Chapter Three: Bonjour Trouble

207K 5.6K 35
                                    

"Aku hanya mengatakan apa yang kupikirkan. Aku cemas bahwa kau akan mempermalukanku dengan sengaja, mengingat hubungan kita yang tidak harmonis, kurasa. Tapi sekarang aku mencemaskan hal lain." Dave tersenyum penuh arti sambil meletakkan tangannya di bahu Charlotte, mengarahkan telinga gadis itu ke bibirnya lalu berbisik, "Aku takut tidak dapat melepaskan tanganku darimu malam ini."

_______________

Charlotte menghela napas panjang saat menutup retsleting kopernya. Semua sudah siap tapi tidak hatinya. Sampai sekarang ia masih belum merelakan posisinya di divisi creative design ia lepas begitu saja. Setelah memastikan semua alat-alat listrik dimatikan, Charlotte keluar dari kamarnya. Ia bergegas menuju lobby, Dave barusan menelponnya dan mengabari kalau ia sudah di bawah sana. Hari ini, mereka benar-benar akan ke Paris.

Dave sedang berdiri bersandar pada meja respsionis saat Charlotte menghampirinya keluar dari lift. Pria itu sedang mengutak-atik layar ipadnya, dan terlalu asyik sendiri sampai-sampai tidak menyadari kehadiran Charlotte.

"Ehem!" Charlotte berdehem keras. "Kita jadi pergi atau tidak?" tanyanya ketus. Dave mendongak menatap Charlotte. Tapi gadis itu sudah berbalik dan berjalan menjauh dari Dave tanpa menunggu pria itu membuka suaranya.

Dave menghembuskan nafas berat, lalu berlari kecil menyusul Charlotte dan mengambil geretan koper dari tangan gadis itu, "Biar aku saja." Ia menggeret koper itu lebih cepat dari Charlotte, lalu mengopernya ke supir taksi yang sudah menunggu di samping mobil saat Dave keluar dari lobby, menyusul Charlotte kemudian. Pria itu membukakan pintu mobil untuk gadis yang baru kemarin resmi menjadi sekretaris sementaranya itu.

"Jadi, ini pertama kalinya kau pergi ke Paris?" tanya Dave dengan setengah berbisik. "Aku jamin ini akan menyenangkan." Dave melepaskan cardigan abu-abu gelapnya, ia sampirkan di pundak lalu diikat sekali.

Charlotte menghemat dengan tidak menjawab; ia hanya menganggukkan kepalanya pelan tanpa melihat Dave. Ia berusaha tidak memperhatikan bagaimana Dave menatapnya penasaran dan serba salah. Ayolah, saat ini ia bahkan lebih salah tingkah lagi. Sangat sulit baginya untuk beramah-tamah dengan Dave.

"Kau tidak usah tegang, Charly." Dave mengangkat tangannya, menepuk pelan bahu Charlotte. "Pesawat kita akan lepas landas 2 jam lagi. Masih ada waktu yang cukup untuk bersantai membeli coklat panas dan sandwich," imbuhnya.

"Ide bagus. Aku belum sempat sarapan dan perutku sedikit sakit karena terlalu banyak minum semalam." Charlotte menoleh sesaat pada Dave hanya untuk menatapnya tajam. "Ini semua karena kau tidak mau menjadi ksatria kuda hitamku semalam dan membiarkanku meminum semua alkohol sialan itu." tiba-tiba Charlotte berubah menjadi lebih cerewet dan bertenaga.

Tawa Dave tenggelam di antara klaksonan mobil yang ingin saling menyalip untuk lewat lebih dulu di lampu merah, "Ayolah, aku tahu kau kuat minum," timpalnya.

Charlotte mencebik, "Oh, yeah? Aku juga tahu kalau kau takut terlihat memalukan di depan bawahanmu karena tidak bisa mengalahkan Gina."

"Ah...perempuan itu. Baru kali ini aku melihat seorang perempuan sekuat dia." Dave terlihat sumringah, "Mungkin aku bisa mendekati teman mantan satu divisimu itu."

"Lupakan. Dia sudah bertunangan," sambar Charlotte sebelum Dave berbicara lebih banyak.

Dave menunjukkan ekspresi kecewa yang dibuat-buat, " too bad." Sungguh dibuat-buat. Lalu Dave mengeluarkan ponselnya. Konsentrasinya tercurahkan ke deretan email dari semalam yang belum selesai ia cek satu persatu, dan sekarang sudah bertambah email baru lainnya. Beberapa di antaranya adalah berita olahraga, berita pasar saham, dan notifikasi berlangganan majalah pria online.

"Dave.." suara Charlotte memecah keheningan yang sempat tercipta di antara mereka berdua cukup lama. "Aku sudah mempelajari email yang kau kirimkan padaku, dan sudah menjadwal ulang pertemuan yang kau minta semalam." Charlotte membicarakan perihal telpon dadakan Dave semalam yang meminta Charlotte mengatur ulang jadwal mereka dengan beberapa kolega bisnis. "Aku ingin kau mengeceknya."

Mr. TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang