Chapter 5

429 58 22
                                    

Raffa bersenandung di tengah langkahnya. Satu tangannya memegang sebuah goodie bag merah berisi almet Satria yang telah selesai dijahit, sedangkan tangan satunya digunakan untuk menggenggam ponsel. Banyak mahasiswi yang menyapanya dalam perjalanan, namun ia hanya membalas dengan tawa kecil.

Ketika ponselnya bergetar, ia buru-buru mengecek notif yang baru saja masuk. Senyum Raffa mengembang saat melihat nama sang pengirim pesan. Tama mengatakan bahwa ia sudah sampai di tempat yang mereka janjikan.

Memang hari ini ia sengaja menyisihkan waktu untuk bertemu dengan Tama. Ia tahu hari ini jadwalnya cukup padat, namun Tama tak bisa bertemu di hari lain, sehingga Raffa mengikhlaskan satu jatah absennya digunakan untuk bertemu maba tersebut. Baginya, kehilangan satu absen bukanlah masalah besar.

Senandungnya terhenti tatkala mendengar senda gurau yang asalnya dari tempat yang hendak ia tuju. Tempat itu tepat di belakang gedung perpustakaan, yang mana adalah tempat awal ia dan Tama bertemu. Tidak mungkin ada orang lain yang ke sana, karena tempat itu agak sulit dicapai. Atau mungkin, bisa saja Tama membawa seorang teman.

Untuk mengetahuinya, Raffa perlu meneruskan langkah. Ia tak keberatan dengan keberadaan orang lain selama orang itu tidak mengganggu.

"Heyyo, Ta– Galih? Ngapain kamu di sini?"

Raffa tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya saat mengetahui temannya dari fakultas lain kini tengah berbincang dengan Tama. Mereka sesekali tertawa, dan Raffa tidak mengerti mengapa temannya bisa akrab secepat itu dengan Tama sedangkan Tama terlihat menahan diri saat berhadapan dengan Raffa.

Keakraban mereka membuat Raffa sedikit jengkel. Entahlah, ia tak peduli perasaan ini disebut jengkel atau apa. Intinya ia tak suka jika dirinya tak bisa lebih akrab dengan Tama. Ia yang bertemu dengan Tama lebih dulu, jadi seharusnya orang lain berada di bawahnya.

Mendengar kedatangan Raffa, Tama segera menoleh disertai senyum, namun ekspresinya berubah saat mendapati wajah Raffa yang keruh.

Ada apa ini? Seingatnya tadi Raffa memanggilnya dengan nada seperti biasa? Mengapa Raffa tiba-tiba marah? Apakah Tama melakukan kesalahan?

Selagi menunggu Raffa mendekat, Galih, yang sedari tadi menemani Tama ngobrol pun angkat suara.

"Tadi kamu nanya kenapa saya ada di sini, kamu lupa janji ketemu sama saya?"

Tersentak, raut wajah Raffa tergantikan dengan ekspresi bingung. Ia pun mengeluarkan ponselnya seraya bertanya, "Eeh? Masa sih?"

"Iya."

"Tapi gak ada chat apa-apa tuh?" Raffa mengecek pesannya, agak bingung karena sama sekali tak menemukan pesan dari Galih. "Yakin ada janji?"

"Iya," Galih yang semula menampilkan wajah polos, mendadak tersenyum. "Tapi boong."

Ah. Sial. Kenapa Raffa bisa melupakan fakta bahwa temannya yang satu itu adalah pembohong ulung?

Pasti Raffa terlalu fokus memikirkan cara Galih akrab dengan Tama secepat itu. Tapi efeknya ia menjadi kelihatan bodoh di sini.

"Waah aku ketipu~" Menutupi kekesalannya, Raffa tertawa seimut mungkin, kemudian berlari pelan mendekati Tama dan Galih. Ia mengubur emosinya dalam-dalam, karena tak ingin membuat Tama takut. Raffa yang tanpa sadar menunjukkan kejengkelan saja sudah membuat Tama sedikit jaga jarak.

Mengenai teman yang entah mengapa bisa berada di sana, ia bernama lengkap Galih Yusril Ananda. Mahasiswa Sastra Indonesia yang kini tengah menempuh semester yang sama dengan Raffa. Orangnya cukup baik, sayang tukang bohong.

Ya, ia senang berbohong, entah mengapa. Seperti yang baru dilakukannya barusan. Anehnya, tak ada alasan kuat yang melandasi hobinya tersebut. Atau mungkin ada, namun Galih tak pernah mengatakannya.

EPIPHANY [Samatoki x Ichiro]Where stories live. Discover now