkan dia sampai kesemutan akibat terlalu lama berdiri.

"Albern... apa kamu masih lama?"

"Kenapa?"

"Aku lelah.. kakiku kesemutan. Aku harus kembali ke kelas juga,"

"Nanti saja,"

"Albern..."

Albern menghela. Dia berdiri dan menggandeng tangan ramping itu. Albern berjalan menyusuri lorong dan berhenti di depan kelas bertuliskan X-3. Albern mengetuk pintu kelas dan membuat semua orang di dalam kelas menoleh.

"Saya mengantar Kaysha," ujar Albern.

Guru yang mengajar hanya mengangguk kecil. Albern membiarkan anak itu masuk dan duduk di kursinya sebelum dia beranjak menuju kelas XI-1A. Albern duduk di kursinya setelah sang guru mengizinkannya masuk. Albern mengikuti pelajaran dengan tenang. Dia diam dan mengernyit sedikit saat napasnya memberat. Beruntung jam berikutnya kosong karena sang guru mendadak tidak masuk dan tidak memberikan tugas.

Albern melipat tangan kirinya dan membaringkan kepalanya di atas tangannya. Tidak perlu waktu lama, Albern terlelap. Dia terlelap sampai bell pulang berbunyi. Bahkan bodyguards yang sang ayah sisipkan sampai menerobos masuk ke dalam kelas.

"Tuan muda?" Panggil salah satu bodyguard itu.

Hening tidak ada jawaban. Hanya ada deru napas Albern yang terdengar berat. Salah satu dari bodyguards itu menyentuh lengan atas Albern dan terkejut setelahnya.

"Siapkan mobil, laporkan pada tuan kalau tuan muda sakit!"

Bodyguard itu menggendong Albern dan membawa anak itu keluar dari kelas. Saat bodyguard itu membopong Albern, sebagiab siswa melihatnya dan langsung memberi jalan. Para bodyguard memasukan Albern ke dalam mobil, mereka dengan cepat melajukan mobil itu ke rumah sakit yang disebutkan oleh tuan mereka.

"Tuan Rio," panggil salah satu bodyguard itu.

Arsen mengangguk dan memeriksa keadaan Albern. Saat itu, Arman datang dan berdiri di sebelah Albern.

"Kapan dia terluka?" Tanya Arsen membuat Arman mengalihkan tatapannya ke arah lengan dan leher Albern.

"Dia baik-baik saja tadi pagi,"

"Lukanya sudah diobati dengan benar. Namun, luka di lengannya agak terinfeksi. Itu yang menyebabkan dia demam. Tidak apa, aku sudah membersihkan ulang lukanya dan memberikan antibiotik,"

Arman menghela kecil. Dia membiarkan Albern dirawat di rumah sakit. Arman mengintrogasi bodyguardsnya dan meminta mereka menjaga Albern. Arman pamit untuk pulang ke rumahnya. Arman bahkan tetap diam saat dia makan siang bersama istri dan anak-anaknya.

"Albern kemana, ya? Sayang, kamu tahu Albern kemana?" Tanya Natasha mencari anak sulungnya.

Arman menatap kedua anaknya dengan dalam.

"Arman... aku sedang bertanya," ujar  Natasha.

"Albern ada di rumah sakit. Dia akan dirawat beberapa hari disana,"

"Apa? Kenapa? Apa yang terhadi pada Albern?"

Arman menunjuk kedua anaknya dengan dagunya.

"Tanyakan pada mereka,"

Natasha menatap anak kembarnya. Dia melihat kedua anak itu diam dengan kepala menunduk. Natasha menghela.

"Lebih baik kita makan siang dulu,"

Arman mengangguk. Mereka makan siang dengan suasana hening. Arman sendiri hanya makan beberapa suapan saja. Tidak sampai setengah porsi. Dia terlalu marah untuk makan.

"Alvian, Alden, apa yang kalian lakukan? Lalu, mommy juga mau tanya, kenapa wajah kalian memar begitu?"

Arman meletakkan alat makannya. Dia meminum air di gelasnya dan segera berdiri.

"Kalau sudah selesai makan, temui daddy!" Ujar Arman.

Arman melangkah menjauh dari ruang makan. Dia duduk di ruang kerjanya dan memeriksa beberapa pekerjaannya dari ponselnya.

"Daddy,"

Arman melirik ke arah pintu. Kedua anaknya sudah masuk ke dalam ruangan itu.

"Kalian mau daddy hukum apa?" Tanya Arman.

Kedua anak itu terdiam. Arman menghela.

"Kenapa tidak dilanjutkan pertengkarannya?"

Mereka tetap diam. Arman baru mau membuka mulutnya kembali, namun dia dikejutkan oleh suara ramai dari balik pintu dan tak lama pintu ruang kerjanya terbuka dengan tiba-tiba. Arman menoleh lengkap dengan tatapan tajamnya pada siapapun yang membuka pintu itu dengan keras.

Tak berlangsung lama, tatapan mata Arman berubah menjadi terkejut. Arman beranjak dan langsung menghampiri sosok yang baru saja membuka pintu ruang kerjanya.

"Albern! Kenapa pulang? Kamu harusnya menginap di rumah sakit saja," ujar Arman.

Arman membawa Albern duduk di sofa dan dia berjongkok di depan Albern. Tangannya terulur untuk menyentuh kening Albern.

"Kamu masih demam," ujar Arman.

"Jangan marahi mereka, dad! Mereka tidak salah," ujar Albern.

"Nak, adik-adikmu itu-"

"Mereka hanya kelebihan energi saja. Mereka berselisih paham saja. Jelas tidak apa, kan?"

Arman diam saja. Dia menghela kecil dan mengangguk.

"Kalian berdua ke kamar sana!" Ujar Arman.

Albern tersenyum kecil.

"Thanks dad," ujarnya.

Arman menghela dan mengantar putra sulungnya ke kamar. Dia membantu Albern duduk di atas ranjang anak itu.

"Kamu terlalu menyayangi adikmu. Sudah seperti ini saja, kamu masih pulang demi agar mereka tidak daddy hukum,"

Albern terkekeh kecil.

"Mereka itu hanya belum bisa saling mengalah, dad. Mereka berselisih namun, akan kembali berbaikan lagi,"

Arman mengalah.

"Istirahat dulu. Kamu masih demam begitu,"

Albern membaringkan badannya dan memejamkan matanya. Perlahan dia terlelap dan saat itu Arman keluar dari kamar Albern. Dia berjalan ke kamar kedua anak kembarnya. Saat dia membuka pintu kedua anak itu nampak terkejut.

"Uang saku kalian daddy potong sampai batas waktu yang tidak ditentukan," ujar Arman singkat sebelum dia kembali menutup kembali pintu kamar itu.

Natasha terkekeh melihat bagaimana Arman menghela saat pria itu memasukki kamar mereka. Arman duduk di atas ranjang dan Natasha langsung mengusap punggungnya.

"Jangan marah lagi!" Ujar Natasha.

"Sebal! Albern sangat sayang pada adiknya sementara kedua anak kembar itu mulai saling beradu untuk membuktikan siapa yang paling baik dan kuat,"

"Kamu juga begitu, kan?"

Arman menghela berat.

"Justru karena itu..."

Mata Arman menerawang jauh.

"Aku takut mereka sepertiku dulu. Aku tidak mau Albern mengalami dan merasakan apa yang kak Ardan alami..."

"Mereka tidak akan begitu. Kamu mendidik mereka dengan baik. Mereka tidak akan mengulang kesalahan yang sama denganmu,"

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang