Chapter 1 : Alven Dan Nervin

32 1 1
                                    

Di kedalaman sebuah hutan, terdapat sebuah desa yang tenang. desa itu tersembunyi oleh kegelapan, maklum ini juga sudah malam, bulan purnama pun tertutup awan. sebuah asap dapat terlihat tak jauh dari kegelapan desa, menandakan sebuah rumah. melihat lebih dekat, terlihat sebuah rumah tua di sebelah pohon yang sangat besar, asap yang terlihat keluar dari cerobong asap memancing seseorang yang berada di dalam hutan.

Berlari. Seseorang sedang berlari dalam hutan, dapat terlihat bajunya yang bagus, sayang sudah kotor terkena tanah dan lumpur. Baju itu juga tak terlihat layak untuk dipakai, banyak bagian yang sobek dan basah. di kulitnya terdapat banyak goresan, yang pastinya di dapat dari dahan dan duri tumbuhan. napasnya tidak teratur, ia tidak tahu harus berlari kemana, hanya setelah melihat asap itu, dia pun tersenyum dan mulai berlari ke arah asap itu.

Setelah ia keluar dari hutan itu, barulah terlihat wujudnya. Seorang anak kecil berumur 13 tahun. mata hijaunya bersinar di bawah sinar bulan yang sudah tidak ditutupi oleh awan, rambut coklatnya terlihat kotor, berantakan dan lututnya berdarah. yang paling mencolok dari penampilannya adalah telinganya, tidak seperti manusia, telinganya terlihat lebih runcing dan panjang, bentuk tubuhnya langsing dan untuk seorang anak yang berumur 13 tahun, dia juga tinggi.

Dia mengetuk pintu. Ketukannya terburu-buru, seperti di kejar waktu. Dia juga sering melihat kebelakang, seperti takut akan sesuatu akan keluar dan menangkapnya.

Tak lama kemudian, terdengar suara kaki seseorang mendekati pintu. Dan terbukalah pintu itu. Terkejut, anak itu mundur beberapa langkah. Ia mengusap matanya, menyesuaikan dengan cahaya yang datang dari dalam rumah itu. Tak lama setelah itu, terlihat figur seorang kakek berambut putih, memakai kacamata dan sedang memegang kopi di tangan kanannya. bajunya hanya terdiri dari sebuah kaus polos dan celana tidur, sama seperti anak itu, ia mempunyai telinga yang panjang dan runcing, ia juga tinggi, tapi tidak terlalu langsing.

Kakek itu terkejut saat menemukan seorang anak yang kelelahan, baju yang kotor dan sepertinya ketakutan, ia bertanya "apa ada yang bisa saya bantu ?" suaranya lembut. anak itu, mendengar suara sang kakek menghela napas panjang, tersenyum kecil dan pingsan di depan rumah sang kakek. Sebelum anak itu jatuh, sang kakek berhasil menangkapnya, sayangnya dia harus mengorbankan kopi dan cangkir, yang jatuh ke lantai.

Bingung, sang kakek mengangkat anak itu dan membawanya masuk, dia berencana untuk membersihkannya dan memberinya pakaian juga makanan tapi melihat keadaan, mungkin lebih baik bila ia membiarkan anak itu untuk tidur terlebih dahulu.

Saat pintu rumahnya tertutup, tak dilihatnya sepasang mata yang menatap mereka dari kegelapan di dalam hutan, warnanya merah, dan suaranya bergema, "sedikit lagi..." dan mata itu pun hilang dalam kegelapan.

------------------------------------------------

Dapat terdengar suara hujan deras di pagi hari. Menghela napas, kakek yang baru saja bangun melihat ke arah jendela. Awan yang berwarna putih ke hitaman menutupi langit, bahkan matahari pun tak terlihat. "sepertinya hujan ini tak akan berhenti." ia tak mengharapkan balasan, dan terkejut mendengar satu. "ya, hujan di luar memang jatuh dengan deras." terkejut mendengar hal ini, kakek itu dengan cepat mengayunkan kepalanya ke arah suara tersebut. Pada pintu kamarnya terlihat figur anak yang tadi malam, tapi dia tidak yakin.

mengambil kacamata yang terletak di meja di sebelah tempat tidurnya, anak itu mendekat dan masuk ke kamarnya. Setelah memakai kacamata barulah terlihat jelas figur anak itu, dan ya, itu memang anak yang pingsan tadi malam di depan rumahnya. "Namaku Alven, Riningwood Alven." dia mengulurkan tangannya. kakek itu, masih dengan ekspresi bingung mengulurkan tangannya dan memberi tahu namanya. "u-um, nama saya Nervin, Knightwood Nervin." tiba-tiba anak itu membungkuk, dan berkata dengan suara keras, "terimakasih telah menyelamatkan aku. sekarang aku masih tidak punya apa-apa, tetapi aku akan mencoba membalas jasa anda dengan cara ku sendiri, bila ada yang...." belum selesai Alven berbicara, kakek Nervin menaruh tangannya di rambut Alven dan berkata, dengan suara dan nada yang lembut, "Tak apa, kita memang harus menolong seseorang dalam bahaya bukan ? lagi pula kamu juga masih kecil, tidak usah membalas jasa."

Alven tidak membalas, ia hanya menatap mata kakek. sebenarnya ia berusaha mencari suatu titik dalam matanya yang berteriak 'kebohongan' tapi ia tidak menemukan apa pun, hanya tatapan lembut yang kembali menatapnya. mukanya mulai memerah dan ia menggelengkan kepalanya. "t-terimakasih..." jawabnya pelan. Kakek Nervin atau untuk lebih singkat, Nervin, berkata, dengan sedikit tertawa, "tak apa. ini hujan sebaiknya kamu pergi mandi saja, tapi airnya..." mata Alven bersinar untuk sesaat. "sudah." Nervin menatapnya heran. "a-ah. maksudku, sudah aku panaskan airnya. tinggal di pakai, um, aku menyiapkannya untuk kakek..."

"Tidak usah kamu saja yang pakai. aku akan mandi setelah kamu jadi pergilah."

"t-tapi..." dia berusaha untuk membalas dan Nervin hanya mengacak rambutnya dan keluar dari kamar.

Alven ingin menanyakan kemana kakek itu akan pergi, tapi seperti dapat membaca pikiran Alven, sang kakek berbicara dengan suara keras, "aku akan membuatkan makan pagi dahulu, dan makan tentunya. kamu pergilah mandi, aku juga akan mencari pakaian lama-ku yang cocok untukmu.... err, mungkin agak sedikit besar tapi itu bukan masalah kan ?" mendengar suara kakek, Alven akhirnya menyerah. Ia tahu, apapun yang ia katakan pada titik itu tidak akan berguna. lebih baik ia menuruti kata kakek.

beberapa jam telah berlalu dari percakapan kecil mereka. Alven sudah mandi dan mengganti bajunya dengan baju yang disediakan kakek, tapi seperti yang dikatakan kakek Nervin, bajunya memang sedikit besar untuk Alven. Setelah Alven keluar dari ruang ganti, kakek memanggil Alven untuk masuk ke ruang makan dan makan. saat baru masuk ke dapur, bau makanan yang lezat menusuk hidung Alven. beda dari penampilannya, ternyata kakek itu jago memasak. perut Alven yang sudah kosong dari kemarin langsung berbunyi.

Mendengar suara yang sangat mencurigakan membuat Nervin membalikkan badannya dan melihat Alven di pintu dapur, memengang perutnya sedangkan kepalanya menunduk, tapi masih terlihat pipinya yang memerah. melihat hal ini, sang kakek hanya tertawa dalam hatinya dan tersenyum di luar, ia tidak ingin membuat Alven tambah malu. Kakek menyuruh Alven duduk sambil ia menyiapkan hidangan nasi goreng yang di campur dengan kacang polong, sedikit sayuran dan beberapa daging tak di kenal di dunia manusia, hanya terdapat di desa itu saja (dan walaupun aku narrator aku tetap tidak akan memberi tahu nama daging itu, karena, tidak perlu bohong, aku juga tidak tahu dan aku tidak mau tahu). Ia menyiapkannya nasinya lebih dari biasanya, ia dapat melihat mulut Alven sudah berair melihat makanan itu.

Kakek itu lalu pergi sambil membawa handuk, masuk ke kamar mandi meninggalkan Alven dengan makanannya. Alven melahap makanan itu dengan cepat, saking cepatnya hanya dalam beberapa menit ia langsung tersedak, Lupa mengambil minum dan karena ia tidak tahu dimana tempat gelas disimpan, ia panik. berlari ke arah lemari-lemari kecil pada rak atas, ia menggeser banyak barang untak mencari gelas. tunggu, coret kata menggeser, ia Membongkar banyak barang untuk mencari gelas. sedikit yang ia tahu bahwa sekumpulan gelas terdapat di tengah meja makan, di tempatnya ia makan.

ia tak menyadari hal ini selama 15 menit dan setelah ia AKHIRNYA menyadari hal ini dan mendapat penyelamatan dari air minum, pipinya mulai memerah saat dia memikirkan betapa bodohnya dia karena tidak menyadari tempat gelas tersebut. Ia memutusakan untuk tidak memberi tahu hal ini pada kakek, dan setelah makan, ia mulai membereskan barang-barang yang di bongkar-nya.

----

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 22, 2014 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A.H : Definisi Kebahangiaan PangeranWhere stories live. Discover now