Chapter Four: Trouble Is A Friend

200K 5.3K 42
                                    

"Nikmati dansanya, Sekretarisku sayang." Dave melepaskan tangan Charlotte dari genggamannya, beralih menelusuri lekuk lengan atas hingga ujung jari gadis itu bersamaan hembusan nafas berat yang keluar dari bibirnya. Lalu dengan gerakan cepat nan angkuh, ia memutar tubuh Charlotte, mendorongnya ke sisi bawah kanannya, melakukan pose khas para pasangan yang melakukan dansa; Dave sempat menenggelamkan wajahnya ke sela-sela leher Charlotte yang jenjang.

___________________

Interior khas romawi berpadu latin yang sederhana, menyambut kedatangan Dave dan Charlotte ke dalam sebuah ruangan gedung tempat pertemuan mereka dengan para konglomerat terkemuka. Dave memicingkan matanya. Ia terlihat seperti sedang mempelajari sesuatu di sudut ruangan. Ketika Charlotte menoleh ke arah yang sama dengan Dave, gadis itu bergumam, "Dia adalah Kurt Hallison." Charlotte mengambil jeda sejenak, "Pemilik tunggal perusahaan Kurt Corporation, sainganmu," lanjut Charlotte. Ia sedikit mengulas senyum sinisnnya kala menangkap Dave menghembuskan nafas berat karena gugup.

"Aku tidak gugup, kalau itu yang sedang jadi perkiraanmu." Hening sesaat. Charlotte tengah memperhatikan Dave dengan senyum penuh kemenangan. "Baiklah, aku memang gugup—setelah kau hampir saja membuat kita terlambat." Dave kembali menghembuskan nafas berat.

Charlotte mulai membela diri. "Setelah apa yang kau lakukan padaku tadi, aku berniat mengganti gaunku dengan sesuatu yang lebih 'tertutup' dan sialnya aku tidak menemukan baju lain yang lebih pantas," katanya.

Dave tidak menimpali apapun. Pemuda itu tengah membenarkan letak dasinya yang sedikit miring sambil melihat dirinya sendiri di pantulan dinding yang terbuat dari marmer. Pemilik gedung ini jelas sangat kaya jika dilihat dari dekorasi interior dan eksterior gedung yang dimilikinya. Siapapun dia, dia pantas berada di salah satu deretan kolega bisnis Whittaker Corporation.

"Bagaimana penampilanku?" tanya Dave.

Charlotte mengeser posisi berdirinya sehingga kini ia tepat berhadapan dengan Dave. Tangan kanannya bertumpu di dagunya sendiri, berpose seperti menimang-nimang sesuatu. "Tidak begitu buruk," katanya kemudian, diikuti dengan dua kali anggukan kepala.

Dave melangkah percaya diri dengan menggandeng Charlotte di sisi kirinya, "Pancing perhatiannya padamu sebaik mungkin seperti yang sudah kuberitahukan tadi di mobil," bisik Dave. "Kau sudah mempelajari semua tentang dia, kan?"

"Kau hanya perlu diam dan memperhatikanku saja, Dave," timpal Charlotte. Ia sedikit jengah mendengar Dave mengingatkan hal yang sama berulang-ulang sejak mereka berangkat meninggalkan hotel dan sampai di tempat ini.

Dave tidak membalas perkataan Charlotte. Pandangannya fokus menatap Kurt yang hanya berjarak beberapa langkah lagi dari mereka, dan basa-basi itupun terjadi. Sapa menyapa, dan saling memuji pencapaian perusahaan lawan bicara adalah hal yang umum di acara seperti ini. Harus Charlotte akui, Dave sangat lihai dalam hal ini. Ia jadi membayangkan, mungkin ia melakukan trik yang sama pada setiap perempuan yang berhasil ia gaet.

"Kau beruntung memiliki sekretaris secantik ini." Kurt, pria itu mengulurkan tangannya pada Charlotte. "Aku yakin ia bekerja dengan sangat baik di kantormu."

Charlotte tersenyum sembari menjabat tangan pria yang umurnya terlihat sepantaran dengan Dave, "Kau terlalu berlebihan, Sir." Dengan luwes ia melepaskan tangannya dari Kurt yang terlalu lama menjabatnya.

"Aku yakin pemimpin Whittaker Corporation dan sekretarisnya tidak akan keberatan menerima undanganku untuk duduk di satu meja yang sama." Kurt melirik Dave, kemudian berganti pada Charlotte penuh arti. "Sekretarisku sudah menunggu di sana," lanjutnya.

Charlotte dan Dave berjalan beriringan, sementara Kurt memimpin di depan mereka. Kurt sempat melirik ke belakang dan melempar senyumnya pada Charlotte. Jelas pria itu tertarik pada Charlotte dan itu memancing Dave menertawainya.

Mr. TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang