Kembar Berdebat

7.8K 591 13
                                    

Sudahkah Arman mengatakan kalau memiliki anak kembar itu agak merepotkan? Jika belum, Arman akan mengatakannya. Arman benar-benar kewalahan menghadapi dua jagoan kembarnya yang tengah berdebat. Mereka berdebat dan saling berteriak.

'Ternyata begini yang papi dan mami rasakan dulu,' pikir Arman menyadari bagaimana dulu orangtua-nya berada di posisi yang sama dengannya.

"Hey... kalian mau berdebat sampai kapan?" Tanya Arman.

"Dia menyebalkan daddy!" Ujar Alvian.

"Dia lebih menyebalkan daddy!" Ujar Alden.

Arman hanya bisa menghela. Dia membiarkan anak itu berdebat sampai mereka puas. Namun, tangan Arman langsung menahan tangan Alden saat anak itu hampir melemparkan mainan di tangannya ke kepala Alvian.

"Alden, jangan begitu, sayang! Kamu bisa melukai kakak nanti," ujar Arman dengan perlahan.

"Alvian menyebalkan! Alden marah sama Alvian!" Ujar Alden.

Alvian melirik adik kembarnya. Dia melihat bagaimana adik kembarnya menahan marah dengan tangan yang terkepal erat.

"Kau pikir aku menyukaimu?" Ujar Alvian.

"Alvian!" Alden berteriak.

"Aku tidak mau memiliki adik sepertimu! Kenapa juga aku harus jadi kembaranmu? Kamu itu-"

Arman langsung menutup mulut Alvian dengan telapak tangannya.

"Jangan teruskan! Daddy tahu kalian sedang sama-sama marah. Tapi, jangan ada kekerasan dan berbicara yang menyakitkan hati seperti itu!" Ujar Arman.

Arman melihat Alden sudah menahan tangisannya. Sementara Alvian membuang pandangan ke arah lain. Albern yang menjadi sulung dari kedua adiknya itu malah diam tanpa bisa berbuat banyak.

"Hari ini, Alvian tidur sama kakak saja, ya?" Ajak Albern.

"Lalu, aku sama siapa kakak?" Tanya Alden dengan suara serak.

"Ummm... gimana kalau Alden tidur sama mommy dan daddy?"

Arman mengangguk saja. Ide Albern tidak buruk juga. Arman mengajak Alden ke kamar utama. Dia mengangkat Alden untuk duduk di atas ranjang. Dia mengusap pipi Alden dan menatap anak itu.

"Alden kenapa marah pada kak Alvian?" Tanya Arman.

"Alvian tidak mau membantu Alden,"

"Membantu apa?"

"Alden diejek sama teman-teman. Dia tidak mau bantu Alden,"

Arman menghela kecil. Dia mengusap rambut Alden. Dia melihat Alden menangis. Permasalahan yang selalu sama. Alden diejek bodoh oleh teman-temannya.

"Begini saja, bagaimana kalau Alden ikut homeschooling saja, ya?"

"Maksudnya?"

"Alden sekolah tapi di rumah. Tidak perlu ke sekolah dan tidak perlu diejek sama teman-teman Alden lagi,"

Alden menggeleng. Dia tidak mau.

"Kenapa tidak mau?"

"Jika Alden keluar, mereka akan semakin mengejek Alden. Alden tidak mau!"

Arman menghela. Dia tersenyum dan memeluk Alden.

"Baiklah. Sekarang Alden tidur siang dulu, ya. Jangan pikirkan itu lagi!"

Arman tahu putra bungsunya tipikal pendendam dan tidak akan mudah lupa. Apapun akan dibawa untuk dia pikirkan, terlebih jika itu hal buruk seperti ejekan dari teman-temannya. Alden akan memikirkannya terus menerus. Jika Alden sudah memikirkan itu terus, dia akan langsung terkena demam. Karena itulah, Arman meminta Alden untuk melupakan kejadian di sekolah itu.

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang