Chapter Five: Trouble's True Colour

192K 5.1K 43
                                    

"Kau yakin tidak ingin kutemani? Sepertinya selimut itu masih kalah hangat dibanding pelukanku. Kau bisa mencobanya."

________________________

Charlotte mengayunkan kedua tangannya ke depan dan ke belakang. Sesekali gadis itu mendongakkan kepalanya ke atas, ia berharap bisa melihat banyak bintang membentang. Dan saat ia mendongak, butiran-butiran salju yang turun layaknya gerimis hujan di musim panas itu menyentuh wajahnya. Charlotte jadi ingat, dulu saat masih kecil, ia senang membuka mulutnya sambil berputar-putar di bawah hujan, mendongakkan kepalanya ke atas agar salju-salju itu masuk ke dalam mulutnya. Ia sering dimarahi ayahnya karena kekonyolan itu.

Mengingat-ingat kenangan masa kecilnya menggiring Charlotte menelusuri jalanan kota Paris. Taman champ de mars mulai tertinggal beberapa meter jauhnya di belakang Charlotte. Gadis itu memutuskan untuk jalan-jalan sendiri tanpa Dave menuju hotelnya yang memang masih sangat jauh. Ia memutuskan akan naik taksi ke hotel kalau kakinya mulai sakit. Bagaimanapun di suhu sedingin ini, kakinya yang mengenakan stiletto itu akan cepat mengering kulitnya dan menimbulkan luka lecet. Belum lagi, ia hanya mengenakan jas Dave yang kebesaran di tubuhnya sebagai satu-satunya lapisan penghangat yang melindungi punggung telanjangnya dari angin. Sekarang, ia berniat berjalan sekitar dua sampai tiga blok melintasi pertokoan sebelum kembali ke hotel. Mendinginkan isi kepala dan hatinya yang tidak karuan.

Charlotte masih menyesalkan keputusan Mrs. Halley mengangkatnya menjadi sekretaris, kemudian Dave yang harus menggantikan posisi Mrs. Halley di kantor pusat selama beberapa pekan, sehingga ia berakhir dengan menghabiskan sebagian besar waktunya bersama pria itu. Sekeras apapun Charlotte berusaha bersikap baik pada Dave, tetap saja rasa jengkel yang tiba-tiba muncul hanya karena sikap Dave yang bisa tiba-tiba berubah menyebalkan, mengalahkan niatan Charlotte untuk berdamai dengan pria itu.

Sekarang, ia berencana untuk tetap bertahan sampai tiba waktunya Mrs. Halley kembali ke perusahaan. Charlotte rasa ususnya cukup panjang untuk bisa bersabar menghadapi segala tingkah dan sikap Dave padanya. Anggap saja, itu adalah tindakan penyelamatan diri agar tidak dipecat. Ia memang sudah kehilangan posisi pekerjaan yang ia dambakan, tapi bukan berarti dia juga harus kehilangan pekerjaan di perusahaan Whittaker yang diidamkan semua orang.

Charlotte saling mengusap-usapkan kedua tangannya yang tersembunyi di balik lengan jas Dave, yang terlihat hanya ujung-ujung kuku jarinya. Gadis itu masih sibuk menciptakan panas dari gesekan kedua tangannya , saat ia merasakan sebuah tangan menyentuh pundaknya. "Charly!"

"D-dave?!" Charlotte terperanjat.

Dave sedang membungkuk memegangi kedua lututnya. "Aku tidak mengira restoran itu begitu miskinnya sampai-sampai toiletnya berada di luar areanya," kata Dave dengan nafas tersengal. "Menurutmu, haruskah aku menanam modal di restoran itu?" matanya berkilat jenaka sehabis menyelesaikan humornya. Pria itu mengharapkan balasan lucu dari Charlotte, tapi ia tidak mendapatkannya: hanya sebuah tatapan tajam dan helaan nafas panjang. "Baiklah, apa masalah kita kali ini?" Dave mengerang frustrasi.

"Tidak ada," jawab Charlotte. "Aku kedinginan. Kau naik apa ke sini? dimana mobil itu?"

Dave masih mengatur nafasnya. "Aku berlari mencarimu. Mobil itu sedang kembali ke hotel..., kau ingin pulang sekarang?"

Charlotte menggeleng. Matanya sedikit menyipit karena tiupan angin. "Aku masih ingin berjalan-jalan. Kalau kau ingin pulang duluan, pulang saja." Ia kembali berjalan.

Dave berusaha mengimbangi jarak antara dirinya dan Charlotte yang sempat terpisah beberapa langkah, "Meninggalkan kau sendirian? Tentu saja tidak," pria itu berseru. "Karena itu, kau harus ikut aku pulang sekarang, Charlotte. Hidungmu mulai berubah warna." Dave menunjuk hidung Charlotte yang mulai merah. Lebih lama sedikit ia berada di luar sini, maka besok pagi ia akan terserang demam. "Aku tidak menerima kata 'tapi', Charly..."

Mr. TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang