"Tapi mereka—"

"Jun, jangan dengerin mereka ya. Mereka hanya melihat dari luar, mereka nggak berhak menilai Jun. Jun bukan anak haram," tegas sang mama menutup kedua telinga putranya.

"Aku nggak ngerti...." Ya anak berumur lima tahun nggak akan paham kenapa tetangga, bahkan saudara sendiri mengatakan ia anak haram. Lebih parahnya lagi, mereka melarang anak-anak mereka bermain dengannya, dan menyuruhnya menjauh, seolah ia memiliki penyakit menular.

"Apa karena Jun nggak punya papa?"

"Jun punya papa. Nanti Jun akan bertemu papa."

"Tapi—" Jun ingin bertanya lebih lanjut tapi ia urungkan saat melihat sang mama sudah berurai airmata. Jun terdiam sebentar sebelum akhirnya memeluk mamanya dan ikut menangis.

"Mama jangan menangis. Mama menangis karena Jun ya? Jun nakal ya, Ma? Maaf."

"Enggak sayang. Enggak."

"Maaf, Ma. Maafin, Jun."

"Maaf, Ma."

"Maaf."


"Ode."

"Hei Ode bangun. Kenapa malah tidur di sofa?"

"Ish kenapa malah nangis sih?" Yerisha tak mengerti kenapa Ode malah menangis saat tertidur sambil mengigau dan mengucapkan kata maaf berkali-kali.

Tengah malam Yerisha turun ke bawah untuk membuat teh hangat di dapur. Niatnya langsung kembali ke kamar usai membuat teh berhenti saat melihat Ode tertidur di sofa ruang tengah. Tadinya Yerisha ingin mengabaikan, tapi melihat Ode mengigau membuatnya tak tega. Terlebih saat melihat pemuda itu menangis.

"Kamu banyak dosa ya? Minta maaf Mulu dari tadi," gumam Yerisha masih menggoyangkan lengan Ode, berusaha membangunkan pemuda itu.

"Hei bangun!!!" Ketika Yerisha meninggikan suaranya Ode membuka mata dan langsung menatap ke arahnya.

Yerisha nggak tahu apa yang membuat pemuda itu menangis saat tidur, menurutnya Ode terlihat nggak memiliki masalah. Atau dirinya yang kurang peka.

Yerisha kembali bersuara karena Ode cuma memandanginya sambil mengerjapkan mata, seperti orang linglung. "Jangan tidur di sini. Pindah ke—"

Yerisha bahkan nggak bisa melanjutkan ucapannya karena Ode mendadak bangun dan memeluknya.

Yerisha jelas shock.

"Heh!!! Apa-apaan sih?"

Ode mengeratkan pelukannya.

Saat Yerisha ingin memukul pemuda itu agar dilepaskan, niatnya itu diurungkannya saat mendengar isakan pelan. Yerisha merasakan tubuh Ode bergetar.

Ode menangis? Kenapa?

Yerisha tidak paham. Ia membiarkan Ode menangis. Sebenarnya ia ingin menyindir Ode. Masa sih laki-laki menangis tapi ia langsung teringat laki-laki juga manusia biasa, nggak ada larangan laki-laki nggak boleh menangis. Menurut Yerisha pasti ada sesuatu yang besar yang membuat laki-laki akhirnya memilih menangis.  Yerisha penasaran apa masalah Ode?

Ah kenapa juga aku peduli sama dia?

Malam itu Yerisha membiarkan Ode menangis dalam pelukannya. Tangannya menepuk-nepuk pelan punggung Ode seperti seorang ibu yang sedang menangkan putranya.

Yerisha tersadar pemuda itu memiliki sebuah luka, luka yang mungkin saja sangat besar.

Yerisha mengingat semua perlakuan buruknya yang bisa saja menyakiti pemuda itu.

ODE TO YOUМесто, где живут истории. Откройте их для себя